Liputan6.com, Banjarnegara - Bencana tanah longsor kembali terjadi di Desa Suwidak, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Gerakan tanah menyebabkan jalan beton penghubung antardusun sepanjang 100 meter ambles sedalam 50 meter.
Putusnya jalan utama menyebabkan warga di empat dusun harus memutar ke jalur alternatif sejauh 1,5 kilometer. Pasalnya, area longsoran amat curam dan sangat berisiko kembali terjadi longsor.
Anak-anak pun terpaksa menerabas semak belukar untuk mencapai satu-satunya sekolah dasar (SD) di Desa Suwidak yang berada di Dusun Ngaliyan, Banjarnegara. Mereka terpaksa meniti jalur licin dan curam di lereng perbukitan untuk menuju sekolah.
Advertisement
Warga tak berani membuka jalur baru yang berdekatan dengan jalan utama. Selain curam, area di sekitar longsoran juga masih labil dan berisiko tinggi terjadi longsor atau gugur susulan.
Baca Juga
Kepala Desa Suwidak, Arif Santosa mengatakan, sementara ini pihaknya baru mendata dan melaporkan peristiwa bencana alam tersebut ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara. Penanganan, akan diserahkan sepenuhnya kepada BPBD.
"Jangankan membuat jalur, mendekat saja warga takut. Soalnya tanahnya sangat labil," ucap Arif Santosa, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 22 November 2017.
Ia beralasan, warga tak cukup memiliki pengetahuan untuk menangani bencana longsor besar seperti yang terjadi kali ini. Selain itu, warga juga masih trauma dengan bencana longsor yang terjadi di RT 01 RW 2, Desa Suwidak, akhir tahun 2016.
Saat itu, sepuluh rumah rusak berat dan ambruk. Akibatnya, puluhan jiwa terpaksa diungsikan ke tempat lebih aman. Selanjutnya, pengungsi tinggal di hunian sementara sembari menungggu proses relokasi.
Area yang kini longsor juga masih satu jalur dan hanya berjarak sekitar 200 meter dari RT 01 RW 2. Gerakan tanah sama-sama menuju Sungai Merawu yang mengalir di kaki perbukitan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gerakan Tanah Ancam Permukiman
Gerakan tanah juga menyebabkan perkebunan salak seluas tujuh hektare rusak. Tanaman dan material jalan terseret ratusan meter mendekati aliran Sungai Merawu. Tanaman salak itu tertimbun material tanah dan pepohonan yang meluncur dari "mahkota" retakan.
Terdata, sebanyak 17 ribu tanaman salak dipastikan tak lagi bisa berproduksi. petani diperkirakan mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah.
"Pemiliknya ada 20 orang, Kalau lahannya mencapai tujuh hektare. Sudah pasti mati semua, tidak bisa berbuah lagi," ujarnya.
Ia juga khawatir, area longsoran semakin meluas. Pasalnya, di jarak 50 meter dari "mahkota" longsoran, terdapat permukiman warga Dusun Ngaliyan. Warga terpaksa bergadang tiap malam, terutama saat hujan turun lebat. Mereka khawatir longsor terjadi di perbukitan di atas permukiman.
Arif menjelaskan, karakter longsoran di daerahnya adalah rayapan. Sesuai sifatnya, longsoran jenis ini biasanya bergerak perlahan.
Dia menuturkan, pada awalnya, retakan muncul pada 12 November 2017 lalu. Kemudian, retakan selebar beberapa centimeter itu bertambah hingga 1,5 dan dua meter. Lantas, "mahkota" retakan mulai turun.
Tiba-tiba pada Minggu, 19 November 2017, warga dikejutkan dengan amblesnya jalan. Padahal, sehari sebelumnya, warga masih melintas di jalur ini tanpa kesulitan. Longsor dipastikan terjadi pada Sabtu dini hari lalu, ketika hujan deras turun di daerah tersebut.
Advertisement