Liputan6.com, Cilacap - Pada Desember 2017 lalu, harga beras mendadak melambung tinggi di Cilacap, Jawa Tengah. Hingga awal 2018, beras medium bertengger di kisaran harga Rp 12 ribu per kilogram.
Harga itu berada jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) beras medium yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 9.450 per kilogram. Namun, apa mau dikata, permintaan tinggi tak diimbangi dengan pasokan yang melimpah.
Salah satu yang terimbas tingginya harga beras adalah Nenek Sajiah. Warga Gandungmangu, Kabupaten Cilacap, berusia 73 tahun itu tiap sepekan sekali mestinya membeli beras di pasar sebanyak 4 atau 5 kilogram.
Advertisement
Namun, sejak harga beras naik, ia terpaksa mengubah jadwal membeli hanya dua pekan sekali. Beras itu lantas dicampur dengan beras sejahtera (raskin) yang kualitasnya buruk.
Baca Juga
Memang, ada kalanya, ia memperoleh jatah raskin yang kualitasnya lumayan. Akan tetapi, lebih sering ia menerima raskin berwarna kuning, kadang menggumpal, dan beras berkutu.
Dalam kondisi normal, di pasar-pasar tradisional di Cilacap, harga beras kualitas medium berkisar Rp 8.000–9.000 per kilogram. Harga yang tinggi di luar kemampuan Nenek Sajiah untuk membeli rutin.
"Beras berkutunya ditapeni (diayak) dulu, nanti kutunya dibuang," dia menuturkan, Jumat, 5 Desember 2018.
Sajiah biasanya mencampur raskin dengan beras yang ada di pasar dengan perbandingan 2:1, atau 2 kilogram beras bagus dan 1 kilogram raskin. Lantaran harga tinggi, campurannya pun berubah, menjadi lebih banyak raskinnya.
Bulog Jateng Gelar Operasi Pasar (OP) Beras
Kenaikan harga beras yang signifikan itu diakui oleh kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) Subdivisi Regional (Divre) 4 Banyumas, Setyo Wastono. Sebab itu, sejak Desember 2017, Bulog Banyumas menggelar operasi pasar di empat kabupaten wilayahnya.
Empat kabupaten itu adalah Banyumas, Banjarnegara, Cilacap, dan Purbalingga. Secara simultan, operasi pasar digelar untuk menekan harga beras medium yang terus melambung menyusul minimnya persediaan gabah di tingkat petani.
Dalam operasi pasar itu, konsumen maupun pedagang beras bisa membeli dari Bulog dengan harga masing-masing Rp 8.500 per kilogram untuk konsumen langsung dan Rp 8.000 per kilogram untuk pedagang.
Khusus pedagang, beras itu bisa dijual lagi dengan harga di bawah HET, atau di bawah Rp 9.450 per kilogram. Dengan begitu, pedagang tetap mendapat untung meski menjual beras di bawah harga pasar.
"Pedagang bisa membeli ke Bulog, dengan harga Rp 8.000 per kilogram. Mereka diberikan margin, sampai maksimal di bawah harga eceran tertinggi (HET) Surat Kementerian Perdagangan, yakni Rp 9.450 per kilogram," ucap Setyo.
Menurut dia, operasi pasar yang dilaksanakan Bulog telah sesuai dengan surat Kementerian Perdagangan yang mengatur HET.
Advertisement
Panen Buruk Sebabkan Persediaan Gabah Minim
Operasi pasar bakal dilakukan hingga musim panen raya Masa Tanam Pertama (MT 1), sekitar Maret 2018. Saat itu, diperkirakan harga beras kembali normal dan di bawah HET.
Setyo menjelaskan, kenaikan harga beras terjadi lantaran persediaan gabah di tingkat petani minim. Sebab, hasil panen pada MT 2 2017 lalu buruk lantaran serangan hama wereng dan tikus.
Momentum libur Natal dan tahun baru 2018 juga memicu kenaikan harga. Pasalnya, permintaan beras amat tinggi pada akhir 2017 dan awal tahun 2018 ini.
Panen padi di wilayah Bulog Subdivre 4 dimulai akhir Februari 2018 dan mencapai puncak panen raya pada Maret 2018 mendatang. Dia memperkirakan, saat itu harga beras sudah stabil.
Saksikan video pilihan di bawah ini: