Liputan6.com, Kupang- Prosesi Semana Santa di Larantuka, Kabupaten Flores Timur merupakan agenda ritual yang dinanti. Semana Santa adalah prosesi pra-Paskah yang didahului masa puasa atau pekan-pekan suci.
Jumlah peziarah kali ini lebih banyak dari tahun sebelumnya. Ribuan peziarah dari berbagai daerah berdatangan ke Larantuka.
Baca Juga
"Ada yang datang dengan rombongan, ada yang perorangan. Kebanyakan peziarah dari luar NTT dan mancanegara," ujar Ketua Panitia Semana Santa, Dion Fernandez kepada Liputan6.com, Jumat 30 Maret 2018.
Advertisement
Para peziarah saat ini tinggal menyebar di hotel, biara, sekolah-sekolah, dan rumah warga yang disiapkan panitia. "Kemungkinan jumlah peziarah ini masih terus bertambah," kata Dion.
Semana Santa merupakan prosesi puncak Jumat Agung atau Sesta Vera. Pusat perayaan diadakan di dua patung suci, yaitu patung Yesus Kristus yang oleh warga lokal dinamai Tuan Ana, dan patung Perawan Maria yang disebut warga lokal sebagai Tuan Ma.
Kedua patung tersebut dibawa oleh misionaris Portugis Gaspardo Espírito Santo dan Agostinhode Madalena pada abad XVI. Kedua patung itu hanya ditampilkan kepada publik setiap Paskah.
Prosesi puncak Semana Santa diawali dengan Jumat Agung. Ibadah ini didahului dengan prosesi laut, yakni Patung Yesus yang sudah wafat yang ada dalam peti jenazah diantar dari Kapela Tuan Meninu di Kota Rowido, Kelurahan Sarotari Tengah, menuju ke Pelabuhan Cure di depan Kapela Tuan Ma (Kapela Patung Bunda Maria) dan Tuan Ana (Patung Tuhan Yesus).
Sebelum itu, panitia menyelenggarakan ritual Muda Tuan atau Buka Pintu Kapela Tuan Ma. Peti kemas yang selama setahun tertutup kini dibuka oleh petugas Conferia. Arca Mater Dolorosa dibersihkan dan dimandikan kemudian dilengkapi dengan busana perkabungan berupa sehelai mantel yang berwarna hitam.
Di Kapela Tuan Ma itulah tempat patung Bunda Maria disimpan. Patung Tuan Ma diarak keliling Kota Larantuka oleh seluruh peziarah Katolik saat puncak acara Semana Santa
Raja Larantuka dan Lilin 2 Kilometer
Upacara buka pintu kapela atau gereja Tuan Ma dilakukan Raja Larantuka keturunan marga Diaz Viera de Godinho (DVG). Setelah dibuka, peziarah dapat berdoa dan mencium patung Tuan Ma.
Pantauan Liputan6.com di Kapela Tuan Ma, ratusan umat mengikuti upacara ekaristi dan pembasuhan kaki oleh pastor yang dilanjutkan dengan adorasi di depan Sakramen Maha Kudus.
"Sesuai tradisi, Bapak Raja keturunan DVG yang membuka kapela. Ketika beliau berhalangan, maka seorang putra beliau yang akan mewakilinya," ujar Fernandez.
Setelah pintu Kapela Tuan Ma dibuka, dilanjutkan dengan tradisi prosesi laut. Prosesi laut merupakan rangkaian upacara Semana Santa, yakni patung Tuan Meninu yang berada di Kapela Tuan Ma diarak melalui laut menuju Kapela Tuan Ma.
Dari Dermaga Rowido, di depan Kapela Tuan Meninu, panitia menyediakan perahu untuk mengantarkan Patung Yesus yang ada dalam peti jenazah dan selanjutnya diarak menggunakan perahu dan kapal motor di Kota Larantuka.
Ribuan umat Katolik dan para peziarah memadati kapal-kapal dan perahu untuk mengantarkan Patung Yesus. Siang harinya, patung Tuan Ma dan Tuan Ana diarak menuju Gereja Katedral.
Peziarah diwajibkan menggunakan pakaian serba hitam yang melambangkan kesedihan umat manusia atas pengorbanan Yesus Kristus.
Pada malam hari, peziarah berkumpul di depan gereja Katedral. Dari titik inilah prosesi Sesta Vera dengan jutaan lilin dimulai. Selama malam Jumat Agung, lilin dinyalakan sepanjang 2 km di jalan dan di depan rumah penduduk yang dilalui prosesi. Prosesi Sesta Vera ini berakhir hingga pukul 02.00 Wita dini hari.
Prosesi Semana Santa yang sudah berumur lima abad ini menarik banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Nilai sejarah dan budaya yang terkandung menjadi daya tarik tersendiri.
Advertisement
8 Persingggahan Sakral
Jumat malam itu, samar-samar terdengar suara tabuh diikuti dengan rapalan di jalan utama Larantuka. Rapalan doa sayup-sayup merebak dari ujung Jalan Basuki Rahmat kota di kaki Gunung Ile Mandiri itu.
Lima orang Confreria tampak membuka jalan. Sebuah arak-arakan yang diikuti oleh ribuan umat siap berkeliling kota untuk mengisahkan karya penyelamatan Tuhan bagi umat Katolik.
Di muka perarakan, lima pria mengenakan jubah, berlukiskan tangan-tangan octopus atau gurita besar, membawa lilin dengan tongkat tinggi bak pemegang cahaya pembuka jalan. Di belakangnya, remaja-remaja Larantuka mengikuti dengan mengusung panji-panji penuh simbol.
Dari Gereja Katedral arakan itu dimulai menuju delapan armida atau persinggahan. Persisan, sebutan proses arak-arakan bagi orang Larantuka, tak hanya diikuti oleh umat Katolik dari kota di ujung timur pulau Flores ini. Banyak juga peziarah yang berasal dari luar kota hingga luar negeri berada di tengah-tengah barisan.
Perjalanan sepanjang kurang lebih tujuh kilometer itu mendatangi delapan tempat singgah yang masing-masing memiliki makna berbeda. Sambil melantunkan doa untuk sosok Bunda Maria, Yesus dan Bapak Yoseph, ribuan peziarah itu melintas di kedelapan armida.
Confreria diikuti oleh biarawati dan peziarah Larantuka berkeliling jalan utama kota untuk menyinggahi armida-armida. Di sisi jalan yang dilintasi itu juga sudah tertancap potongan Pohon Kukung yang dijadikan tempat menaruh lilin penerang jalan. Mereka menamakannya dengan sebutan Tikam Turo.
Pada perhentian pertama yakni armida Amu Tuan Missericordia atau yang diterjemahkan sebagai Maha Rahim. Missericordia melukiskan kerinduan umat manusia menantikan janji penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus.
Armida Tuan Meninu (Tuan Bayi Anak), yang menjadi tempat kedua, merepresentasikan pemenuhan janji-janji Allah kepada umat manusia. Sedangkan di perhentian ketiga, armida Amu Tuan Mesias Anak Allah, menggambarkan hidup dan karya Yesus.
Di perhentian keempat, armida Amu Tuan Trewa atau Tuan Terbelenggu, dilukiskan penderitaan kristus demia keselamatan umat Katolik. Selanjutnya, ada perarakan berhenti di armida Amu Tuan Yesus Tersalib di Pantai Kebis. Di sini digambarkan Bunda Maria berduka cita, dan umat Katolik bersatu dalam penderitaan Yesus.
Perhentian keenam merupakan armida Pohon Siri, yang menjadi tempat perenungan saat Yesus dijatuhi hukuman mati tanpa bersalah. Sedang di armida ketujuh yakni armida Kuce, digambarkan wafatnya Yesus setelah disalib demi menebus dosa manusia.
Perhentian terakhir perarakan di armida Tuan Ana, yang melukiskan diturunkannya Yesus dari salib dan dimakamkan. Dari sana, perarakan kembali ke Katedral. Lagu seruan seperti O Vos Omne Qui Transitis, Per Viam Attendite Et Videte, Si Est Dolor Sicut Dolor Meus menjadi kidungan duka yang terdengar dalam arak-arakan yang berlangsung hingga pukul 01.30 WITA itu.
Kumandang lagu dan doa kedukaan penuh haru itu menelusup di jalan kota Larantuka. Di tengah-tengah barisan, beberapa peziarah tampak menyesapi kisah duka yang diceritakan oleh para Ana Muji Confreria.
Sosok Bunda Maria sebagai perempuan yang kuat menghadapi duka kematian anaknya bagai direalisasikan oleh peziarah kaum wanita Larantuka dalam setiap prosesi Jumat Agung. Banyak dari mereka yang membiarkan kulit tangannya terkena lelehan lilin yang menetes sepanjang perjalanan prosesi.