Liputan6.com, Yogyakarta Arus informasi di era digital semakin deras. Indonesia termasuk salah satu negara yang belum memiliki amunisi untuk menangkap dampak negatif dari internet.
"Indonesia menjadi dua negara di kawasan Asean yang belum memiliki regulasi tentang keamanan privasi di internet, termasuk media sosial," ujar Staf Ahli Menkominfo Bidang Komunikasi Publik, Freddy Tulung, dalam Seminar Inisiasi Rancangan Regulasi Media di Era Integrasi Media Lama dan Media Baru di Yogyakarta, Rabu (21/3/2018).
Ia menuturkan, Laos, negara lain di kawasan Asean yang juga belum memiliki regulasi tentang keamanan privasi, ternyata sudah menggodok regulasi di lembaga setingkat DPR dan tinggal menunggu pengesahannya. Artinya, kemungkinan besar Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asean yang belum memiliki regulasi tentang keamanan privasi di internet.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Freddy, situasi ini memprihatinkan karena kondisi pengguna internet di Indonesia cukup mengejutkan. Ia mencatat sejumlah fakta terkait pengguna internet yang ada di Indonesia.
Pertama, 60 persen penduduk di Indonesia tidak memiliki rekening di bank, akan tetapi 85 persen penduduk memiliki ponsel.
Kedua, empat dari 10 orang di Indonesia aktif di media sosial. Ketiga, orang Indonesia bisa hidup tanpa ponsel paling lama tujuh menit. Keempat, orang Indonesia mengakses Internet delapan sampai 11 jam per hari.
Kelima, minat baca di Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara. Mereka membaca buku rata-rata 27 halaman per tahun.
Keenam, 59 persen orang Indonesia terbiasa membagi artikel dalam Internet tanpa lebih dulu membacanya.
"Kenyataan seperti itu yang mendukung penyebaran hoax begitu pesat," kata Freddy.
Ketujuh, penetrasi internet di Indonesia mencapai 51 persen. Kedelapan, jumlah gawai yang beredar mencapai 415 juta unit. Terakhir, di Jawa, dua dari tiga orang memiliki dua SIM card.
Â
Butuh Social Ware dan Moral Ware
Freddy memaparkan kemajuan teknologi informasi memperdalam dampak negatif dalam sejumlah persoalan. Ia mencontohkan, peredaran narkoba memanfaatkan komunikasi via ponsel, terorisme, konflik pecah belah, dan berita hoaks.
Ia tidak menampik generasi saat ini kuat di penggunaan hardware dan software. Namun, ternyata hal itu belum cukup untuk menangkal dampak negatif dari derasnya arus informasi.
"Tetapi tidak dibekali moral ware dan social ware sehingga mereka teralinasi atau terasing dari lingkungan sosialnya," kata Freddy.
Ia menilai persoalan itu tidak cukup ditegakkan lewat regulasi atau hukum, melainkan juga etika.
Â
Advertisement
Perlindungan Online dan Offline Mengacu pada HAM
Wahyudi Djafar, perwakilan LSM Elsam mengatakan kebebasan yang diberikan media sosial memunculkan tantangan baru, yakni menjadi sarana penyebaran rumor, hoaks, dan sebagainya.
"Oleh karena itu pengaturan perlu dan mengacu pada prinsip HAM," tuturnya.
Dalam resolusi 2012, prinsipnya perlindungan terhadap seseorang ketika offline sama dengan saat orang itu online. Pada 2016, resolusi diperbarui dengan menambah poin perlindungan privasi seseorang juga harus dilakukan saat online.
"Jangan dipikir media sosial itu cuma-cuma, kita semua yang mengakses sosial media membayar dengan Data-data pribadi dan itu yang perlu dilindungi," ucapnya.