Jurus Berkebun 1 Jam Bisa Untung ala Warga Cilacap

Merawat tanaman hidroponik pun tak banyak menyita waktu, bersih, indah dan berpotensi menjadi sumber penghasilan baru

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 14 Mar 2018, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2018, 07:00 WIB
Pertanian hidroponik. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pertanian hidroponik. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Paralon-paralon ukuran empat meter menjulur rapi bersap-sap di pekarangan yang hanya berukuran sekitar 10x6 meter. Ini lah yang disebut sebagai pertanian hidroponik.

Belakangan, pertanian dengan teknik hidroponik memang tengah ngehit. Petani-petani muda yang ogah berkotor-kotor, menanam bermacam sayuran, dan kadang bunga, di pekarangan rumah mereka dengan teknik ini.

Paralon putih bersanding dengan beragam sayuran hijau menciptakan pemandangan yang kontras, indah sekaligus teduh di mata. Atap paranet membuat suhu menjadi sejuk.

Dua tahun terakhir ini, Taufik (34), mengembangkan pertanian hidroponik, pertanian model baru yang mengandalkan aliran air, asupan nurisi, dan oksigen.

Petani asal Cipari Kabupaten Cilacap ini telah mencicip bagaimana pertanian terasa mudah dan tentu, menghasilkan. Di sela kesibukan kerjanya di sebuah koperasi, ia rajin memeriksa dan merawat ribuan tanaman yang dibudidayakan secara hidroponik.

Setengah Jam untuk Rawat Tanaman Hidroponik

Sayuran yang dibudidayakan dengan teknik hidroponik. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Sayuran yang dibudidayakan dengan teknik hidroponik. (Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Merawat tanaman hidroponik pun tak banyak menyita waktu. Tiap hari, ia hanya menyisihkan waktu antara setengah jam hingga satu jam di kebun.

Taufik bercerita, pada awalnya, ia adalah seorang petani tulen. Tiap hari, ia bergelut dengan lumpur dan tanah. Namun, lantaran kesibukannya bekerja, terpaksa ditinggalkannya hobi bertaninya itu.

"Sawahnya kan tidak dekat rumah. Agak jauh. Jadi harus benar-benar menyisihkan waktu," ucapnya, Selasa, 13 Maret 2018.

Pertanian, memang identik dengan tanah dan lumpur, dan tentu kotor. Tetapi, bagi Taufik, bukan itu masalahnya. Yang jadi masalah adalah, ia tak punya cukup waktu untuk menyapa tanaman padinya di sawah.

Awalnya, ia membaca soal teknik pertanian hidroponik di internet. Saat itu juga, ia belajar secara otodidak. Tak puas belajar di internet, ia sengaja berguru kepada petani yang telah lama berkecimpung dalam pertanian hidroponik.

Sejak dua tahun lalu, ia mulai mempraktekkan ilmu yang didapatnya. Diubahnya pekarangan sempit menjadi kebun multi tanaman. Ada cesin, sawi, kangkung, hingga cabai.

Pendapatan nan Menggiurkan dari Teknik Hidroponik

Petani merawat tanaman sayuran hidroponik. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Petani merawat tanaman sayuran hidroponik. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Sayur yang dipanen pun hanya untuk konsumsi keluarganya. Namun, lama-lama, hasil panennya bertambah banyak dan bisa dijual.

Karenanya, ia mendapat dua keuntungan sekaligus. Pekarangan yang indah bak taman, serta pendapatan sekaligus.

Selain memperoleh hasil dari menjual sayurnya, ia juga kerap dimintai untuk membangun kebun hidroponik di pekarangan kolega maupun konsumen yang baru dikenalnya dari media sosial.

"Kalau untuk ukuran komersial, setidaknya ada 2.000 lubang. Seminggu bisa panen tiga atau empat kali," dia menjelaskan.

Nur Hamdani (34) warga Desa Bakulan, Kecamatan Kemangkon, Purbalingga, kini juga terjun menggeluti budidaya sayuran hidroponik. Sejak bulan Juni 2017 silam, Nur menanam berbagai jenis tanaman sayuran tanpa berkotor-kotor.

Sayuran Budidaya Hidroponik Diminati Supermarket dan Hotel

Pertanian hidroponik tak butuhkan lahan luas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pertanian hidroponik tak butuhkan lahan luas. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Semula, Nur bekerja membantu keluarga dan kakaknya membuat berbagai aneka kerajinan bambu. Namun kini, waktunya banyak tersita untuk membudidayakan dan mengembangkan pertanian yang juga tengah booming di Purbalingga ini.

Berbeda dengan Taufik yang mengandalkan paranet, Hamdani menciptakan rumah kaca di pekarangannya. Sebagian dengan bahan mika tembus pandang, sebagian lainnya plastik.

"Saya membangun rumah kaca sendiri berukuran 8 x 18 meter di belakang rumah. Saya tanam berbagai jenis sayuran seperti bayam merah, pokcay, sawi dan sayuran lainnya," Hamdani mengungkapkan.

Ia pun telah menuai hasil. Sayuran sawi, ia bisa menjual ke supermarket di Purwokerto seharga Rp 15 ribu. Kalau ada pembeli yang datang ke rumahnya, mereka bisa memilih dan memetik sendiri. Harganya hanya sekitar Rp 12 ribu.

Permintaannya pun, semakin hari semakin tinggi. Sebab itu, ia dan rekan yang membudidayakan pertanian hidroponik menjualnya secara bersama-sama.

"Supermarket di Purwokerto dan juga permintaan beberapa hotel, tidak sanggup dicukupinya," dia menerangkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya