Batik Lukis Ponorogo, Tanpa Canting dan Malam

Pembatik lukis Ponorogo mengandalkan kuas untuk menghasilkan karya. Meski begitu, proses pembuatannya memakan waktu berbulan-bulan.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 02 Nov 2017, 08:00 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2017, 08:00 WIB
Batik Lukis Ponorogo, Tanpa Canting dan Malam
Pembatik lukis Ponorogo mengandalkan kuas untuk menghasilkan karya. Meski begitu, proses pembuatannya memakan waktu berbulan-bulan. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Ponorogo - Batik yang biasanya dibuat menggunakan canting dan malam, kini dirombak total oleh Guntur Sasono. Warga Jalan Kartini, Desa Carat, Kecamatan Kauman, Ponorogo itu menggantikan dua peralatan khas membatik dengan kuas. Produknya, ia namakan batik lukis.

Guntur bertutur, penciptaan batik lukis berawal dari tugasnya sebagai guru seni rupa pada 2009 lalu untuk membuat batik. Ia lalu belajar batik secara otodidak. Namun karena ingin terobosan baru, ia menciptakan batik lukis.

"Batik lukis ini one design one product. Jadi, tidak ada yang bisa meniru bahkan saya sendiri juga tidak bisa," tuturnya saat ditemui Liputan6.com, Selasa, 31 Oktober 2017.

Menurutnya, batik lukis karyanya tidak dibuatkan pola lebih dulu tetapi langsung dieksekusi di atas kain katun begitu ada inspirasi. Pemilihan kain katun ini disebabkan kain jenis ini mudah menyerap warna dibandingkan kain jenis lain.

"Untuk satu kali, pembuatan batik lukis membutuhkan waktu minimal satu bulan," ucapnya.

Untuk membuat satu batik lukis, ia harus menunggu kering dulu lukis awalnya baru ditimpa lukisan berikutnya. Seperti itu terus berulang hingga selesai. Saat ini, Guntur mengerjakan dua tipe batik lukis untuk fesyen dan lukisan.

"Fesyen biasanya butuh 2,4 meter kain, kalau lukisan sesuai permintaan saja," katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

Berharga Jutaan

Batik Lukis Ponorogo, Tanpa Canting dan Malam
Pembatik lukis Ponorogo mengandalkan kuas untuk menghasilkan karya. Meski begitu, proses pembuatannya memakan waktu berbulan-bulan. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Alumni Universitas Negeri Surabaya ini menambahkan untuk satu batik lukis jenis fesyen, Guntur mematok harga Rp 1 juta hingga belasan juta. Sedangkan untuk batik lukisan, ia mematok harga mulai Rp 5 juta hingga puluhan juta.

"Tergantung tingkat kesulitannya seperti apa, baru bisa mematok harga," tuturnya.

Ia mengaku lebih menekuni seni lukis kontemporer dibandingkan seni lukis klasik. Baginya kontemporer lebih mudah diaplikasikan dan banyak ide.

"Berbeda kalau satu aliran, kalau bosan ya tidak berkarya," ucapnya.

Batik kontemporer, lanjutnya, lebih mudah diterima kalangan muda terutama pelajar yang ingin mendalami batik. Melalui batik kontemporer, siswa yang memiliki bakat menggambar lebih mudah menyalurkannya.

"Kadang siswa saya ajak membatik, dia menggambar garis, nanti saya tambahi, kan seru," katanya.

Guru seni rupa di SMAN 1 Kauman ini juga sering mengikuti pameran di Surabaya, Madiun, Ngawi, Yogyakarta, dan Ponorogo sendiri. Namun, ia lebih sering pameran ke Surabaya, karena pangsa pasar lebih terbuka lebar di sana.

"Saya sering dapat pesanan dari Surabaya, paling laris di sana," ujarnya.

Gaya Membatik Malaysia

Sementara itu, dilansir dari Star2, Senin, 16 Oktober 2017, pengerajin batik juga dapat ditemukan di negara tetangga Malaysia. Di negara ini, batik tradisional mereka dinamakan dengan batik terap atau batik cap. Batik terap merupakan batik yang menggunakan blok cap untuk menghasilkan berbagai motif yang diinginkan.

Haniza Hisham, seorang pengrajin batik terap mengungkapkan bahwa, setidaknya ia memerlukan waktu lebih kurang sekitar lima hari untuk membuat selembar kain batik dengan menggunakan metode tradisional terap atau canting.

Pada hari pertama, kain polos dicuci dengan menggunakan tangan untuk menghilangkan kotoran yang ada. Setelah itu, kain tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari. Kemudian kain direnggangkan secara rata pada sebuah alas sebelum proses membatik dimulai.

Di hari kedua dan ketiga, kain yang sudah kering tadi dicap dengan blok batik terap menggunakan lilin atau dilukis dengan tangan menggunakan canting. Pada proses inilah dibutuhkan kesabaran, ketekukan dan kecermatan agar hasil gambar sempurna. Selain itu juga dibutuhkan kecepatan tangan karena proses pembuatan dilakukan dengan menggunakan lilin panas.

Pada hari keempat, kain yang sudah dicap atau dilukis tadi, akan dicelupkan ke dalam pewarna. Tahap terakhir di hari kelima adalah merebus kain batik. Kain lilin tadi dicelupkan ke dalam air mendidih dan diaduk perlahan untuk melonggarkan lilin. Setelah beberapa menit, kain diangkat lalu dicuci dengan menggunakan air hingga bersih untuk menghilangkan kelebihan zat warna dan lilin.

Setelah semuanya dipastikan bersih, kain kemudian digantung hingga kering di tempat yang teduh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya