Liputan6.com, Bengkulu - Anggota DPRD Kota Bengkulu Maghdaliansi akhirnya dieksekusi tim Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kota Bengkulu. Politikus cantik Partai Golkar ini dijemput di kediamannya yang berada di Jalan Serayu, Kelurahan Padang Harapan, Kota Bengkulu.
Penjemputan yang dilakukan para jaksa ini setelah mereka menerima putusan tingkat kasasi yang dikeluarkan Majelis Hakim Mahkamah Agung RI. Dalam amar putusan vonis tersebut, Maghdaliansi dijatuhi hukuman pidana selama 10 bulan penjara.
Maghdaliansi dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 281 ayat 2 KUHP tentang Kejahatan Kesusilaan atau Perzinaan dan Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP tentang perbuatan melanggar hukum secara bersama-sama.
Advertisement
Baca Juga
Eksekusi yang harusnya dilaksanakan pukul 10.30 WIB di kediaman Maghdaliansi itu sempat molor. Sebab, dia meminta kepada para jaksa untuk berpamitan kepada tiga orang anaknya yang masih berada di sekolah.
Lebih dari satu jam menunggu, akhirnya Maghdaliansi sang politikus cantik keluar rumah dan langsung masuk ke kendaraan penjemputan sambil menutup muka.
Begitu juga saat tiba di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A Bentiring Kota Bengkulu. Maghdaliansi setengah berlari langsung masuk melalui pintu utama sambil menutup muka.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Bengkulu Rozano Yudhistira, mengatakan sengaja memberi kesempatan terpidana untuk berpamitan kepada keluarga khususnya anak-anaknya. Karena mereka masih berada di sekolah, terpaksa tim menunggu hingga mereka tiba di rumah
"Tidak ada kendala, hanya dia meminta waktu menunggu anaknya pulang saja," ujar Rozano di Bengkulu, Rabu, 31 Januari 2018.
Â
Saksikan tayangan video pilihan berikut ini:
Â
Â
Â
Â
Vonis Lebih Berat
Upaya hukum tingkat kasasi yang dilakukan oleh politikus cantik Maghdaliansi ternyata tidak membuahkan hasil. Sebab, hukuman pidana 10 bulan penjara yang dijatuhi Mahkamah Agung ternyata lebih berat dari vonis yang diputuskan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu.
Dalam amar putusan yang dibacakan Majelis Hakim PN Bengkulu yang dipimpin hakim Lendriaty Janis bersama hakim Anggota Suparman dan Dyah Tri Lestari pada Rabu, 12 Juli 2017 lalu hanya menjatuhkan hukuman pidana penjara selama lima bulan saja.
Vonis lima bulan penjara tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Maghdaliansi dan Dr Elektison Somi, salah seorang pengajar di Fakultas Hukum Universitas Negeri Bengkulu, dengan pidana enam bulan penjara.
Kuasa hukum Maghdaliansi, Widya Timur, mengatakan vonis yang dijatuhkan majelis hakim sangat memberatkan, sebab tanpa mempertimbangkan keterangan saksi yang meringankan dan bertolak belakang dengan fakta persidangan.
"Faktanya tidak begitu. Yang jelas, saksi utama kasus ini tidak pernah melapor," kata Widya.
Advertisement
Dilaporkan Sang Suami
Kasus yang membelit politikus cantik Partai Golkar yang masih duduk sebagai anggota DPRD Kota Bengkulu ini dilaporkan Herawansyah Ikram selaku suami sah dari Maghdaliansi. Sang suami curiga saat menemukan kunci kamar hotel di dalam tas istrinya.
Setelah dikonfirmasi dan dicek di hotel pemilik kunci itu, pihaknya mendapatkan rekaman CCTV istrinya berada di dalam kamar bersama seorang dosen yang memang sudah sejak lama dicurigai memiliki hubungan terlarang dengan istrinya.
Kamar hotel itu sendiri disewa oleh Winda, asisten pribadi MD di DPRD Kota Bengkulu. Dengan rekaman pembicaraan dan bukti SMS di telepon genggam Ha, Herawansyah melaporkan ke pihak kepolisian dan yakin bisa menyeret istrinya ke meja hijau.
Pasangan Maghdaliansi yang dilaporkan juga oleh Herawansyah, yaitu Dr Elektison Somi, saat ini juga tengah menunggu putusan kasasi dari Mahkamah Agung. Elektiso juga divonis lima bulan pidana penjara oleh Majelis HAkim PN Bengkulu pada 12 Juli 2017 lalu. Saat itu hakim berpendapat, berdasarkan keterangan para saksi, keterangan ahli hukum dan barang bukti yang diajukan dalam persidangan, terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan asusila dan melanggar hukum.
"Barang bukti berupa rekaman video yang ada dalam flashdisk, kunci kamar nomor 219 Hotel Santika, dan rekaman suara melalui telepon genggam pada 19 Oktober 2016 sudah membuktikan perbuatan pidana itu sudah memenuhi unsur melanggar kesusilaan," kata hakim Lendriaty Janis.
Kuasa hukum Elektison Somi, Tarmizi Gumay, menyatakan hari itu juga mereka mendaftar untuk mengajukan upaya banding. Alasan utama yang mereka ajukan dalam memori banding nanti adalah tidak ada satu pun kesaksian dari para saksi meringankan yang dijadikan pertimbangan majelis hakim.
"Seharusnya ada perimbangan dalam amar putusan vonis tersebut," ujar Tarmizi.
Saksikan video pilihan berikut ini: