Isu Provokatif Merebak Usai Kematian Sopir Taksi Online di Sumsel

Tiga hari berselang sejak penemuan jenazah sopir taksi online asal Palembang, Sumsel, berbagai dugaan pun muncul.

oleh Raden Fajar diperbarui 25 Agu 2017, 17:20 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2017, 17:20 WIB
Foto ratusan pengemudi ojek online berkumpul di depan gedung DPRD Sumsel yang diposting di instagram @gojekplg (Liputan6.com / ist - Nefri Inge)
Foto ratusan pengemudi ojek online berkumpul di depan gedung DPRD Sumsel yang diposting di instagram @gojekplg (Liputan6.com / ist - Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Misteri kematian Edward Limba, sopir taksi online di Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), yang ditemukan di kawasan perkebunan Banyuasin, masih coba diungkap aparat gabungan Polda Sumsel. Tiga hari berselang sejak penemuan jasad korban pada Selasa lalu, berbagai dugaan muncul.

Salah satu yang mencuat adalah kaitan tewasnya korban dengan demonstrasi angkutan umum konvensional sehari sebelum kejadian. Korban diduga secara acak dipilih oleh pihak tak bertanggung jawab untuk sengaja dijadikan korban.

Diduga, pembunuhan itu untuk menebar teror bagi pengemudi transportasi online lain yang beroperasi di Kota Palembang. Dugaan ini seperti dikemukakan Soleh, warga Jalan Sukabangun, yang kerap menggunakan moda transportasi online. Meski hanya sebatas analisis, ia menduga kemungkinan tersebut ada.

"Mungkin yang tidak terima (adanya transportasi online), jadi sengaja diteror. Kasihan kalau seperti ini, sebab (transportasi) online ini salah satu yang memudahkan," ucap Soleh, Kamis, 24 Agustus 2017.

Isu korban sengaja dihabisi ini menyebar dengan cepat di Palembang. Apalagi, proses penyelidikan oleh kepolisian dianggap sudah cukup lama oleh warga.

Tidak seperti sebelumnya, di mana tim gabungan bentukan Polda Sumsel berhasil dengan cepat mengungkap kasus serupa. Lina, warga lain yang juga mengikuti perkembangan berita tewasnya sopir taksi online ini, berharap kepolisian bisa dengan cepat mengungkap pelaku.

"Saya tahu anaknya dua masih kecil-kecil. Kasihan, tidak ada lagi yang menafkahi," katanya.

Namun, sebelum dugaan tersebut menjadi semakin heboh, Kapolresta Palembang, Kombes Pol Wahyu Bintono Hari Bawono, buru-buru membantah. Sebab, kasus ini tengah dalam penyelidikan dan belum mengarah pada hal tersebut, yakni teror yang sengaja diberikan kepada pengemudi transportasi online.

Justru, Polresta Palembang siap memberikan perlindungan pengamanan tanpa membedakan transportasi online maupun angkutan umum konvensional. Mulai dari permintaan sampai pengaduan.

Menurut Wahyu, bila memang ada intimidasi, baik terhadap sopir ojek dan taksi online maupun angkutan umum konvensional, mereka diminta segera melaporkan kepada polisi. Mereka pun diimbau untuk tidak menanggapi informasi yang tidak benar, termasuk dari media sosial atau medsos yang memprovokasi.

"Kita semua mau kondusif, sedangkan untuk penyelidikan, yakinkan kepada kepolisian bahwa kasus ini akan diusut tuntas," ujarnya.

Zona Merah

Taksi online
Suasana haru pemakaman sopir taksi online yang tewas dirampok. Foto: (Nefri/gojekplg)

Sebelumnya, kasus pengeroyokan dan penganiayaan pengemudi ojek online di Palembang, yang dilakukan oleh pengemudi transportasi konvensional pada Senin, 21 Agustus 2017, berbuntut panjang.

Ratusan pengemudi angkutan online mendatangi Gedung DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) untuk menyampaikan aspirasi dan meminta perlindungan dari ancaman selama ini. Terlebih, pada Selasa, 22 Agustus 2017, salah satu pengemudi online ditemukan meninggal dunia karena dirampok.

Asmid, salah satu pengemudi taksi online, mengatakan mereka tidak ingin meminta apa pun selain pengamanan kepada pihak kepolisian dan wakil rakyat. Selama menjalani profesi ojek online, ia merasa selalu diawasi dan terancam, terutama saat melewati beberapa kawasan di Kota Palembang.

"Kami terintimidasi. Mobil kami sering digedor-gedor seperti rampok saja. Pelaku sering main hakim sendiri. Mereka juga merusak kendaraan kami dan menghajar pengemudi online sesuka hati," ujarnya kepada Liputan6.com.

Di beberapa kawasan, Asmid dan teman seprofesinya sering diawasi, seperti di kawasan Kilometer 7 dan Tangga Buntung Palembang. Bahkan, ada yang sengaja bertanya langsung apakah dirinya pengemudi taksi online atau bukan.

Sandi, pengemudi ojek online lain, pun merasakan hal yang sama. Di beberapa kawasan, mereka tidak boleh mengambil penumpang. Kawasan tersebut disebutnya zona merah dan memang sangat berbahaya jika mereka mencoba masuk ke kawasan tersebut.

"Kami juga cari makan, ditambah bonus kecil, sehingga pendapatan minim. Kalau kami tolak orderan di zona merah, kami bisa dipecat oleh pihak kantor. Sedangkan, sepeda motor ini juga masih kreditan," ia mengungkapkan.

Beberapa lokasi zona merah yang dimaksud, yaitu di kawasan kampus Universitas Sriwijaya (Unsri) di Bukit Besar Palembang, SMA Negeri (SMAN) 3 Palembang, SMAN 16 Palembang, dan SMAN 17 Palembang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya