Liputan6.com, Makassar - "Nyawa kami terancam dengan adanya orangtua yang membawa parang dan tombak yang selalu mengancam dan meresahkan warga," ujar Bripka Sahabuddin memulai kisahnya.
Peristiwa pergumulan dengan orang gila tiga tahun lalu itu tidak akan pernah dilupakan Sahabuddin. Sebab, momentum tersebut yang membuat dirinya mendapat perhatian khusus dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Dia mendapatkan piagam penghargaan dari Tito. Ia juga mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan perwira tanpa tes pada 2018 mendatang. Dengan begitu, Sahabuddin segera naik pangkat.
Advertisement
Sahabuddin memang dikenal sebagai sosok polisi yang perhatian terhadap orang gila. Setidaknya, sudah ada 20 lebih warga yang mengalami gangguan kejiwaan ia urus hingga sembuh.
"Metode hanya pendekatan, komunikasi, terus koordinasi dengan pihak keluarga," kata Sahabuddin di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, 25 Oktober 2017.
Sebagai Bhabinkamtibmas, jiwanya langsung terpanggil begitu mendapati warganya yang mengalami gangguan kejiwaan. Apalagi, tak sedikit yang mengalami pemasungan. Sahabuddin lalu mengurusnya hingga sembuh.
Baca Juga
Sahabuddin membawanya ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dadi, Makassar. Tak berhenti di situ, ia terus memantau perkembangan kejiwaan warganya. Dia pula yang memikirkan pembiayaan mereka.
Sebab, rata-rata penderita gangguan kejiwaan berasal dari keluarga tidak mampu. "Saya bantu warga untuk mengurus berkas seperti KIS (Kartu Indonesia Sehat) supaya dibiayai pemerintah. Karena biaya pengobatannya kan mahal," ucap dia.
Belum lagi jarak antara tempatnya bertugas, yakni Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru dengan Kota Makassar yang cukup jauh, yakni sekitar 107 km. Sahabuddin butuh waktu tiga jam untuk membawa orang gila atau pasien gangguan kejiwaan menuju RSJ Dadi, Makassar, menggunakan mobilnya.
"Biaya akomodasi sama makan kadang dari uang pribadi saya, patungan dari teman-teman, bantuan dari Pak Kapolsek. Tapi, alhamdulillah saya tidak pernah kekurangan," tutur Sahabuddin.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Awal Mula
Aksi kemanusiaan ini tak lepas dari tugasnya sebagai Bhabinkamtibmas untuk melayani dan mengayomi masyarakat dalam aspek keamanan dan ketertiban. Kala itu, ia mendapatkan laporan bahwa ada orang gila yang aksinya sangat meresahkan.
Orang gila itu kerap membawa senjata tajam berupa parang dan tombak. Dia beberapa kali menebar ancaman terhadap warga. Bahkan orang gila tersebut juga mengancam keselamatan tokoh masyarakat setempat.
Berkat keberanian dan ketulusan Sahabuddin, pria tua tersebut berhasil diamankan. Atas petunjuk komandannya, Sahabuddin lantas berkoordinasi dengan pihak keluarga dan membawanya ke RSJ Dadi Makassar untuk diobati.
"Di situlah mulai kami bergerak, berkoordinasi dengan para kepala dusun, desa, sampai ke puskesmas mencari datanya, berapa jumlah penderita gangguan kejiwaan di wilayah kami," ucap Sahabuddin.
Meski naik jabatan, Sahabuddin tidak lantas menanggalkan jiwa sosialnya itu. Pria berusia 41 tahun yang kini menjabat sebagai Kanit Binmas Polsek Tanete Riaja itu tetap mengurus warganya yang sakit jiwa hingga sembuh.
Penderita gangguan kejiwaan di Kecamatan Tanete Riaja, memang cukup banyak. Usianya pun variatif, mulai anak di bawah umur hingga lansia. Banyak faktor yang menjadi pemicu, antara lain masalah ekonomi, perceraian, hingga akibat belajar ilmu gaib.
Kondisi ekonomi dan minimnya pengetahuan masyarakat membuat penderita gangguan kejiwaan terpaksa hanya dipasung. Hal itu dilakukan agar si penderita gangguan kejiwaan tidak membahayakan orang lain.
Advertisement
Mengubah Paradigma Masyarakat
Pengabdian dan ketulusan Sahabuddin perlahan telah mengubah cara pandang masyarakat dalam menangani penderita gangguan kejiwaan. Setidaknya, tidak ada lagi pemasungan terhadap warga yang menderita gangguan kejiwaan.
"Saya kira kemarin-kemarin banyak warga yang memasung lantaran mereka berpikir karena tidak bisa mengendalikannya," ujar Lurah Lompo Riaja, Kecamatan Tanete Riaja, Sulaeman.
Selain itu, ucap Sulaeman, banyak warga yang kala itu beranggapan bahwa pemasungan merupakan metode penyembuhan sakit jiwa. Padahal, pemasungan merupakan pelanggaran HAM.
"Ini yang membuka wawasan masyarakat, bahwa warga yang gila bisa disembuhkan dengan penanganan medis secara terukur, bukan untuk dipasung," ucap dia.
Sulaeman sangat mengapresiasi tindakan Sahabuddin sebagai pelopor penanganan penderita gangguan kejiwaan di wilayahnya. Lebih dari itu, Sahabuddin juga dikenal cukup berjasa terhadap masyarakat setempat.
"Pak Sahabuddin bukan cuma dampingi orang gila. Termasuk dia memfasilitasi masyarakat kami persoalan administrasi kependudukan, mendampingi sampai masyarakat mendapatkan identitas kependudukan yang semestinya," kata dia.
Urusan gorong-gorong tidak pernah ketinggalan. Sahabuddin selalu menyempatkan diri turun ke jalan membantu warga kerja bakti. Maka tak heran jika bapak dua anak itu cukup akrab dengan warganya.
"Tentu harapan saya, agar virus kebajikan yang dibawa Pak Sahabuddin ini menular ke yang lain," ujar Sulaeman.
Kabar tentang pengabdian Sahabuddin mengurus orang gila dengan cepat tersiar ke seluruh wilayah Kecamatan Tanete Riaja. Tak sedikit warga yang kemudian mencarinya untuk dibantu.
Seperti yang dilakukan Sopyan. Ingatan pria 32 tahun itu langsung tertuju pada Sahabuddin begitu melihat salah satu keluarganya dipasung. Ia lantas menghubungi Sahabuddin.
"Makanya langsung saya telepon Pak Sahabuddin, dan saat itu juga dia minta saya siapkan berkas, dan besoknya om saya dijemput," kata Sopyan.
Padahal, kampung Sopyan cukup jauh dari tempat tinggal Sahabuddin. Namun, respons yang diberikan Sahabuddin cukup cepat. Hingga akhirnya, keluarga Sopyan yang semula dipasung karena gila kini telah sembuh dan beraktivitas secara normal.
"Saya tinggalnya di desa paling ujung di kecamatan ini, sekitar 20 km. Makanya kami sangat berterima kasih kepada Polri dan khususnya Pak Sahabuddin," ujar dia.