Keris dan Naskah Kuno Syekh Abdul Qadir Jaelani di Museum Sunyi

Luas bangunan dan ruang museum di Garut tidak sebanding dengan koleksi benda bersejarah. Ada pusaka, naskah kuno, dan benda lain yang diletakkan berimpitan.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 06 Mar 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2018, 17:30 WIB
Museum Garut
Naskah kuno koleksi Museum Garut (Liputan6.com / Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Museum bukan hanya menyimpan kenangan. Museum tak hanya ruang penyimpanan barang-barang warisan sejarah, tapi juga sumber inspirasi. Dengan semangat itu, museum hadir di berbagai daerah, termasuk di Garut, Jawa Barat.

Museum Raden Adipati Arya (RAA) Adiwidjaja berada di bilangan simpang lima. Dari beberapa kali pengamatan Liputan6.com, museum itu tampak sepi dan lengang.

"Memang bangunan ini kurang representatif," ujar Kasubag Tata Usaha Museum Raden Adipati Arya (RAA) Adiwidjaja Garut, Dedi Sopandi, saat ditemui Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Dedi mengakui keberadaan gedung museum yang berada di bilangan Jalan Pembangunan Garut tersebut belum optimal dalam menarik kunjungan wisata. "Tapi kita tetap berupaya memberikan pelayanan terbaik yang dibutuhkan," kata dia.

Jumlah koleksi replika barang sejarah kabupaten Garut itu mencapai 193 koleksi. Luas bangunan kurang memadai, sehingga memberikan kesan kumuh dan sempit.

Saat masuk ruangan, satu meja berukuran sedang plus buku tamu menyambut setiap pengunjung yang datang. Mereka wajib mengisi buku itu untuk mengetahui jumlah pungunjung yang datang.

"Bulan kemarin catatan kami hanya ada 75 tamu," ujar Dedi menunjukkan rendahnya angka kunjungan museum kebanggaan Kota Garut itu setiap bulannya.

Saat berada di gedung bekas gedung Garut Tourism Center itu, mata pengunjung langsung disuguhi deretan lemari kaca tempat menyimpan koleksi naskah kuno dan keris. Jaraknya yang terbilang sempit antar lemari pajangan itu menyebabkan pengunjung tidak leluasa saat berada di ruangan gedung bercat biru itu.

"Kadang ada pengunjung akhirnya tidak masuk sebab sempit," ujarnya.

Dedi mengakui upaya sosialisasi, termasuk kerja sama paket wisata dengan pelaku wisata di Garut sudah dilakukan. Namun, kondisi museum yang terbilang sempit membuat pengunjung tak leluasa.

"Saya saja tidak punya ruangan, ya terpaksa di sini," ujar dia sambil menunjukkan mejanya yang bersebelahan dengan lemari tempat menyimpan koleksi naskah kuno.

Salah satunya tampak naskah kuno Manaqib (biografi) Syekh Abdul Qadir Jaelani, salah satu ulama besar dari Timur Tengah yang punya pengaruh besar di Tanah Air.

 

Keris hingga Naskah Kuno

Museum Garut
Naskah kuno koleksi Museum Garut (Liputan6.com / Jayadi Supriadin)

Selain naskah dan keris yang jumlahnya hingga puluhan tersebut, di dalam ruangan yang sempit itu kita bisa menikmati koleksi barang lainnya, seperti batu lulumpang yang biasa dipakai untuk menumbuk gabah padi masyarakat Garut tempo dulu.

Kemudian kurumbung seng besar yang biasa dipakai untuk menyimpan makanan renyah seperti kerupuk dan lainnya, replika rumah dukuh, replika makam keramat Godog yang biasa diziarahi warga, hingga patung RAA Adiwidjaja hasil pahatan tangan seniman lokal Garut.

Dedi menyatakan, seluruh koleksi naskah kuno dan keris yang disimpan di museum, merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Balubur Limbangan, sebagai asal-muasal Kabupaten Garut.

"Ada juga replika senjata Kerajaan Padjajaran, sebab bekas wilayah kekuasaannya," ungkap Dedi.

Kini ratusan replika barang bersejarah mulai keris, naskah kuno, puluhan lukisan foto bupati Garut, hingga hasil jepretan foto yang menggambarkan beberapa situs kuno di Garut, berdesakan dalam bangunan bercat biru berukuran 8 x 10 meter persegi tersebut.

"Kalau penampilannya bagus, mungkin pengunjungnya banyak, harus lebih tertata dengan baik," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya