8 Wisata Sejarah Paling Populer di Jambi

Selain bisa menambah ilmu dan wawasan sejarah, lokasi wisata di Jambi ini juga sangat layak sebagai ajang berfoto ria.

oleh Bangun Santoso diperbarui 21 Feb 2018, 17:00 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2018, 17:00 WIB
Suasana Kota Jambi
Suasana Kota Jambi dilihat dari atas. (Foto: Dok. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Jambi/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Provinsi Jambi terletak tepat di tengah Pulau Sumatera. Posisinya diapit empat provinsi, yakni Sumatera Selatan, Riau, Sumatera Barat, dan Bengkulu. Jambi termasuk dari tiga provinsi yang memiliki kesamaan nama dengan nama ibu kotanya setelah Bengkulu dan Gorontalo.

Meski daerahnya terbilang kecil dibanding provinsi lainnya di Sumatera, Jambi berperan penting dalam sejarah perkembangan Sumatera. Sebelum Belanda masuk ke Nusantara, Jambi adalah pintu masuk para saudagar dari sejumlah negara, seperti China, India, Persia, hingga Arab.

Maka wajar, banyak terdapat titik-titik wisata sejarah di Provinsi Jambi. Jejak perkembangan Jambi mulai dari masa Kerajaan Jambi kuno, kesultanan, atau setelah masuknya Islam di Sumatera hingga masa penjajahan Belanda masih bisa ditemui hingga saat ini.

Lantas, wisata sejarah apa saja yang paling populer di provinsi yang berjuluk Sepucuk Jambi Sembilan Lurah ini?

 

1. Situs Candi Muarojambi

Candi Muarojambi
Pengunjung bisa berkeliling sepeda yang biasa disewa untuk melihat berbagai situs di komplek Candi Muarojambi. (B Santoso/Liputan6.com)

Situs Candi Muarojambi bisa dibilang adalah situs terluas dan paling bersejarah di Jambi. Letaknya berdekatan dengan aliran Sungai Batanghari, sungai terpanjang di Sumatera. Dikenal sebagai situs kota kuno di Sumatera, lokasinya mudah dijangkau, karena hanya butuh waktu sekitar 30 menit perjalanan darat dari pusat Kota Jambi.

Candi yang disebut-sebut sebagai peninggalan masa Hindu-Buddha ini merupakan yang terluas di Asia Tenggara. Luasnya mencapai 12 kilometer persegi atau delapan kali luas Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.

Sepanjang perjalanan menuju lokasi candi, pengunjung bisa menikmati indahnya gugusan rumah-rumah panggung tradisional warga khas Melayu Jambi.

Jika beruntung, saat musim buah tiba, pengunjung juga bisa menikmati manisnya buah khas Jambi, seperti durian dan duku, langsung dari pohonnya. Musim buah durian atau duku di Jambi biasanya berlangsung antara November hingga Maret setiap tahun.

Saat ini, Candi Muarojambi tengah diperjuangkan mendapat pengakuan sebagai world heritage atau warisan dunia dari UNESCO.

 

2. Masjid Seribu Tiang

Masjid Al-Falah Jambi
Masjid Al-Falah atau Masjid Seribu Tiang adalah masjid paling bersejarah sekaligus terbesar di Provinsi Jambi. (B Santoso/Liputan6.com)

Masjid seribu tiang julukannya, tapi nama resminya adalah Masjid Agung Al-Falah. Sama seperti situs Candi Muarojambi, masjid ini terletak di pinggir Sungai Batanghari. Bedanya, Masjid Seribu Tiang ini berdiri di jantung Kota Jambi.

Sebagai tempat ibadah terbesar di Jambi, jejak perkembangan Islam di Jambi tak lepas dari keberadaan masjid ini.

Masjid yang berada di Jalan Sultan Thaha Syaifuddin No 60, Kelurahan Legok, ini diresmikan Presiden Soeharto pada 1980. Lokasinya cukup dekat dengan Bandara Sultan Thaha, Jambi, yakni sekitar 20 menit saja.

Berdiri di atas lahan 2,7 hektare, masjid ini mampu menampung 10 ribu jemaah. Di sekeliling masjid juga terdapat lokasi bersejarah lain, seperti Pasar Tradisional Angsoduo, menara air peninggalan Belanda, serta Museum Perjuangan Jambi.

 

3. Kelenteng Hok Tek

Kelenteng Hok Tek, Kota Jambi
Kelenteng Hok Tek merupakan bangunan kelenteng tertua di Jambi. Umurnya mencapai 150 tahun lebih. (Foto: Dok. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jambi/B Santoso)

Kelenteng tertua di Jambi ini terletak di Jalan Husni Thamrin, Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Di papan nama usia bangunan ibadah ini tertulis 154 tahun yang lalu.

Pada sisi lain dari papan tersebut, tertera penjelasan mengenai seorang yang telah memberikan sumbangan ketika berkunjung ke kelenteng pada tahun 2489 Imlek (1838 M).

Bangunan Kelenteng Hok Tek menghadap arah timur laut, sebagaimana tecermin dari altar yang ada di dalam bangunan. Seperti kelenteng pada umumnya, bentuk atap ruang depan bangunan berjurai dan pelana (hsuan shan). Sedangkan, ruang utama dan samping atapnya berbentuk pelana dengan dinding tembok (ngang shan).

Kedua bubungannya membentuk simbol naga bermahkota bertanduk dan bertaring. Sementara, pada dinding kiri-kanan atas pintu masuk terdapat mural yang menggambarkan kisah Sam Kok dan seorang seorang ibu yang menyelamatkan bayinya dari serangan perusuh jalanan.

Kelenteng Hok Tek telah mengalami renovasi, tercatat pada tahun 1931 dan 1970. Sejak 4 Februari 1984, kelenteng ini sudah tidak difungsikan lagi sebagai tempat ritual, tapi keberadaannya tetap dilestarikan. Pada 1997, kelenteng direnovasi dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya.

 

4. Rumah Batu Olak Kemang

Rumah Batu Olak Kemang Jambi
Sebagai situs bersejarah di Jambi, kondisi Rumah Batu Olak Kemang cukup memprihatinkan. Banyak terjadi kerusakan hampir di seluruh bagian bangunan. (Foto: B Santoso/Liputan6.com)

Olak Kemang adalah nama sebuah desa yang terletak di Kecamatan Danau Teluk, Seberang Kota Jambi. Desa ini tak jauh dari Kota Jambi yang hanya terpisah oleh aliran Sungai Batanghari.

Desa ini amat populer di Jambi karena terdapat sebuah situs bersejarah, yakni Rumah Batu Olak Kemang. Uniknya, bangunannya mencerminkan perpaduan tiga budaya, yakni China, Eropa, dan Islam di masa kesultanan.

Desa Olak Kemang berada di bagian utara Kota Jambi. Desa ini dapat ditempuh hanya beberapa menit saja dari Kota Jambi dengan cara menyeberangi Sungai Batanghari. Di sini tak hanya kental dengan adat Islamnya, tetapi juga berbagai jejak sejarah masuknya Islam di Sumatera dan tonggak berdirinya Kesultanan Jambi.

Rumah Batu menjadi satu bangunan cukup mencolok di tengah permukiman penduduk Desa Olak Kemang. Menurut penuturan Syarifah Aulia yang juga pengurus Rumah Batu, rumah yang dijaganya itu merupakan peninggalan seorang penyebar agama Islam di Kota Seberang pada abad ke-18 bernama Sayyid Idrus Hasan Al-Jufri yang dijuluki Pangeran Wiro Kusumo.

Ketika akan membangun rumah tersebut, Sayyid Idrus Hasan Al-Jufri mendapat banyak saran dari sahabat-sahabatnya kala itu. Termasuk dari Datuk Sintai, seorang pedagang dari negeri China. Lewat tangan Datuk Sintai-lah rumah yang kini jadi cagar budaya kebanggaan Jambi itu berdiri.

Paduan bangunan lokal, China, Arab dan bahkan Eropa terkesan kental pada bangunan tua dua lantai itu. Terlihat relief naga di dinding bercat putih. Kemudian di sisi kanan terdapat sebuah batu berukiran singa dan bunga. Lalu di pilar bagian dalam, tampak relief bertuliskan huruf-huruf Arab.

Sementara di bagian lantai dua memperlihatkan budaya bangunan lokal Jambi dengan bahan kayu. Gaya Eropa terlihat dari tiang penyangga, bentuk teras, dan tangga seluruhnya terbuat dari batu.

“Disebut Rumah Batu karena pada waktu pembangunannya, rumah ini merupakan rumah batu pertama yang dibangun di daerah seberang sini,” ujar Aulia, awal April 2015 lalu.

Menurut Aulia, kala masih hidup, Pangeran Wiro Kusumo memiliki kedudukan yang penting pada masanya. Yakni sebagai penengah antara Kesultanan Jambi dengan Belanda. Selain itu, beliau merupakan ayah mertua dari Sultan Jambi, Sultan Thaha Syaifuddin.

Pangeran Wiro Kusumo wafat pada tahun 1902 dan dimakamkan di Desa Olak Kemang. Tepatnya di depan mesjid Al–Ikhsaniyah yang juga merupakan mesjid tertua di desa tersebut. Masjid ini juga dibangun oleh Pangeran Wiro Kusumo pada 1880.

5. Makam Raja Orang Kayo Hitam

Makam Orang Kayo Hitam Jambi
Situs makam Orang Kayo Hitam di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi yang terketak tepat di bibir sungai Batanghari. (B Santoso/Liputan6.com)

Dibanding nama raja-raja lain di Jambi, Raja Orang Kayo Hitam bisa dibilang paling populer di Jambi. Cerita sosok Raja Melayu Jambi ini berbaur dengan berbagai mitos yang mengikutinya.

Makam Orang Kayo Hitam berada di Desa Simpang, Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim). Dari Kota Jambi memerlukan waktu sekitar dua jam perjalanan darat untuk menuju situs raja paling bersejarah di Jambi ini.

Lokasi makam juga berada di tepian Sungai Batanghari. Namun sayang, kondisinya kini terancam rusak akibat abrasi sungai.

Dari catatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi, makam Raja Orang Kayo Hitam bersanding dengan makam istrinya yang bernama Puteri Mayang Mangurai serta makam kucing kesayangannya.

Dibanding ukuran makam manusia saat ini, ukuran makam Orang Kayo Hitam memiliki ukuran besar yakni panjang 5,2 meter dan lebar 1,5 meter. Sedangkan, makam istrinya berukuran panjang 3,7 meter dan lebar 1,4 meter.

Orang Kayo Hitam adalah Raja Melayu Jambi yang merupakan anak dari Datuk Paduko Berhalo yang mangkat pada abad ke-15. Orang Kayo Hitam memiliki saudara laki-laki bernama Orang Kayo Pingai.

Semasa hidup, ia dikenal sebagai pangeran yang sakti sekaligus pemberani. Dari sejumlah cerita, Orang Kayo Hitam berani menentang pemberian upeti kepada Raja Mataram. Kala itu, kerajaan Jambi ada di bawah kekuasaan Mataram.

Cerita paling terkenal adalah asal mula Keris Siginjai yang merupakan keris paling bersejarah di Jambi.

Bermula dari keberanian Orang Kayo Hitam yang menentang Mataram. Atas saran para penasihatnya, Raja Mataram meminta seorang empu membuat keris khusus yang terbuat dari sembilan jenis besi dan disepuh menggunakan air 12 muara untuk membunuh Orang Kayo Hitam dari Jambi yang terkenal sakti.

Mengetahui rencana sang Raja Mataram, Orang Kayo Hitam tak ciut nyali. Ia mencari sang empu pembuat keris hingga berujung keributan dan terbunuhlah sang empu.

Mendengar sang empu terbunuh, raja Mataram akhirnya memberikan penawaran agar Orang Kayo Hitam bisa menikah dengan putri Raja Mataram bernama Puteri Mayang Mangurai.

Singkat cerita, setelah menikah antara Kerajaan Mataram dan Jambi pun berdamai. Keris buatan sang empu diberikan kepada Orang Kayo Hitam. Saat prosesi pernikahan, oleh Orang Kayo Hitam, keris tersebut digunakan sebagai gonjai atau alat untuk menggulung rambut panjangnya.

Dari kata gonjai itulah, muncul sebutan ginjei yang mendasari penyebutan nama Keris Siginjai. Nama keris ini juga menjadi lambang sekaligus tugu utama di Balai Kota Jambi yakni Tugu Keris Siginjai.

 

6. Makam Belanda atau Kerkhof

Situs Makam Belanda di Jambi
Situs makam Belanda atau Kerkhof di Kota Jambi. (Foto: Dok BPCB Jambi/B Santoso)

Lokasinya berada di Kelurahan Beringin, Kecamatan Pasar, Kota Jambi. Makam Kerkhof ini merupakan bagian dari saksi sejarah ketika Belanda berkuasa di Jambi antara 1833 hingga 1945.

Di samping makam orang Belanda dan keturunannya, terdapat juga makam tentara Jepang yang pernah menduduki Jambi.

