Kisah Pasien di Garut Ditahan Pihak RS Gara-Gara Tak Ada Biaya

Sudah dua hari Dede Alif tertahan di rumah sakit dan tidak bisa pulang padahal dirinya sudah dinyatakan sembuh.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 29 Sep 2017, 08:32 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2017, 08:32 WIB
Pasien
(Ilustrasi)

Liputan6.com, Garut - Malang benar nasib Iyet Rahmawati, warga kampung Cibolerang RT/RW 01/07, Desa Karangsari, Karang Pawitan, Kabupaten Garut, Jawa Barat, ini. Sang buah hati, Dede Alif (3), yang menderita sakit kejang-kejang, sudah dua hari ini ditahan pihak Rumah Sakit Umum (RSU) Nurhayati, Garut.

Dede dilarang pulang karena Iyet tidak mampu membayar biaya pengobatan anaknya yang mencapai Rp 2,5 juta.

"Demi Allah mohon tolong saya, berikanlah kebijaksanaan, saya tidak mampu, saya juga mau bayar, tapi tidak hari ini. Namun, pihak rumah sakit malah melarang anak saya pulang sampai ada uang tebusan," ujarnya sambil menangis saat dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis, 28 September 2017, malam.

Iyet mengatakan, awal mula persoalan dimulai sejak dua hari lalu. Saat itu, pihak rumah sakit swasta tersebut, menahan kepulangan sang anak, Dede Alif,(3), yang telah diagnosis sehat dokter Mustakim yang memeriksa anaknya.

"Dokter sendiri yang mengatakan sudah bisa pulang, tapi pas saya ke bagian administrasi dan menyampaikan bahwa anak saya mau pulang serta mau membayar dengan cara mencicil, pihak rumah sakit malah menahannya, padahal surat rujukan tidak mampu dari RT, RW, dan desa saya bawa, tapi tetap tidak bisa," paparnya.

Ia mengakui, total kewajiban bayar yang harus diselesaikan, awalnya Rp 2 juta untuk lima hari perawatan. Namun, sejak dua hari ditahan, biaya yang harus dibayarkan terus membengkak menjadi Rp 2,5 juta atau naik Rp 250 ribu per hari.

"Kalau semakin lama di sini jelas semakin bertambah, mana saya juga sudah tidak punya bekal selama di rumah sakit, mohon kebijaksanaannya, saya janji akan membayar, tapi tolong izinkan anak saya untuk keluar dari rumah sakit," ujar dia merintih meminta belas kasihan pihak rumah sakit.

Iyet yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga serabutan itu menambahkan, dirinya sudah beberapa kali mengajukan keringanan kepada pihak rumah sakit dengan alasan tidak mampu, tetapi hingga kini belum ada kebijaksanaan yang ia peroleh.

"Kata salah seorang pegawai saat di ruang administrasi alasannya tetap tidak bisa (keluar), saya tidak mau bertanggung jawab sebab saya juga pegawai kata dia," ujar Iyet menirukan jawaban pegawai rumah sakit Nurhayati, saat proses negosiasi.

Hingga pukul 19.00 malam ini, Iyet mengaku, ia bersama anaknya masih berada di ruang Sedap Malam kelas 2 Rumah Sakit Nurhayati, sambil menunggu pihak yang mau mengulurkan pertolongan.

"Mohon kepada siapa saja yang mau menolong, anak saya mau pulang, apalagi saya juga sudah tidak bekal," kata dia berharap.

Juru bicara Rumah Sakit Umum (RSU) Nurhayati, Garut, Jawa Barat Yusep Mulyana membantah jika lembaganya dituding menahan kepulangan Dede Alif, (3), pasien miskin asal kampung Cibolerang RT/RW 01/07, Desa Karangsari, Karang Pawitan, Kabupaten Garut.

"Jadi persoalan yang sebenarnya kami tidak menahan pasien, tapi menunggu suami atau ayah dari pasien yang sekarang masih di Tasik, itu pun permintaan ibunya bukan dari kami (menahan)," ujarnya kepada Liputan6.com.

Menurutnya, tidak ada upaya penahanan terhadap seluruh pasien termasuk pasien warga miskin, tetapi tidak adanya penanggung jawab pihak pasien, akhirnya pihak rumah sakit memberikan tenggang waktu. "Tadi sekitar pukul 18.00 magrib pihak kepala desa sudah datang ke rumah sakit dan siap menjadi penjaminnya," kata dia.

Dengan upaya itu, Yusep menegaskan jika pasien Dede Alif (3) yang telah dinyatakan sehat dari penyakit kejangnya itu, sudah bisa diperbolehkan meninggalkan rumah sakit secepatnya. "Tergantung pihak keluarga pasien, malam ini juga jika keluarga pasiennya meminta kami izinkan," kata dia.

Yusep menambahkan, di tengah keterbatasan ekonomi keluarga pasien, ia meminta pihak Desa Karangsari, segera membantu untuk mendaftarkan keluarga pasien Dede Alif mendapatkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang merupakan bantuan dari pemerintah pusat.

"Kasihan, jadi mohon buatkan kartu KIS, agar jika terjadi lagi bisa sedikit membantu pasien," dia menandaskan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya