Dugder Semarang, Selamat Datang Ramadan

Wali Kota Semarang membagikan kue khas Semarang, kue ganjel rel, dan air khataman Alquran usai prosesi Dugder.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 26 Mei 2017, 15:20 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2017, 15:20 WIB
dugder
Wali Kota Semarang menaiki kereta dalam prosesi dugder 2017. (foto : Liputan6.com / edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang - Kemeriahan terjadi di Kota Semarang saat menyambut Ramadan 1438 H. Puluhan ribu orang berkumpul dari balai kota hingga Masjid Agung Semarang (Kauman).

Jalan Pemuda dengan panjang sekitar dua kilometer itu dipenuhi warga masyarakat yang ingin menyaksikan prosesi Dugder. Dugder adalah sebuah tradisi menyambut Ramadhan di Semarang.

Prosesi Dugder diawali dari halaman Balai Kota Semarang. Di halaman itu digelar berbagai tarian, pencak silat, hingga makhluk-makhluk asing berpakaian heboh. Di halaman ini pula Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi membuka dan mengawali prosesi.

"Peran Wali Kota adalah pemersatu. Sejarahnya, tradisi Dugder kan selain mengumumkan awal dimulainya bulan Ramadan juga untuk meminimalisir perbedaan dimulainya awal Ramadan," kata Hendi kepada Liputan6.com, Kamis, 25 Mei 2017. 

Tradisi Dugder tahun ini mengambil tema "Dugderan Meneguhkan Tekad Meraih Semarang Hebat". Ciri khas Dugder adalah munculnya binatang imajinatif Warak Ngendhog (Warak Bertelur), yang kemudian ditafsirkan sebagai sebuah simbol akulturasi.

Penampakan binatang imajinatif Warak dengan tampilan yang unyu. (foto : Liputan6.com / Felek Wahyu)

Penafsiran Warak Ngendhog dalam perkembangannya menjadi ikon yang melambangkan kerukunan di Kota Semarang. Binatang imajinatif itu ditafsirkan sebagai binatang berkepala naga sebagai wakil etnis dan budaya Cina.

Sementara, tubuh Warak dianggap sebagai tubuh unta atau buroq untuk mewakili keturunan dan ciri khas Arab, dan kaki binatang itu lurus langsing kecil dianggap sebagai kaki kambing untuk mewakili warga Jawa.

Wali Kota Semarang dalam prosesi ini memerankan Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat dalam sambutannya mengatakan Dugderan merupakan tradisi yang sudah dilakukan sejak 1881 dan mengandung banyak makna.

"Dugderan menandakan kita dekat dengan Bulan Suci Ramadan. Dugderan menciptakan rasa guyub, rukun, persatuan dan kesatuan warga Kota Semarang. Wajar bila Menteri Agama memberikan penghargaan Semarang sebagai kota yang berpartisipasi aktif dalam pembinaan kerukunan umat beragama," kata Wali Kota yang akrab disapa Hendi itu dalam bahasa Jawa.

Tradisi Cita Rasa Modern

dugder
Warga Semarang menyemut di sepanjang Jalan Pemuda Semarang, menyambut pawai tradisi Dugder. (foto : Liputan6.com / Felek Wahyu)

Usai sambutan, Hendi menabuh bedug menandakan acara dimulai. Masih seperti biasanya, perayaan tradisi ini dibuka dengan cita rasa modern, yakni tim drumband dari Politeknik Ilmu Pelayaran yang beraksi membuka barisan.

Iring-iringan mulai berjalan di depan para tamu undangan. Arak-arakan warak, kembang manggar, dan tradisi tektekan berbaris rapi dan mulai berjalan menuju Masjid Agung Kauman.

Hendi sebagai Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat bersama sang istri turut serta dalam arak-arakan itu. Wali Kota naik sebuah kereta diikuti dokar hias yang dinaiki Ketua DPRD Kota Semarang, Kapolrestabes Semarang, Dandim 07 Semarang, dan kepala SKPD.

Tiba di Masjid Agung Semarang di Kauman, dilaksanakan penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat. Setelah Suhuf Halaqof dibacakan, dilanjutkan dengan pemukulan bedug dan diikuti suara meriam.

Perayaan tradisi dengan cita rasa monoton, drum band! (foto: liputan6.com / edhie prayitno ige)

Dari suara bedug dan bunyi meriam inilah awal mula nama tradisi ini disebut Dugder. "Dug, dug, dug," dari suara bedug dan "der, der, der," dari suara meriam.

Kemeriahan bertambah seru ketika usai prosesi, Wali Kota Semarang membagikan kue khas Semarang, Ganjel Rel dan air khataman Alquran.

Menurut Hendi, hal itu dimaksudkan sebagai ajakan bahwa warga Semarang harus merelakan hal-hal yang mengganjal ketika memasuki bulan Ramadan. Hati harus bersih sehingga diminumkan air Khataman Alquran.

Dari Masjid Agung Semarang, arak-arakan berlanjut ke Masjid Agung Jawa Tengah. Di sana, Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat  menyerahkan Suhuf Halaqoh kepada Gubernur Jawa Tengah yang kali ini diwakili oleh Sekda Provinsi Jateng, Sri Puryono yang berperan sebagai Raden Mas Tumenggung Probohadikusuma untuk diumumkan ke warga Jawa Tengah akan memasuki bulan Ramadan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya