Alasan Mengapa Registrasi Kartu SIM Sebaiknya Dilakukan Sendiri

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengimbau agar registrasi kartu prabayar dilakukan langsung oleh pelanggan yang bersangkutan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 21 Okt 2017, 18:50 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2017, 18:50 WIB
Kartu SIM
Kartu SIM. (Doc: Uswitch Mobile)

Liputan6.com, Jakarta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengimbau agar registrasi kartu SIM prabayar dilakukan langsung oleh pelanggan yang bersangkutan.

"Daftarkan oleh diri sendiri ya jangan dititipkan ke orang lain karena pendaftaran ini sangat mudah," kata Komisioner BRTI, Agung Harsoyo, Jumat, 20 Oktober 2017.

Cara registrasi cukup mudah. Untuk kartu perdana dilakukan dengan mengirimkan SMS ke 4444 lalu ketik Nomor Induk Kependudukan (NIK)#Nomor Kartu Keluarga (KK)#, sedangkan untuk pelanggan lama dengan format ULANG#NIK#Nomor KK# .

Sebagaimana diketahui, registrasi kartu SIM ini merupakan upaya pemerintah dalam mencegah penyalahgunaan nomor pelanggan terutama pelanggan prabayar.

Penetapan ini diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 12 Tahun 2016 tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi, yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2017.

"Jadilah pengguna jasa teknologi telekomunikasi yang baik," tambah Agung.

Dia menambahkan, proses registrasi kartu SIM dari pelanggan ketik akan disinkronkan dengan data Dukcapil untuk kemudian divalidasi. "Kemudian ketika balik nomornya jadi aktif," ucapnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini!

Perlu Undang-Undang Data Pribadi

Kartu SIM
Sosialisasi pelaksanaan registrasi kartu prabayar telekomunikasi. Foto: (Huyogo Simbolon/Liputan6.com)

Ketua Cyber Law Centre FH Unpad Sinta Dewi menilai, Indonesia perlu segera memiliki peraturan dan mekanisme yang secara khusus dalam memberikan perlindungan data pribadi.

Tanpa adanya aturan yang tegas, tidak ada jaminan bahwa pemerintah, swasta, maupun perorangan akan melindungi dan menghormati data pribadi warga Indonesia.

"Data itu hak paling mendasar, hak asasi manusia akan terbawa sampai mati. Jadi, perlindungannya harus kuat," tutur Sinta.

Dikatakan Sinta, saat ini ada 30-an undang-undang yang memiliki konten penggunaan data pribadi yang berhubungan dengan berbagai sektor. Meski begitu, dari berbagai macam aturan tersebut tidak ada yang secara spesifik mengatur perlindungan data pribadi.

"Di Indonesia, peraturan khusus hingga mekanisme perlindungan data pribadi belum ada," tuturnya.

Sinta mencontohkan data dalam e-ktp yang merekam informasi mulai dari golongan darah, jenis pekerjaan, tanggal lahir, dan sebagainya.

"Mereka mengatakan aman, tapi harus dievaluasi lagi seberapa aman. Kartu keluarga dan NIK ini wilayahnya sangat pribadi. Kenapa pribadi? Karena di dalamnya begitu ditelusuri ada semua, ada data biometriknya juga," katanya.

Sinta yang turut dalam tim perancang undang-undang perlindungan data pribadi mengatakan, RUU tersebut sedang digodok di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).

"Itu sekarang digodok di Kemkominfo masih tahap pembahasan. RUU-nya spesifik melindungi data pribadi kita berlaku di semua industri," ujar dia.

Undang-undang tersebut di dalamnya berisi prinsip perlindungan data pribadi yang berlaku secara universal.

"Misal data masuk ke suatu institusi, itu data untuk apa. Kalau masuk perbankan tidak boleh datanya dipakai untuk asuransi, kesehatan, dan hanya untuk perbankan. Ada sekitar 7-9 prinsip dasar yang harus dipenuhi," paparnya.

Selain itu, undang-undang ini juga diusulkan untuk memberlakukan sanksi berupa hukuman denda dan hukuman badan. "Sebab yang diatur dalam 30-an undang-undang sekarang sanksinya masih administratif," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya