Telepon Terakhir Korban Tewas KM Lestari Maju Sesaat Sebelum Tenggelam di Selayar

Korban KM Lestari Maju sempat menghubungi anaknya untuk mengabari bahwa kapal yang ditumpanginya sudah mulai miring hendak tenggelam.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jul 2018, 11:01 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2018, 11:01 WIB
KM Lestari Maju kandas
Polres Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, resmi menyelidiki kasus KM Lestari Maju yang kandas pada Selasa, 3 Juli 2018. (Foto: Dok. Polres Kabupaten Selayar untuk Eka Hakim/Liputan6.com)

Liputan6.com, Makassar - Insiden tenggelamnya KM Lestari Maju di perairan Selayar, Sulawesi Selatan, meninggalkan duka mendalam bagi yang ditinggalkan. Cerita perpisahan mengharukan terungkap dari Nurul Fajrin, anak Patta Daeng (65), yang tewas tenggelam dalam insiden tersebut.

Patta Daeng ternyata sempat menghubungi Nurul beberapa kali melalui telepon genggam saat detik-detik kapal nahas tersebut kandas hingga terbalik miring di atas karam Perairan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

"Tapi waktu itu, saya masih di kantor belum sempat angkat. Nanti beberapa saat saya telepon balik ternyata kena musibah," ujar anak kedua korban itu di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulsel, Rabu, 4 Juli 2018, dilansir Antara.

Ia menceritakan akhirnya menerima telepon pada Selasa, 3 Juli 2018, pukul 13.33 Wita saat kedua orangtuanya beserta kerabatnya tengah berjuang menyelamatkan diri di feri nahas yang kandas di pantai Pulau Pa'badilan, Kabupaten Kepulauan Selayar.

KM Lestari Maju itu sengaja dikandaskan di pulau kecil di tengah perairan Kepulauan Selayar oleh nakhoda karena diduga terjadi kebocoran pada lambung bagian kiri kapal itu. Saat itu, ia meminta orangtuanya tetap tenang, meskipun gelombang laut kala itu cukup besar disertai angin kencang hingga air laut terus masuk ke lambung kapal.

Akibat mengalami kebocoran dan ombak besar, kapal oleng hingga secara perlahan kemudian tidak seimbang lalu terbalik. Bahkan, kata Fajrin, di waktu menegangkan itu, korban bersama istrinya, Daeng Tallara (60), sedang memeluk tiang kapal itu.

"Bapak sama ibu sempat memeluk tiang kapal untuk bertahan hidup sebelum kapal terbalik siang hari itu. Orang tua saya juga tidak sempat dapat pelampung. Saya sempat bilang bertahan saja di situ, sebentar lagi datang bantuan. Saya terus memberi semangat, tapi dia bilang, 'Doakan saja Nak selamat'," ucapnya.

Meskipun kenyataannya belum ada tanda bantuan datang, Fajrin terus memberikan semangat, bahkan dirinya sempat berpikir untuk mencari bantuan ke mana-mana. Namun dalam situasi dan kondisi tegang, ia akhirnya harus pasrah menunggu kabar terbaru.

"Saya sempat berpikir mencari bantuan, tapi bingung mau ke mana, lalu saya tinggalkan kantor, setelah kontak kami terputus. Saat itu juga tante saya sempat menelepon beberapa kali, lalu saya telepon balik dan ada komunikasi," tuturnya.

Ketika berkomunikasi dengan tantenya, Hj Sitti Awang yang bisa selamat dari kecelakaan laut itu, Fajrin sempat diberitahu bahwa Tetta-nya (bapak) yang sedang memeluk tiang kapal tampak berkeringat dingin, sebelum air laut sampai masuk dek kapal.

Setelah air laut memenuhi dek kapal, kedua orangtuanya sudah tidak berada lagi di tiang kapal itu. "Saya sempat lihat Tetta-mu bersama ibumu masih pegang tiang kapal, namun setelah air memasuki dek kapal disertai ombak keras, hingga kapal mulai miring, saya tak lihat lagi mereka," tutur Fajrin yang mengutip cerita tantenya.

Fajrin menyebutkan tantenya pertama kali mengabari keluarga hingga diketahui terjadi kecelakaan KM Lestari Maju itu sampai tersiar ke publik. Tantenya beserta anak dan kemenakannya bisa selamat, kata dia, karena bisa bertahan di sekoci.

 

 

Pelukan Sang Cucu

Jumlah Korban KM Lestari Maju Tenggelam di Selayar Melebihi Data Manifes
Jumlah manifes KM Lestari Maju yang tenggelam berdasarkan catatan pihak Pelabuhan Bira, Kabupaten Kepulauan Selayar, adalah 139 orang penumpang. (dok. Basarnas Selayar/Eka Hakim)

Sementara, orangtua Fajrin masih bertahan di kapal dan tidak sanggup menahan ombak besar hingga meninggal. Menurut Fajrin, firasat akan kejadian itu juga sudah dirasakan saat anaknya memeluk kakeknya, Patta Daeng, sangat lama dan tidak biasanya seperti itu, tapi diabaikan bahkan tidak tertangkap nalar.

"Anakku sempat peluk kakeknya meminta jangan pulang dulu ke Selayar karena suasana hari itu keluarga kami baru selesai acara pengantin di rumah. Awalnya saya heran, tapi anggap biasa, ternyata itu tanda-tandanya," ucap Fajrin.

Saat ditanyakan apakah kedua orangtuanya beserta kerabat terdaftar dalam manifes sebagai penumpang resmi, Fajrin tidak mengetahui secara pasti. Ia hanya menyatakan mereka menumpangi mobil travel yang melayani penumpang ke Selayar.

Awalnya, Fajrin masih yakin kedua orangtuanya bisa selamat. Namun beberapa jam kemudian setelah kejadian, bapaknya ditemukan sudah tidak bernyawa dengan kondisi beberapa luka di wajahnya, yang diduga terbentur benda keras, bersama ibunya yang juga telah meninggal.

"Makanya saya berangkat hari ini (Rabu) ke Selayar, sebab tidak bisa diwakili orang lain, kecuali anaknya untuk mengambil jenazah mereka di rumah sakit di sana. Tidak ada jalur laut dibuka maka saya menempuh jalur udara untuk memastikan serta mengambil jenazahnya," kata Fajrin sedih.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya