Diduga karena Menunggak Iuran, Ijazah Siswa SMA Garut Ditahan Sekolah

Rahmawati, orangtua siswa SMA itu mengaku tunggakan iuran yang belum dibayarnya adalah Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) sebesar Rp 3,4 juta.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 30 Mar 2018, 19:03 WIB
Diterbitkan 30 Mar 2018, 19:03 WIB
ilustrasi ijazah
Ilustrasi ijazah

Liputan6.com, Garut - Fahriza (19) siswa SMAN 20 Garut, Jawa Barat hanya bisa pasrah setelah ijazah sekolahnya ditahan pihak sekolah hampir dua tahun. Rahmawati (53), orangtua Fahriza mengaku ijazah anaknya 'parkir' di sekolah lantaran dia belum melunasi iuran sekolah.

"Bukannya tidak mau membayar, tapi memang belum ada uangnya, kalau sudah ada kami pasti membayarnya," ujar Rahmawati, Kamis, 29 Maret 2018.

Menurutnya, tunggakan iuran yang belum dibayarnya adalah Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) sebesar Rp 3,4 juta.

Namun, kata dia, pihak sekolah tetap mewajibkan dirinya membayar iuran itu secara utuh jika ingin mendapatkan ijazah tersebut. "Padahal, kami juga mau membayar," kata dia.

Selama dua tahun ijazah itu tertahan di sekolah, dia sudah beberapa kali melakukan pendekatan kepada pihak sekolah agar bisa menyerahkan ijazah putra kesayangannya itu. Namun, hasilnya nihil.

"Seharusnya pihak sekolah bijak, lagian kami juga mau membayar," ungkap dia.

Dalam pertemuan terakhir yang dilakukan dua hari lalu, ia mengaku membawa uang sebesar Rp 2 juta hasil pinjaman tetangga untuk menebus ijazah itu. Namun, bukannya melunak, malah pihak sekolah seolah mengabaikan niat baik tersebut, dan tetap meminta agar melunasi iuran secara utuh. "Kami mohon bantuannya harus bagaimana lagi, kami telah berusaha," keluh Rahmawati.

 

Bantahan Sekolah

Nunggak Iuran, Ijazah Siswa di Garut Ditahan Sekolah Hingga 2 Tahun
Nunggak Iuran, Ijazah Siswa di Garut Ditahan Sekolah Hingga 2 Tahun. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Kepala SMAN 20 Garut, Abdul Jalil membantah telah menahan ijazah salah satu siswanya itu. Menurutnya, keterlambatan penerimaan ijazah yang dialami Fahriza karena terjadinya kesahalahpahaman antara sekolah dan orangtua siswa.

"Bohong sekali sangat mencederai kalau hanya satu orang, kami dikatakan menahan ijazah, ngapain kami menahan ijazah orang lain," kata dia.

Abdul menyatakan, saat ini sekitar 90 persen orangtua dan masyarakat sekitar sekolah berkategori tidak mampu, sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk memungut DSP dari mereka.

"Kami satu-satunya sekolah di Garut yang tidak ada DSP tahunan, jadi tidak relevan apa yang mesti kami tahan," dia menambahkan.

Mengenai Fahriza, ia mengaku didatangi orangtua siswa, tetapi tidak langsung menemui dirinya. "Apalagi ini orangtua tidak mampu, jadi bagaimana mungkin ditahan, ini hanya miss komunikasi sebab orangtuanya tidak pernah datang ke sini (menghadap dia)," Abdul menegaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya