Emak-Emak Diseret Buaya Usai Mandi di Sungai Batanghari

Serangan buaya sudah beberapa kali dialami warga Jambi. Sebagian selamat, namun ada juga yang tewas mengenaskan.

oleh Bangun Santoso diperbarui 18 Feb 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2018, 05:00 WIB
Emak-Emak Jambi Hilang Diseret Buaya
Warga memadati lokasi hilangnya seorang emak-emak di Jambi yang diseret buaya usai mandi di sungai Batanghari. (Foto: Dok. Polres Tebo/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Peristiwa heboh nan mengerikan baru saja menimpa warga Desa Pulau Jelmu di Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Seorang emak-emak bernama Hofsah dikabarkan hilang diseret buaya usai perempuan 53 tahun itu selesai mandi di pinggir sungai Batanghari yang melintas di desa itu.

Berdasarkan informasi warga, peristiwa itu terjadi pada Sabtu pagi, 17 Februari 2018 sekitar pukul 08.00 WIB. Sebelum kejadian, Hofsah tengah berada di pinggir sungai Batanghari bersama seorang temannya. Saat itu ia baru saja mandi di pinggir sungai terpanjang di Sumatera.

Kebiasaan mandi di sungai Batanghari memang masih dilakukan oleh beberapa warga Jambi, khususnya yang tinggal di sepanjang daerah aliran sungai.

Selesai mandi dan hendak berdiri, tiba-tiba ada seekor buaya dengan moncong menganga langsung menyambar kaki Hofsah. Sontak tubuh perempuan paruh baya itu langsung terhempas dan diseret sang predator ke tengah sungai.

Usai menarik paksa korbannya, beberapa saat buaya itu sempat menampakkan diri ke permukaan air. Namun kemudian menghilang.

"Saat ini warga sekitar tengah berupaya mencari keberadaan buaya itu," ujar Hamdi, salah seorang warga Tebo saat dihubungi Sabtu siang, 17 Februari 2018.

Menurut Hamdi, dari keterangan sejumlah warga, beberapa waktu sebelumnya ada juga kemunculan seekor buaya di sungai Batanghari. Lokasinya berada di Kelurahan Pulau Temiang. Namun saat itu korbannya bukan manusia, melainkan perahu milik warga yang hancur diamuk buaya.

Operasi Pencarian

Emak-Emak di Jambi Hilang Diseret Buaya
Teror serangan buaya beberapa kali menimpa warga Jambi, ada yang selamat namun ada juga yang meninggal. (Foto: Dok. Polres Tebo/B Santoso)

Hingga Sabtu siang menjelang sore, lokasi hilangnya Hofsah masih dipenuhi kerumunan warga. Aparat kepolisian juga sudah turun ke lokasi untuk mencari korban.

Peristiwa ini juga dibenarkan Kapolres Tebo AKBP Budi Rachmat melalui Kabag Ops, Kompol M Jalaluddin.

"Mendapat laporan, kami langsung menginstruksikan Polsek Tebo Ulu serta tim untuk membantu warga melakukan pencarian terhadap korban," ujar Jalaluddin.

Hingga Sabtu menjelang sore, aparat kepolisian bersama ratusan warga masih melakukan pencarian di sepanjang alur sungai Batanghari di Desa Pulau Jelmu.

 

Heboh Teror Buaya

Teror Buaya di Jambi
Warga di Kabupaten Tanjabtim, Provinsi Jambi berhasil mengamankan buaya sepanjang 4 meter yang diduga menyerang warga. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Teror buaya di Jambi bukan kali ini saja terjadi. Pada 13 Desember 2016 lalu, seorang bocah SD berumur 12 tahun bernama Rio, warga Kelurahan Pulau Temiang, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo juga menjadi tumbal keganasan predator sungai tersebut.

Usai sehari dinyatakan hilang, jasad Rio yang masih mengenakan seragam sekolah ditemukan mengapung dengan kondisi mengenaskan penuh luka cabikan diduga akibat serangan buaya. 

Beberapa bulan kemudian pada 2017, warga di kampung halaman keluarga besar Gubernur Jambi, Zumi Zola yakni di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) juga dihebohkan akan serangan buaya.

Peristiwa mengerikan itu terjadi pada 10 April 2017. Seorang warga bernama Rohan asal Desa Pandan Lagan, Kecamatan Geragai, Kabupaten Tanjabtim nyaris kehilangan nyawa usai diserang buaya.

Saat itu, Senin malam sekitar pukul 20.30 WIB, pemuda 26 tahun itu tengah berjalan keluar rumah untuk mencari sinyal telepon yang memang masih cukup sulit di dapat di daerah itu.

Saat melintas di pinggir sungai, tiba-tiba seekor buaya besar datang menyambar. Beruntung, Rohan masih sigap melompat dan berhasil menghindari sambaran sang raja sungai. Kontan saja, sembari berlari ia berteriak sekeras-kerasnya meminta tolong kepada warga.

"Kami ramai-ramai langsung datang sambil ada yang membawa jaring," ujar Budi, salah seorang warga Geragai saat dihubungi Selasa malam, 11 April 2017.

Sementara sebagian warga lainnya melapor ke Polsek Geragai. Butuh waktu satu jam lebih hingga warga berhasil menangkap buaya sepanjang empat meter itu. Oleh warga, buaya tersebut rencananya diserahkan kepada Balai Konservasi, Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi.

Menurut Budi, kawanan buaya memang kerap muncul di Desa Pandan Lagan dan sekitarnya. Kondisi wilayah yang berawa serta banyak alur sungai-sungai kecil yang merupakan anak Sungai Batanghari menjadikan sebagian besar daerah di Kabupaten Tanjabtim salah satu habitat buaya di Jambi.

"Kami beberapa kali melihat buaya di sekitar rumah warga. Yang lain masih ada, bahkan lebih besar ukurannya," ucap Budi.

Satu bulan sebelumnya, serangan buaya di Kabupaten Tanjabtim juga dialami warga lain bernama Ambo Tang. Sama seperti Rohan, pria 40 tahun ini masih cukup beruntung karena masih bisa melepaskan diri dari sergapan predator sungai itu.

Peristiwa itu dialami Ambo Tang pada 7 Maret 2017. Ia diserang seekor buaya saat berada di pinggir sungai. Meski selamat, Ambo Tang mengalami luka cukup serius di bagian kaki akibat sergapan buaya.

Usai peristiwa itu, warga beramai-ramai mencari dan berhasil menangkap seekor buaya cukup besar. Buaya tangkapan warga itu kemudian diserahkan ke BKSDA Jambi.

 

Daerah Habitat Buaya

Buaya di Jambi
Petugas BKSDA dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Jambi melepasliarkan bayi-bayi buaya langka hasil sitaan perdagangan gelap di sebuah pulau terpencil di Kabupaten Tanjabtim, Jambi. (Foto: Dok BKIPM/B Santoso)

Menanggapi kejadian itu, Kepala Seksi Wilayah III BKSDA Jambi, Faried mengatakan, sebagian wilayah di Kabupaten Tanjabtim memang memiliki populasi buaya yang cukup banyak.

Hal itu seiring kondisi wilayahnya yang dialiri banyak alur sungai. Beberapa desa di antaranya merupakan bekas kawasan hutan yang sebelumnya menjadi habitat buaya. Salah satunya adalah Desa Catur Rahayu di Kecamatan Dendang.

Sebelum menjadi pemukiman, Desa Catur Rahayu merupakan kawasan hutan. Kondisi berubah saat program transmigrasi, yang membuka lahan-lahan baru untuk pemukiman di daerah itu.

"Alih fungsi ini mempengaruhi habitat buaya sehingga kerap muncul," ucap Faried.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya