Cerita Lampu Istimewa bagi Pembayar Zakat di Bolaang Mongondow

Lampu istimewa itu menyala biasanya tiga hari jelang Idul Fitri, ditujukan untuk menerangi jalan pembayar zakat.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 23 Jun 2017, 11:32 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2017, 11:32 WIB
Cerita Lampu Istimewa bagi Pembayar Zakat di Bolaang Mongondow
Lampu istimewa itu menyala biasanya tiga hari jelang Idul Fitri, ditujukan untuk menerangi jalan pembayar zakat. (Liputan6.com/Yoseph Ikanubun)

Liputan6.com, Kotamobagu - Jika berkunjung ke Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara, beberapa hari sebelum Idul Fitri, Anda akan menjumpai ribuan lampu botol terpasang di berbagai kawasan, mulai dari halaman rumah, lapangan, sekitar masjid, dan lainnya. Tak heran jika daerah itu menjadi terang benderang.  

"Oleh masyarakat di sini, tradisi ini disebut dengan monuntul atau menerangi. Yakni memasang lampu botol berbahan bakar minyak tanah di depan rumah. Tradisi ini tetap dijaga umat Muslim di Bolaang Mongondow hingga kini," ujar Iwan Datunsolang, warga setempat, Jumat (23/6/2017).

Tradisi ini dilakukan saat malam Ramadan ke-27 hingga 29. Jadi sejak Rabu, 21 Juni 2017, seluruh wilayah Bolaang Mongondow dan Kotamobagu terang benderang dengan cahaya yang dipancarkan lampu botol.

Iwan menerangkan, masyarakat secara sukarela menyediakan minyak tanah dan lampu sendiri. Jumlah lampu di setiap rumah, disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga.

"Jadi, setiap anggota keluarga punya lampunya masing-masing. Lampu yang digunakan umumnya terbuat dari botol atau kaleng bekas yang bagian tutupnya dipasangi sumbu kompor," tutur Iwan.

Jika zaman dulu lampu hanya ada di halaman rumah warga, seiring banyak pihak menggelar lomba monuntul, akhirnya tanah lapang yang luas, jembatan, sisi kiri dan kanan jalan, persawahan dipenuhi lampu botol.

Agar lebih menarik, tata letak dan kreasi lampu botol dibuat berbagai macam formasi. Misalnya, membentuk gambar masjid, Alquran, dan kaligrafi lainnya.

"Tujuan monuntul agar memudahkan masyarakat untuk datang membayar atau membagikan zakat fitrah pada malam hari. Sebab, zaman dulu belum ada lampu-lampu jalanan sebagai penerangan," kata dia.

Iwan menambahkan, monuntul juga bermaksud sebagai penanda datangnya Idul Fitri. "Oleh sebab itu, jiwa dan hati yang kembali bersih harus bersih serta terang benderang seperti makna pemasangan lampu tersebut," kata dia.

Tradisi ini hanya ada di daerah Bolaang Mongondow Raya yang terdiri dari lima kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Utara, serta Provinsi Gorontalo. Jika di Gorontalo, warga menyebutnya dengan tradisi tumbilotohe alias malam pasang lampu.

"Dulu juga sempat ada di Manado, yang digelar orang-orang Mongondow dan Gorontalo di Manado. Namun sekarang sudah tidak ada lagi," ujar Agust Hari, warga Kecamatan Singkil, Manado.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya