Koin Emas Bertuliskan Syahadat Lebih Tua 2 Abad dari Majapahit?

Penelitian tentang Majapahit dan Gajah Mada diharapkan menjadi proyek resmi pemerintah, termasuk proteksi terhadap data dan peneliti.

oleh Yanuar H diperbarui 23 Jun 2017, 16:00 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2017, 16:00 WIB
Herman Sinung Janutama
Herman Sinung Janutama, penulis buku Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam. (Liputan6.com/Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta - Viral mengenai Mahapatih Gajah Mada adalah muslim dan Majapahit sebagai Kerajaan Islam masih menjadi perbincangan hangat netizen atau warganet. Pernyataan ini muncul dari buku Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam karya Herman Sinung Janutama.

Bukti-bukti yang dimuat dalam buku itu adalah koin mata uang yang dipakai oleh Kerajaan Majapahit. Herman mengatakan, mata uang yang dipakai Majapahit itu sudah beredar kurang lebih 200 tahun sebelumnya. Ini berarti mata uang itu sudah digunakan sejak zaman Kediri.

Koin yang digunakan waktu itu banyak macamnya, mulai dari jenis perunggu hingga emas. Seperti koin bertuliskan kalimat syahadat "La ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah" dan lambang surya Majapahit.

"Majapahit tidak memproduksi itu. Majapahit itu hanya meneruskan, user. Ada beberapa banyak model. Tapi dari perunggu itu nilainya lebih kecil dari perak. Koin itu sudah beredar ratusan tahun, lama sekali termasuk Majapahit user," ucap dia, Senin, 19 Juni 2017.

Herman menyebut, mata uang Majapahit waktu itu ada dinar dengan 4,4 gram 24 karat. Artinya, mata uang Majapahit tetap menggunakan standar dinar internasional.

Dengan demikian, imbuh dia, waktu itu uang itu tidak hanya beredar di internal Majapahit. Penggunaan mata uang itu ada di beberapa manuskrip yang ada seperti di "Babad Menak".

"Jadi karena itu Kresna sama Semar. Di sini kata 'La Ilaha illallah' di tengahnya ada simbol Majapahit lalu di baliknya ada. Artinya, kita bukan Arabisasi, bukan Timur Tengahisme, ini Islam di Tanah Jawa tulen," ujar dia.

Terkait bukti Kerajaan Majapahit adalah Islam didasarkan dari bukunya, Herman merujuk temuan makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik itu tertulis dengan jelas inkripsi di makam tersebut. Dalam baris keempat tertulis kalimat, "Umdatus salatin wal uzaro".

"Umdatus salatin wal uzara itu bendoro itu jungjungan para sultan dan para wazir atau menteri. Dari teks itu saja, kok salatin, kok ada wazir, ya sudah Majapahit itu kesultanan, selesai," tutur dia.

Temuan ini menurut Herman harusnya mendapat perhatian dari pemerintah dengan memproteksi terhadap data dan penelitinya. Selain itu, ia juga menyarankan kepada pemerintah untuk mencontoh Royal Society tempat berkumpulnya para ilmuwan di Inggris.

Dengan demikian, ia berharap ada suatu lembaga ilmiah resmi terkait penelitian sejarah seperti asal usul Gajah Mada. Termasuk kode etik dalam penelitian semacam ini.

"Harapan saya penelitian tentang Majapahit dan kesultanan lain di Nusantara, harus menjadi proyek resmi dari pemerintah dalam koridor pemerintah lalu diproteksi hasilnya, diproteksi buku-bukunya peneliti-penelitinya," ujar dia.

Menurut Herman, ia siap jika ada beberapa pihak yang ingin membuktikan Gajah Mada adalah Islam atau Hindu atau Buddha. Sebab, selama ini, sejarah Gajah Mada dalam taraf mitologi. Alhasil, level riset tentang sejarah harus diberlakukan untuk kasus ini dan ke depannya.

"Tujuh tahun kami membawa data arkeologi dan historis bahwa Majapahit itu Islam. Kalau ada data yang menyatakan Majapahit Hindu dan atau Buddha, monggo kita buktikan bukan interpretasi. Data dong kita di level riset. Silakan kalau ada yang menunjukkan itu," kata penulis buku Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam tersebut.


Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya