BNPB: Jumlah Pengungsi Gunung Agung Tembus 134 Ribu Jiwa

Para pengungsi Gunung Agung berada di 484 titik yang tersebar di sembilan kabupaten/kota di Bali.

oleh Anri Syaiful diperbarui 28 Sep 2017, 21:00 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2017, 21:00 WIB
Gunung Agung
Warga beristirahat di lokasi pengungsian di GOR Suweca, Klungkung, Bali, Selasa (26/9). Hingga kini tercatat, 57.418 jiwa mengungsi di 357 lokasi menyusul peningkatan aktifitas Gunung Agung yang masih berstatus awas. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Denpasar - Jumlah pengungsi dari ancaman meletusnya Gunung Agung terus bertambah. Hingga Kamis sore tadi, jumlah pengungsi mencapai 134.229 jiwa di 484 titik pengungsian yang tersebar di sembilan kabupaten/kota di Bali.

Banyaknya jumlah pengungsi ini disebabkan penduduk yang tinggal di luar radius berbahaya pun ikut mengungsi. Sesungguhnya mereka tinggal di tempat yang aman.

"Namun karena sulitnya memahami dan mengetahui batas radius berbahaya di lapangan, menyebabkan masyarakat ikut mengungsi," ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan tertulis, Kamis (28/9/2017) malam.

Menurut dia, batas radius berbahaya yang ada di peta, tidak tampak di lapangan, sehingga warga sulit mengetahui posisi sebenarnya. Apalagi, ketika itu, kenaikan status Awas ditetapkan malam hari, saat terjadi gempa yang beruntun dan ditambah beredarnya banyak informasi palsu (hoax).

"Sehingga masyarakat yang tinggal di daerah aman pun ikut mengungsi. Ini adalah hal yang manusiawi dan sering ditemukan di tempat lain," katanya.

Sutopo merinci, pengungsi sebanyak 134.229 jiwa tersebut berada di Kabupaten Badung, 15 titik (5.879 jiwa), Kabupaten Bangli, 30 titik (6.158 jiwa), Kabupaten Buleleng, 26 titik (16.901 jiwa), dan Kota Denpasar, 51 titik (11.036 jiwa).

Selain itu, Kabupaten Gianyar, 16 titik (12.084 jiwa), Kabupaten Jembrana, 29 titik (420 jiwa), Kabupaten Karangasem, 122 titik (49.575 jiwa), Kabupaten Klungkung, 173 titik (27.395 jiwa), dan Kabupaten Tabanan, 26 titik (4.851 jiwa).

Sutopo memaparkan pula, aktivitas vulkanik Gunung Agung masih tinggi. Tingginya gempa vulkanik menunjukkan masih berlangsungnya dorongan magma ke permukaan. Pengamatan visual tanda-tanda erupsi belum tampak. "Tidak dapat diprediksi pasti kapan Gunung Agung akan meletus. Status tetap Awas (Level IV)," ujarnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Logistik Mencukupi

Gunung Agung
Warga lereng Gunung Agung yang sudah diungsikan ke lokasi pengungsian. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Adapun untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Gunung Agung yang terus bertambah, menurut Sutopo, ketersediaan logistik mencukupi hingga satu bulan ke depan. Bantuan bahkan terus berdatangan, baik bantuan dari pemerintah, pemda, dunia usaha dan masyarakat.

Distribusi bantuan ke pengungsi juga berjalan dengan lancar. Jika ada beberapa titik pengungsian belum menerima bantuan disebabkan pos pengungsi mandiri tersebut tidak melaporkan ke petugas. "Pendataan terus dilakukan agar penyaluran bantuan dapat melayani semuanya," ujar Sutopo.

Sutopo menjelaskan, bantuan masyarakat dan semua elemen di Bali, luar biasa dan semua bergerak. Karakter masyarakat Bali yang suka gotong royong, saling menghargai, senang membantu dan rukun menyebabkan penanganan pengungsi berlangsung dengan lancar.

Antara warga dan aparat pemerintah kompak menyebabkan pengungsi terlayani dengan baik. "Ini adalah modal sosial yang besar yang membentuk masyarakat Bali tangguh menghadapi bencana," ia menambahkan.

Memang, sejak dulu masyarakat Bali memiliki kearifan lokal, Menyama Braya. Menyama Braya adalah konsep ideal hidup bermasyarakat di Bali, sebagai filosofi dari karma margayang bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat masyarakat Bali untuk dapat hidup rukun.

Kerukunan mengandung makna akrab, damai dan tidak berseteru, diibaratkan pada kehidupan sepasang suami istri dalam rumah tangga yang harmonis dan damai dalam menghormati kearifan lokal sebagai landasan strategis mewujudkan makna menyama braya sebagai penguatan jati diri bangsa.

Manusia itu tidak hidup sendiri di dunia ini, tetapi dilindungi oleh komunitasnya, masyarakatnya, dan alam semesta sekitarnya. Manusia pada hakikatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesama umat manusia.

Karena itu, manusia selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik, terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa dan selalu berusaha untuk sedapat mungkin bekerja sama dalam komunitas. "Itulah yang tercermin di Bali, meski Gunung Agung status Awas," Sutopo memungkasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya