Perajin Sanggul Rumahan Pasuruan Jaga Asa di Tengah Perang Harga

Perajin sanggul rumahan itu kini hanya memiliki 25 karyawan dari sebelumnya 300 orang, setelah banyak pabrik sanggul bermunculan.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 10 Apr 2017, 07:04 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2017, 07:04 WIB
Asa Menyala Perajin Sanggul Pasuruan di Tengah Perang Harga
Perajin sanggul rumahan itu kini hanya memiliki 25 karyawan dari 300 karyawan setelah banyak pabrik sanggul bermunculan. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Pasuruan - Pujo Sakti (67), salah satu perajin sanggul dan wig di Desa Glagahsari, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, mengaku omzet penjualannya turun 50 persen.

"Sekarang sudah banyak pabrik sanggul dan wig, bahkan mereka mengobral harga ke masyarakat dengan harga murah," tutur Pujo Sakti saat ditemui Liputan6.com di tempat usahanya, Jumat, 7 April 2017.

Pujo mengaku pernah merasakan kesuksesan bisnis penjualan sanggul dan wig pada 2003 lalu. Saat itu, belum banyak pabrik besar yang menjadi saingan usaha wig dan sanggul rumahannya.

"Saat itu, dalam sehari kita bisa menjual 100-300 sanggul dan wig. Itu bertahan setahun," kata dia.

Sejak pabrik-pabrik sanggul massal bermunculan, laju usaha yang digelutinya sejak 1976 itu mulai menurun. Seperti yang terjadi saat ini, pesanan wig dan sanggul dalam sehari hanya 25-50 pesanan saja. Itu pun hanya untuk momen-momen tertentu.

"Ya sudah biasa Mas, dalam usaha ada peningkatan dan penurunan. Tapi untuk tahun ini, pembeli sangat sepi," ucap bapak lima anak itu.

Meski begitu, lanjut Pujo, perajin wig dan sanggul ini tak putus asa. Dengan mengikuti zaman, ia mengevaluasi model sanggul agar lebih disukai anak muda zaman sekarang dengan tidak mengurangi mutu dan kualitasnya.

"Sekarang yang ramai beli itu anak muda. Karena itu, sengaja kita desain sanggul dan wig modern agar lebih disukai anak muda zaman sekarang," ujar dia.

Lebih jauh, Pujo menjelaskan mahalnya bahan rambut asli mendorong perajin sanggul mulai memproduksi sanggul dan wig sintetis. "Harga rambut asli per kilonya dengan panjang 60 sentimeter sekitar Rp 6 juta. Karena bahannya kan cari sampai ke pelosok desa," kata dia.

Tak hanya itu, menurunnya omzet penjualan memaksa perajin sanggul rumahan mengurangi kuota karyawannya yang sebelumnya 300 orang menjadi hanya 25 orang karyawan saja.

"Karyawan saya sudah tinggal sedikit mas. Ini saja banyak yang libur karena lebih memilih bertani," ujar Pujo.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya