Cerita Penduduk Kampung Buta Huruf di Garut Ciptakan Kopi Varietas Baru

Senyum semringah tampak dari wajah Ai, saat pengatur acara memanggilnya ke atas panggung, dalam acara panen raya kopi preanger, di kampung Pelag, Desa Sukarilah, Sukaresmi, Garut, Jawa Barat.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 17 Mei 2018, 12:31 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2018, 12:31 WIB
panen raya kopi java priangen
panen raya kopi java priangen (liputan.com/jayadi supriadin)

Liputan6.com, Garut - Senyum semringah tampak dari wajah Ai, saat pengatur acara memanggilnya ke atas panggung dalam acara panen raya kopi preanger, di kampung Pelag, Desa Sukarilah, Sukaresmi, Garut, Jawa Barat, Rabu, 16 Mei 2018, siang. 

Siswi SMA juara 2 fisika tingkat Jawa Barat itu, didaulat menjadi mojang duta kopi arabika varietas baru jenis Java Preanger (Jawa Priangan), di kampung yang selama ini dikenal sebagai daerah buta aksara itu.

Mengenai kopi varietas baru ini, ketua kelompok, Kuswana menjelaskan bahwa kopi ini merupakan pengembangan dari kopi jenis java preanger.

"Ini adalah kopi arabika pertama Belanda, yang masih ada hingga kini," ujar Kuswana, saat panen raya kopi java preanger, di Kampung Pelag, Sukaresmi, Garut, Rabu (16/5/2018).

Ia menyatakan, kopi arabika jenis preanger ini diklaim sebagai kopi tertua yang masih bertahan, sejak pertama kali dibawa Belanda 1662 silam. Namun, minimnya inovasi, hingga akhirnya kopi tersebut lambat dikembangkan.

"Kami tahunya banyak yang menanyakan kopi preanger asal Pelag ini, rasanya spesial," kata dia.

Minimnya perhatian dan sulitnya pendanaan, diduga menjadi hambatan terbesar perkembangan kopi preanger Garut itu. Hingga akhirnya mulai 2014 lalu, Indonesia Power (IP), selaku perusahaan energi listrik negara, menurunkan tim untuk memberikan bantuan bagi mereka.

"Saat ini pun kami belum punya nama varietasnya apa, saya harap sesuai nama kampung kami saja," Kuswana mengharapkan.

Kuswana menyatakan, sejak pertama kali dibawa menir Belanda, empat abad silam, jenis kopi java preanger ini, seolah berjodoh dengan tanah Garut, yang berada di ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Biji kopi merah ranum yang dihasilkan tampak subur, biji kopi terlihat lebat pada setiap dahan batang pohonnya, dan rasa kulitnya cukup manis. "Hari ini adalah panen pertama dari tanam pertama 2014 lalu," kata dia.

 

 

 


Varietas Baru Java Preanger

Varietas baru java preanger
varietas baru preanger (liputan6.com/jayadi supriadin)

Kuswana menyatakan, dalam beberapa kali panen kopi jenis java preanger sebelumnya, para petani yang mayoritas buta huruf itu, sudah mampu menghasilkan panen biji rose brand giling, hingga 1,3 sampai 2 ton per sekali musim panen yang berlangsung lima bulan sekali itu.

Saat ini, varietas kopi preanger yang tertanam di wilayah Priangan ada 17 jenis, sehingga dengan dikembangkannya kopi kampung Pelag ini, varietasnya menjadi bertambah. "Prosesnya (sertifikasi varietas baru) kini sudah ada di Balittri (Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar)," kata dia.

Sementara khusus jenis java preanger yang ditanam di kampung Pelag, ujar dia, terbagi dalam tiga kategori yakni jagur (tinggi), semi KT (sedang), dan KT (pendek) dengan ketinggian pohon paling jangkung sekitar 1,5 meter.

"Rata-rata yang usia 5 tahun baru bisa panen sekitar 5 kilogram, semakin tambah usia, biasanya semakin naik produksinya," kata dia.

Kuswana menambahkan, salah satu keunggulan kopi java prianger Pelag, yakni rasa asamnya yang khas, dan tingkat susut yang rendah. Ia mencontohkan, dari 1 kilogram rose brand biji kering giling, mampu menjadi 0,8 ons kopi siap seduh. "Soal rasa bisa dirasakan sendiri," kata dia memuji betapa baik kualitas java preanger yang dikelolanya.

General Manajer UPJP Kamojang Budi Wibowo mengatakan, untuk menghidupkan ekonomi warga Pelag, lembaganya telah menyerahkan bantuan hingga 40 ribu bibit kopi java preanger bagi penduduk yang mayoritas tidak selesai SD itu.

Bibit itu, ujar dia, sengaja disemai dari induk java preanger yang berusia ratusan tahun yang masih ada di pegunungan sekitar lahan penduduk. Saat ini, total jumlah lahan yang sudah ditanami warga mencapai 78,3 hektare.

Perinciannya, sekitar 42,60 hektare milik Perhutani, dan 35,7 hektare milik petani. Kini, hampir empat tahun sejak tanam berlalu, sekitar 30 ribu kopi diantaranya siap panen.

"Sampai saat ini pun kopi ini belum punya nama, semoga bisa menggunakan nama varietas Pelag agar menjadi kebanggaan warga," kata dia.

Budi menambahkan, selain pembagian bibit kopi, lembaganya melalui dana CSR perusahaan, telah menyumbangkan empat unit kelas untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), satu ruang perpusatakaan, satu gedung posyandu hinga fasilitas MCK. "Kini sudah ada belasan MCK yang telah tersebar di hampir kampung Pelag," kata dia.


Uniga Siap Bantu Kajian Ilmiah Kopi Pelag

Uniga siap bantu kajian ilmiah kopi pelag
Uniga siap bantu kajian ilmiah kopi pelag (liputan6.com/jayadi supriadin)

Rektor Universitas Garut (Uniga) Abdusy Syakur Amin menyatakan, untuk mendukung proses sertifikasi varietas baru kopi java preanger asal Pelag itu, lembaganya siap memfasilitasi kajian ilmiah asal-usul varietas baru kopi Arabika itu.

"Infonya kan sekarang sudah di balittri, kita tunggu saja, baru nanti gaungkan," kata dia.

Menurutnya, berdasarkan data penanaman kopi yang dibawa Belanda, diperkirakan kopi yang ditanam di sekitar Pelag, bersamaan dengan penanaman lainnya di wilayah Priangan, Jawa Barat lainnya. "Memang sudah termasuk tua juga kopi Pelag ini," kata dia.

Selain itu, untuk mengenalkan varietas baru kopi Pelag, lembaganya siap menyosialisasikan menjadi brand unggulan kopi Garut selanjutnya. "Brand itu sangat penting, Gayo Aceh, Kopi Toraja menang karena brand, kita pun harus bisa, lihat saja nanti," ujar dia dengan optimis.

Bahkan, sebagai daerah yang kaya potensi lokal, lembaganya telah memasukan nama kampung Pelag sebagai lokus baru bagi kegiatan wajib Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa tingkat akhirnya. "Mungkin tahun ini sudah kita coba, atau mungkin kita lihat jadwal pastinya," ujarnya.

Syakur menilai, dengan adanya sentuhan pendidikan, ia optimis kampung yang awalnya memiliki persoalan dengan minimnya minat pendidikan warganya itu, bakal berubah dengan cepat seiring meningkatnya minat sekolah mereka. "Alhamdulillah, kebetulan lulusannya beberapa mahasiswa kami juga," ujar dia bangga.


Target Pelag Entaskan Buta Huruf

target pelag entaskan buta hurup
target pelag entaskan buta hurup (liputan6.com/jayadi supriadin)

Kepala Desa Sukarillah Asep Haris mengatakan, proses meningkatnya minat pendidikan warga bukan perkara gampang. Selain paradigma yang sulit dihilangkan, juga minimnya dukungan orangtua. "Di sini anak laki-laki sudah bisa angkat beban ke gunung 50 kilogram nikahkan, itu saja menilainya," kata dia.

Tak mengherankan, hingga 2010 lalu, dari total 1.049 orang warga kampung Pelag, baru satu orang yang memiliki ijazah Sekolah Dasar (SD), sedangkan sisanya tidak menyelesaikan pendidikan dasar itu secara tuntas. "Sejak awal memang kami terkenal sebagai daerah buta huruf," kata dia.

Namun di tengah keterbatasan itu, Buldan, salah satu warganya yang hanya lulusan SMP mulai berfikir, adanya lembaga pendidikan yang gratis dapat memudahkan dan mengajak minat warga. "Pernah tiga periode kepala desa kami tidak lulus SD," ujarnya.

Gayung bersambut, sejak 2010 lalu Indonesia Power (IP) akhirnya membuka pemberdayaan pendidikan bagi masyarakat Pelag. Tercatat dalam kurun satu windu terakhir, tiga sarjana berhasil lulus. 

Saat ini jumlah siswa MI sekitar 175, kemudian siswa SMA-sederajat 36 orang, serta siswa SMP 65 orang. "Bahkan dari kami sudah ada yang juara fisika tingkat provinsi Jawa Barat, itu (Ai) tadi buktinya yang di panggung," ujarnya.

Ia berharap, dengan naiknya pamor kopi Pelag saat ini, mampu menjadi sebuah kebanggaan, sekaligus peluang mengubah nasib warga. "Asal ada keingian tentu pasti ada jalan, kami harapkan namanya jadi varietas Pelag," kata dia optimis.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya