Liputan6.com, Purbalingga - Nama aslinya Tulus Pangudi, namun sekarang lebih kondang dengan sebutan Ki Tulus Owah. Owah yang menjadi nama belakangnya merupakan singkatan dari Opera Wayang Humor, seni yang dikembangkan pria 56 tahun itu dari Purbalingga, Jawa Tengah sejak 2015.
Tulus memang pria penuh dengan rasa humor, Ia pun rela dipanggil dengan sebutan “Tulus 74” alias Tulus Untune Maju Lambene Njepat. Sebelum, aktif sebagai dalang, Ia lebih dikenal dengan penyiar radio dan MC pertandingan bola yang sudah lebih dari 20 tahun ditekuni.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinkominfo) Purbalingga itu memang tak bisa lepas dari kehidupan berkesenian. Termasuk karyanya saat ini yang memimpin Opera Wayang Humor.
Advertisement
Baca Juga
Sesuai dengan namanya, wayang yang ditampilkan oleh Ki Tulus lebih banyak menampilkan humor. Pesan moral yang hendak disampaikan berbalut humor ringan nan segar. Tokoh pewayangan pun, selain yang sesuai dengan pakem, Ki Tulus banyak mengembangkan tokoh lain.
Satu hal yang khas, berbeda dengan wayang yang biasanya menggunakan bahasa krama inggil, Ki Tulus menggunakan bahasa Banyumasan alias bahasa ngapak sehari-hari.
Menurut Tulus, penggunaan bahasa ngapak merupakan upayanya untuk nguri-uri bahasa daerahnya. Bahasa ngapak, ujar dia, bukanlah bahasa yang kasar, namun lebih merupakan semedulur (kekeluargaan) dan jujur.
"Dengan bahasa ngapak, mudah akrab dan langsung mengena ke sasaran," katanya.
Uniknya lagi, setiap kali akan pentas, tidak ada latihan khusus. Itu hanya spontanitas. Begitu juga dengan kru anggotanya. "Pementasan spontanitas, yang lucu dan di luar pakem," kata Tulus.
Dalam setiap penampilannya, Tulus didampingi oleh satu sampai dengan lima orang sinden dan sepuluh orang penabuh gamelan dari karawitan Gumiwang Laras pimpinan Kao Giem. Sebagai dalang yang terbilang baru, Tulus masih berusaha untuk mengambil hati masyarakat.
"Saat tampil, juga saya selingi pembagian doorprize, jadi tidak ada penonton yang kabur bubar dulu," ujarnya tertawa.
Ia pun mempunyai pengalaman menyedihkan saat pentas. Ketika itu ia mengadakan pementasan mandiri di mana penonton harus membeli tiket. Sebab hujan lebat, maka penontonnya sedikit, sehingga bukanya untung malah harus menanggung kerugian. “Meski merugi, saya tetap berusaha menghibur diri,’ ujarnya.
Memakai jasa wayang yang dipimpinnya pun cukup terjangkau. Menurut Tulus, dalam setiap pentas selama 4 – 5 jam, Ia dan rombongannya cukup dibayar Rp 7-10 juta. Harga itu sudah termasuk untuk kru wayang yang berjumlah 17 orang.
Tulis kini sudah cukup dikenal di Purbalingga. "Saya sudah tampil sekitar 48 kali di berbagai pelosok di Purbalingga. Untuk pentas di luar Purbalingga, belum dan berharap ada sponsor atau pihak yang mengundang," ujar Tulus.
Saksikan video menarik di bawah ini: