Liputan6.com, Surabaya - Praktik prostitusi online kembali diungkap Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya, Jawa Timur. Kali ini tersangkanya bernama Fitri Dewi Sari (27), ibu muda yang tengah hamil tujuh bulan.
Modus yang dilakukan perempuan asal Sabutung Baru Kokoa, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makasar, Sulawesi Selatan, ini menjual korban yang merupakan temannya melalui akun Facebook, Zee Dewi Iba II.
"Tersangka ini ditangkap 30 Oktober 2017. Dia diamankan karena juga menawarkan layanan seks threesome. Saat ditangkap korbannya maupun tersangka dalam keadaan telanjang, sedang melayani tamunya berada di dalam kamar nomor 302 hotel di Surabaya Selatan," kata Kompol Lily Djafa, Kasubag Humas Polrestabes Surabaya, Kamis, 2 November 2017.
Advertisement
Baca Juga
Menurut mantan Kasubag Humas Polres Tanjung Perak, Surabaya ini, Fitri mematok harga Rp 700 ribu per dua jam. Upah ini dibagi dengan temannya. Dia mendapatkan Rp 300 ribu, sementara temannya mendapat Rp 400 ribu.
Pantauan Liputan6.com, saat gelar perkara di depan Gedung Anindita Polrestabes Surabaya, perut Fitri sudah tampak buncit. Dia mengaku menjual diri dan temannya karena alasan ekonomi.
Uang yang dia dapat akan digunakan untuk biaya persalinan. Diketahui, sebelum menjual mantan teman SMP-nya melalui media sosial, tersangka juga telah berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK).
"Saya mengandung tujuh bulan, tapi saat melakukan hubungan itu suami saya tidak tahu karena sedang kerja, karena keperluan sangat mendesak saya lakukan ini," ucap tersangka kasus prostitusi online yang wajahnya tertutup topeng itu.
Atas perbuatannya, Fitri dijerat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Pasal 296 KUHP, dan Pasal 506 KUHP.
Barang bukti yang disita, yaitu dua lembar struk hotel, uang tunai sebesar Rp 500.000 yang disita dari tangan tersangka, dan satu telepon genggam merek Xiaomi warna emas, serta satu telepon genggam Samsung warna emas.
Bisnis Esek-Esek Terselubung Usai Ditutupnya Dolly
Meski Pemkot Surabaya sudah menutup lokalisasi Dolly yang terkenal se-Asia Tenggara, bisnis esek-esek tetap berjalan dengan cara terselubung melalui media sosial, salah satunya Facebook.
Ponco Prihantoro (36), salah satu pelaku bisnis esek-esek dengan modus menjual wanita, diringkus Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya.
"Kami tangkap tersangka karena terbukti dalam sebulan saja, dia bisa menjual enam wanita untuk dinikmati para pria hidung belang," Kasatreskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Leonard Sinambela, Jumat, 27 Oktober 2017.
Mantan Wakasat Narkoba Polrestabes Surabaya AKBP Leonard Sinambela mengatakan penangkapan tersangka Ponco saat dia berada di salah satu hotel di kawasan Surabaya Selatan.
"Ponco disergap saat menunggu wanita yang dijualnya di hotel, Kamis, 26 Oktober 2017 malam kemarin. Ponco disergap setelah Unit PPA menggerebek kamar hotel yang digunakan si wanita melayani pelanggan Ponco.
"Kami sergap muncikarinya (Ponco) saat berada di lobi hotel. Bersama itu juga kami sita uang tunai 300 ribu, hasil transaksi prostitusi dan sebuah HP milik muncikari yang dipakai menjalankan bisnisnya," papar kata Leonard.
Dari hasil pemeriksaan, Ponco telah menjalankan bisnis prostitusinya selama tiga bulan terakhir. Ponco memiliki 10 wanita yang ditawarkannya melalui media sosial Facebook.
Pria berambut klimis ini menuturkan cara dirinya melakukan bisnis penyewaan perempuan ini. Dia mengatakan, ada sejumlah akun Facebook yang dia buat untuk menyamarkan bisnis haramnya itu.
"Saya buat akun WP Real Jatim, Info Purel dan Wisata Malam Surabaya (stw, janda, tante, kimcil). Di grup Facebook ini, dan saya sendiri yang mosting foto wanita-wanita yang dijajakan," Ponco mengungkapkan.
Cara kerjanya, dia akan berkomunikasi melalui jalur pribadi dengan akun yang mengomentari unggahan foto-foto wanita di akun Facebook-nya dan mengirimkan nomor kontak melalui kotak masuk (inbox) akunnya.
Ponco melakukan komunikasi melalui WhatsApp dengan calon pelanggannya. "Wanita-wanita itu dibanderol tersangka antara 250 hingga 300 ribu sekali kencan. Tarif itu di luar biaya booking hotel," sebut Leonard.
Salah satu wanita yang dijajakkan Ponco pada bisnis prostitusinya, yaitu AE, wanita 26 tahun asal Surabaya. Saat melayani pria hidung belang di hotel tersebut, AE saat itu dibanderol Rp 300 ribu oleh Ponco.
Dari tarif itu, Ponco mendapatkan 150 ribu, selebihnya diberikan kepada AE. "Seminggu terakhir, tersangka (Ponco) berhasil menjual sebanyak tiga wanita," ucap Leonard.
Sementara, kepada polisi, Ponco berdalih bahwa dirinya hanya mencoba menolong para wanita tersebut. Namun, Ponco tidak menampik jika dirinya menerima upah dari jasa yang dikelolanya itu. Ponco dijerat dengan pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan atau Pasal 506 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Advertisement
Polisi Bongkar Prostitusi Online Grup FB Penikmat Lendir Surabaya
Ditutupnya lokalisasi Dolly oleh Pemerintah Kota Surabaya, tak lantas membuat bisnis prostitusi berhenti. Prostitusi kini malah merambah ke dunia online. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya berhasil membongkar bisnis prostitusi online di wilayah hukum Surabaya.
Kepala Unit PPA Polrestabes Surabaya, Ajun Komisaris Polisi Ruth Yenni mengatakan, terbongkarnya praktik prostitusi online berawal dari penggerebekan di sebuah hotel di Surabaya. Prostitusi online itu semula bertransaksi di sebuah grup Facebook bernama Penikmat Lendir Surabaya.
"Praktik ini terbongkar berawal dari penggerebekan di salah satu hotel di Surabaya Barat, dengan menemukan seorang perempuan berinisial Ev yang diminta tersangka Abdur Rohman (37) untuk melayani pria hidung belang dengan tarif Rp 1 juta," kata Yenni, Jumat, 25 Agustus 2017.
Polisi menduga perempuan berinisial Ev yang berasal dari Bojonegoro itu merupakan korban trafficking yang dilakukan Abdur Rohman (AR). Sebab, Ev mengaku kenal AR sejak empat bulan lalu.
"AR mem-posting foto wajah gadis itu disertai tarif kencan Rp 1 juta semalam. Posting-an itu ada di grup Penikmat Lendir Surabaya," tutur Yenni.
Yenni melanjutkan, unggahan AR itu langsung ditanggapi pria hidung belang. Setelah terjadi kesepakatan, mereka bertemu di salah satu hotel di wilayah Surabaya barat. Polisi kemudian mencocokkan data dengan yang ada di media sosial.
"Data itu ternyata akurat. Akhirnya kami tangkap AR yang menjadi muncikari itu," jelas Yenni.
Dari penangkapan itu, polisi menyita barang bukti berupa kuitansi pembayaran hotel, uang Rp 400 ribu, dan satu unit ponsel silver merek Samsung. Atas perbuatannya, AR dipersangkakan sebagai pelaku kasus trafficking. AR dijerat Pasal 2 UU RI No 23 Tahun 2007 dengan ancaman hukuman tiga tahun penjara.