Liputan6.com, Yogyakarta - Kedatangan Menteri Perhubungan Budi Karya dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian ke Satpas SIM Polresta Yogyakarta sudah ditunggu-tunggu ratusan driver taksi online, Minggu (11/3/2018). Mereka memadati jalan raya sejak dua jam sebelum Menhub dan Kapolri tiba di lokasi.
Kedatangan mereka bukan untuk mencari SIM A secara cuma-cuma seperti yang dipromosikan hari ini. Mereka ingin menonton aksi Menhub menjalankan Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 yang dianggap melanggar kesepakatan.
Sekitar pukul 12.30, rombongan Menhub dan Kapolri tiba di lokasi. Siulan dan sapaan "Halo Pak Budi" terdengar dari kerumunan driver taksi online yang tergabung dalam Aliansi Driver Online Indonesia (Aliando) dan Front Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Namun, mereka tidak bisa mendekati Menhub dan Kapolri yang berjalan memasuki ruangan Satpas SIM. Sebelum rombongan datang, polisi sudah mengatur jarak dan memberi batas supaya driver taksi online itu menjauh dari lokasi.
"Kami hanya ingin menonton Menhub saja, tidak ada niat rusuh, kami ingin menonton Menhub yang sudah melanggar status quo," ujar Babe Bowie, koordinator Aliando.
Status quo yang dimaksud adalah kesepakatan antara driver taksi online dengan Kementerian Perhubungan pada 19 Februari lalu.
Â
Aturan-aturan yang Merugikan
Kala itu, driver taksi online dan Kemenhub sepakat untuk membekukan kegiatan terkait Permenhub Nomor 108 Tahun 2017 sampai ada aturan selanjutnya. Artinya, driver taksi online sepakat untuk tidak melakukan aksi apapun selama Kemenhub juga tidak menerapkan aturan-aturan yang tercantum di Permenhub tersebut.
"Permenhub itu banci, aturan sebelumnya sudah dianulir MA, kenapa muncul peraturan baru," tutur Bowie.
Ia merasa driver taksi online dirugikan dengan Permenhub yang baru. Pasalnya, peraturan itu menyuruh driver taksi online untuk mengikuti uji KIR, memiliki sertifikasi dari LPK setir mobil, dan membuat SIM A umum.
Aturan itu memberatkan driver taksi online karena harga jual mobil menjadi jatuh mengingat status mobil sebagai kendaraan umum. Selain itu, mereka juga harus tergabung dalam koperasi jika ingin tetap beroperasi.
Padahal, kuota yang tersedia jauh di bawah populasi driver taksi online. Bowie menyebutkan di Jabodetabek, kuota yang tersedia hanya 36.000, sementara populasinya mencapai 170.000. Demikian pula halnya dengan di DIY, kuota hanya 496 dari 5.000-an driver taksi online.
"Artinya akan muncul banyak pengangguran," ucapnya.
Menurut Bowie, driver taksi online tidak akan berhenti memperjuangkan nasibnya. Ia menganalogikan pekerjaannya seperti pion dalam catur, hanya bisa maju dan tidak pernah mundur.
Rencananya, Front Indonesia juga akan bergabung bersama Aliando di Jakarta untuk melakukan aksi.
Â
Advertisement
Kapolri dan Menhub Tinjau Proses Pembuatan SIM
Tito Karnavian bersama dengan Budi Karya melihat setiap proses pembuatan SIM A, mulai dari pendaftaran sampai ujian praktik. Tito juga sempat menanyai pembuat SIM.
Pertanyaannya seputar pungutan liar sampai tingkat kesulitan tes tertulis. Ia sempat bertanya juga kepada petugas foto SIM, apakah menarik pungutan atau tidak.
"Kalau sampai ada pungutan, saya pindahkan ke Papua Nugini," ujar Tito disambut tawa orang-orang.
Saat menilik ruangan tes tertulis, ia bertanya kepada salah satu pemohon SIM dan diketahui jumlah soal yang harus dikerjakan sebanyak 30 buah.
Â
Jangan Ada Keributan Lagi
Tito mengatakan keberadaan taksi online merupakan fenomena global yang memanfaatkan kemajuan teknologi
"Teman-teman taksi konvensional menanyakan aturan-aturan terkait operasional taksi online," kata Tito.
Ia tidak menampik publik mencari layanan taksi murah tetapi jangan sampai merugikan taksi konvensional. Oleh karena itu, identitas taksi online yang belum jelas diatur oleh Menhub.
Menurut Tito, lewat terobosan pemberian SIM A umum bisa menjadi jalan tengah supaya kepentingan masyarakat bisa terakomodasi.
"Kami mengimbau komunitas online dan konvensional jangan sampai ribut ribut," ucapnya.
Â
Advertisement
Alasan Menhub Tabrak Status Quo
Budi Karya berpendapat apa yang dilakukannya tidak melanggar status quo.
"Masa berbuat baik dianggap sebagai status quo, kalau orang berbuat baik jangan dianggap status quo kecuali saya mengejar-ejar taksi online," ujarnya.
Kebijakan ini sudah diterapkan di 10 kota besar, antara lain, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Medan, Pekanbaru, dan Palembang.
Terkait kuota yang terbatas, Budi mengaku akan membahasnya kembali dengan Kantor Staf Presiden (KSP) dan Kemenko Maritim.
"Biar nanti mereka yang memutuskan, bukan saya," kata Budi.