Kisah Garudeya Menyelamatkan Ibu Pertiwi dalam Sebuah Kendi

Keramik berbentuk dasar kendi itu terinspirasi dari relief Garudeya di Candi Kidal

oleh Zainul Arifin diperbarui 30 Okt 2017, 07:30 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 07:30 WIB
Kisah Garudeya Menyelamatkan Ibu Pertiwi dalam Sebuah Kendi
Corak keramik bersumber dari relief Candi Kidal karya Ponimin dipamerkan di Gedung Kesenian Kota Malang (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Malang - Sedikitnya 40 keramik berderetan rapi terpajang di dalam Gedung Dewan Kesenian Kota Malang, Jawa Timur. Keramik berbentuk dasar kendi (gerabah tempat air minum) dihiasi lilitan garis sampai tempelan figur manusia dan binatang.

Seluruh keramik itu karya Ponimin, keramikus yang juga Dosen Seni Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Ia tengah menggelar pameran tunggal bertema ‘Kendi Patirtan Kehidupan’ selama 28 – 31 Oktober di Gedung Dewan Kesenian Kota Malang.

Karya itu bergaya deformatif figurative dan bercerita tentang kehidupan manusia dan alam sekitar. Ia membuat keramik dengan teknik pinching atau pijat dan tempel dengan dua kali proses pembakaran. Pewarnaan dengan teknik lelehan glasir yang tebal tak beraturan.

"Membuat keramiknya itu mudah, paling sulit adalah mencari ide untuk konsep keramik," kata Ponimin di Malang, Minggu, 29 Oktober 2017.

Tema pameran ‘Kendi Patirtan Kehidupan’ itu bersumber dari relief Garudeya di Candi Kidal. Relief menggambarkan seekor garuda menyangga kendi berisi air suci (tirta amerta). Menurut mitos, itu menceritakan seorang anak yang berusaha menyelamatkan ibunya dari perbudakan.

Kisah itu diibaratkan penyelamatan ibu pertiwi sekaligus menyelamatkan sumber kehidupan. Keramik karya Ponimin itu diberi beragam judul seputar air dan kehidupan. Misalnya, ‘Menggapai Patirtan Suci’, ‘Siklus Patirtan Kehidupan’ sampai ‘Elang Kembar Penjaga Keagungan Patirtan’.

"Air dalam kendi sebagai simbol kehidupan. Ada banyak kebudayaan kita yang bisa menjadi sumber inspirasi dalam berkarya," ujar Ponimin.

Keramik berbentuk dasar kendi itu sekaligus bentuk keprihatinan dengan semakin tergerusnya budaya lokal berupa kendi itu. Masyarakat Indonesia kalah dengan masyarakat Tiongkok maupun Jepang yang masih merawat budaya minum teh dengan teko untuk penyajiannya.

"Secara tak langsung, tradisi di Tiongkok dan Jepang itu turut melestarikan perajin keramik," ucap Ponimin.

Indonesia memiliki budaya lokal ngunjuk tuyo wening atau minum air bening dengan kendi sebagai wadahnya. Tapi, tradisi itu kalah dengan kehidupan modern yang meminum air dari gelas atau wadah berbahan plastik dan kaca. Minum air dari kendi diyakini lebih menyehatkan.

"Kendi punya pori – pori yang bisa menyerap racun, menghigieniskan air tanpa perlu dimasak," kata Ponimin.

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya