Liputan6.com, Surabaya - PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 8 Surabaya menertibkan sebuah rumah di Jalan Kalasan Nomor 16, Surabaya. Penertiban tersebut berujung ricuh lantaran ratusan massa mengadang petugas KAI hingga aksi dorong dan pukul tidak terelakkan.
Tidak hanya itu, lemparan batu dan air mineral kepada petugas KA juga menyebabkan empat petugas mengalami luka-luka. Beruntung aksi dapat diredam setelah ratusan pegawai KAI memilih mundur.
"Ricuh, bentrok, tangga saya kena lemparan batu. Untung cuma tangan, bukan kepala saya," ucap Benz, wartawan RRI Surabaya, yang meliput kericuhan itu kepada Liputan6.com, Kamis, 28 Desember 2017.
Advertisement
Baca Juga
Sekretaris Aliansi Penghuni Rumah Negara (APRN) Jatim, Usman, mengatakan tindakan penertiban aset yang dilakukan PT KAI dengan memaksa itu tidak berdasar. Ia menyebut lahan yang menjadi objek sengketa dalam posisi status quo. Dengan begitu, siapa pun tidak boleh merasa memiliki tanah.
"Sudah ada putusan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 8 September 2015. Yang jelas kedua belah pihak harus menghormati. Padahal dalam gugatan, tidak pernah di situ ada klausul yang menyatakan Kalasan 16 itu harus dikosongkan," ujarnya.
Ia menegaskan, warga akan terus melawan sebab tindakan penertiban aset yang dilakukan PT KAI melawan hukum. Jika objek yang disengketakan ini dikosongkan, PT KAI juga tidak perlu datang dengan massa banyak.
"Kalau ini memang ada klausul yang menyatakan harus dikosongkan, kan tidak perlu KAI yang melaksanakan. Cukup mengajukan ke Pengadilan Negeri untuk melaksanakan eksekusi, karena PN sebagai eksekutornya," ucapnya.
Â
Jawaban PT KAI
Dia juga mempertanyakan surat legalitas yang dimiliki PT KAI atas aset di jalan Kalasan 16. Terlebih di sekitar kawasan ada bukti bisa dijadikan sertifikat pribadi.
"Selama ini yang dibuktikan Pt KAI bahwa memiliki sertifikat itu bukan sertifikat, tapi surat hak pengelolaan (SHP). Nah, hak pengelolaan itu ada waktunya. Yang kami curigai saat ini ada Kalasan 31 sampai 37, bahwa ketentuan SKP itu tidak boleh diperjualbelika. Tapi kenyataannya saya punya bukti, salah satunya Kalasan 37 itu jadi sertifikat pribadi," katanya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Manajer Humas PT KAI Daop 8 Surabaya, Gatut Sutiyatmoko, membantah status quo aset tersebut. Dia menyampaikan, apa yang diklaim warga tidak beralasan. Ia menjelaskan gugatan perdata yang diajukan oleh warga ditolak pengadilan.
"Kita juga diperkuat putusan pidana dari Mahkamah Agung yang memperkuat putusan pidana Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi yang menerangkan penghuni rumah dinas dinyatakan bersalah. Kalau segi perdata gugatannya itu ditolak," tutur Gatut.
Mediasi yang dilakukan PT KAI lanjut Gatut juga tidak membuahkan hasil. Pertemuan di Kecamatan Pasar Keling untuk menyepakati titik temu tidak mendapatkan respons warga. Dengan tidak hadirnya warga, penertiban untuk sementara ditunda.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement