Liputan6.com, Yogyakarta - Pesawat tempur milik TNI Angkatan Udara jenis F-5 E/F Tiger II sudah masuk museum beberapa waktu lalu. Alat utama sistem persenjataan (alutsista) buatan Northrop Co. USA itu resmi menjadi milik Indonesia sejak 1980, sehingga kini sepantasnya beristirahat.
Namun perjalanan pesawat yang saat itu menggantikan keberadaan armada F 86 Avon Sabre di Skuadron Udara 14 Pangkalan Udara (Lanud) Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur tersebut tidak pernah dilupakan oleh para penerbangnya. Salah satunya mantan pilot bernama Zeky Ambadar.
Laki-laki kelahiran 1948 itu merupakan salah satu pilot muda yang pertama kali mengoperasikan Pesawat F-5 E/F Tiger II. Zeky sebenarnya bukan penerbang TNI AU yang saat itu terpilih untuk mengikuti pendidikan di Amerika Serikat. Dia, yang masih berpangkat kapten harus menggantikan Kapten Pnb Lambert Silooy yang tidak bisa berangkat karena alasan kesehatan.
Baca Juga
Advertisement
Zeky pun berangkat bersama dengan dua perwira lainnya, Komandan Skuadron Udara 14 Mayor Pnb Holki Basah Kartadibrata dan Perwira Operasi Skuadron Udara 14 Mayor Pnb Budihardjo Surono.
Ketiganya menjalani pendidikan di Skuadron 225th Tactical Fighting Training Squadron yang menggunakan pesawat F-5 B dan F-5 E/F mulai 27 Januari sampai dengan akhir Mei 1980.
Advertisement
Setelah mendapat pelatihan, ketiga orang itu menjadi instruktur bagi penerbang muda di Skuadron Udara 14 Lanud Iswahyudi. Para penerbang TNI AU yang berhasil menerbangkan pesawat F-5 kemudian mendapat sebutan "Eagle".
"Pengalaman sekolah di Amerika Serikat, ternyata penerbang kita tidak kalah dengan negara lain," ujar Zeky, beberapa waktu lalu.
Ia pun bangga bisa membawa pesawat baru di usianya yang relatif muda saat itu, 32 tahun.
Nyaris Hancur di Awan Kumulonimbus
Lebih jauh ia mengungkapkan sebuah peristiwa yang tidak pernah dilupakannya sampai kapan pun. Sekitar Agustus atau September 1980 tepatnya peristiwa itu terjadi.
Kala itu ia bersama dengan empat "Eagle" lainnya mendapat tugas menerbangkan F-5 E/F Tiger II dari Madiun ke Medan dalam rangka operasi Elang Malindo. Penerbangan dari Madiun ke Jakarta berlangsung lancar.
Namun, saat perjalanan dari Jakarta ke Medan, muncul awan komulonimbus di langit Palembang, Sumatera Selatan. Ketika itu mereka terbang di atas ketinggian lebih dari 30.000 kaki. "Eagles" saling kontak dan memutuskan untuk melakukan afterburner dengan harapan pesawat bergerak naik.
"Tapi, apa yang terjadi, saat afterburner ternyata pesawat turun dan masuk ke awan kumulonimbus," kata Zeky. Setelah itu satu persatu Eagle hilang kontak. Mereka berpencar, berjuang keluar dari awan yang bisa merobek bodi pesawat itu.
"Kami melakukan prosedur keluar kiri dan keluar kanan," tutur dia.
Untungnya, kelima "Eagle" selamat dan satu per satu mendarat di Medan. Setibanya di darat, Zeky berusaha mencari tahu penyebab F-5 tidak bisa afterburner. Ternyata, memang spesifikasi jenis pesawat tempur yang dikemudikannya itu tidak bisa afterburner jika ketinggian sudah mencapai lebih dari 30.000 kaki.
F-5 E/F Tiger II yang mendapat julukan Sang Macan memang kerap dilibatkan dalam berbagai kegiatan operasi dan latihan dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Antara lain Operasi Panah di wilayah Aceh pada 1990-1992, Operasi Elang Sakti XXI pengamanan perbatasan NTT pada 1999, Operasi Garuda Jaya, dan Operasi Oscar pengamanan wilayah perairan.
Pada 28 April 2016, armada F-5 E/F Tiger II melaksanakan penerbangan terakhir di Indonesia lewat misi Simulated Surface Attack (Phoenix Flight) dengan TS-0216 yang diterbangkan Phoenix 1 Letkol Pnb Abdul Haris dan Phoenix 2 Mayor Pnb I Kadek Suta Arimbawa yang menerbangkan TS-0512.
Kini, masyarakat bisa melihat monumen pesawat tempur itu di Markas Komando Pertahanan Udara Nasional (Makohanudnas) Jakarta dan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala Yogyakarta.
Advertisement