Berdasarkan sejumlah catatan, total ada 31 makam Belanda di situs bersejarah tersebut. Satu makam yang cukup terkenal adalah makam Anna Catharina Block. Ia adalah istri seorang misionaris Belanda.

Anna tercatat meninggal dunia pada 24 November 1931 di Kabupaten Sarolangun karena sakit. Namun ia dimakamkan di Kota Jambi yang saat ini berjarak sekitar empat jam perjalanan darat dari Sarolangun.

Pada 2013 lalu, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi pernah menerima surat dari keluarga Anna di Amerika Serikat. Dari surat itu, Anna diketahui adalah seorang warga negara Amerika dan keluarganya masih ada saat surat itu dikirim.

Oleh pihak BPCB surat tersebut dibalas yang menginformasikan keberadaan makam Anna yang kemudian dibalas kembali oleh keluarga Anna agar makam nenek moyangnya tersebut dipindahkan ke lokasi yang lebih aman agar tidak rusak.

 

7. Situs Candi Solok Sipin

Situs Candi Solok Sipin Jambi
Situs Candi Solok Sipin bisa dibilang sebagai situs percandian di Jambi yang sudah banyak mengalami kerusakan. Lokasinya juga terhimpit ramainya komplek perumahan warga. (Foto: Dok. BPCB Jambi/B Santoso)

Lokasinya ada di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Legok, Kota Jambi. Situs ini berasal dari periode klasik Hindu-Budha.

Sayangnya, di lokasi situs saat ini hanya tersisa puing-puing berupa pondasi batu bata bangunan candi.

Di situs ini ditemukan juga sebuah arca Budha yang terbuat dari batu pasiran (sand stone) setinggi 1,72 meter yang digambarkan dalam posisi berdiri memakai jubah.

Kemudian dua buah makara, lapik dan stupa. Baik arca dan makara sekarang tersimpan di Museum Negeri Jambi.

Situs Candi Solok Sipin ditemukan oleh seorang Belanda yang pernah datang ke Jambi. Berdasarkan tulisan yang terdapat pada arca Budha tersebut, dapat diperkirakan arca berasal dari abad 8 Masehi.

Sedangkan pada salah satu makara, terdapat tulisan angka tahun 1064 M. Namun, kondisi situs saat ini semakin terhimpit oleh pemukiman penduduk dan hanya beberapa bagian yang dapat diselamatkan.

 

8. Taman Makam Raja-Raja

Taman Makam Raja-Raja Jambi
Wali Kota Jambi, Sy Fasha saat berziarah ke komplek Taman Makam Raja-Raja Jambi. (Foto: Dok. Humas Pemkot Jambi/B Santoso)

Dalam bahasa Melayu Jambi situs makam ini disebut Makam Rajo-Rajo. Lokasinya juga berada di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Legok, Kota Jambi. Makam Rajo-Rajo ini merupakan tempat pemakaman Sultan Mahmud Mahidin bersama istrinya R. Isah.

Sultan Mahmud Mahidin memerintah Kesultanan Jambi antara 1821 hingga 1826.

Di komplek pemakaman ini juga terdapat makam Raden Muhammad Tahir atau biasa disebut Raden Mattaher. Raden Mattaher dikenal sebagai salah satu pejuang yang melawan kolonial Belanda. Ia merupakan penerus perjuangan Sultan Thaha Syaifudin yang merupakan salah satu sultan ternama di Jambi.

Nama Raden Mattaher disematkan sebagai nama rumah sakit terbesar di Jambi yakni RSUD Raden Mattaher. Sementara nama Sultan Thaha Syaifudin disematkan sebagai nama bandara yakni Bandara Sultan Thaha Jambi.

Di situs Makam Rajo-Rajo ini juga terdapat sejumlah makam lain yang merupakan keluarga kerajaan.

Nisan makam-makam terbuat dari kayu sungkai, berbentuk gada dan diukir pada permukaannya. Komplek makam dikelilingi pagar berupa dinding bata berukuran besar yang biasa terlihat pada bangunan candi. Namun saat ini hanya tersisa sebagian.

Selain situs-situs bersejarah di atas. Masih banyak situs bersejarah lainnya yang menyebar di sejumlah wilayah di Jambi. Sebagian besar adalah berupa makam, tempat ibadah atau situs peninggalan masa lampau mulai dari masa kerajaan, kesultanan hingga peninggalan kolonial Belanda dan Jepang.

Ada juga berbagai artefak atau temuan-temuan sejarah Jambi kuno hingga masa perjuangan yang kini tersimpan rapi di beberapa museum yang ada di Jambi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya