Ironi Anak-Anak Berprestasi Tak Diterima SMP Negeri Akibat PPDB Zonasi

Menanggapi banjir protes PPDB zonasi ini, Disdik Banyumas berjanji bakal memperluas kesempatan pada anak-anak berprestasi dan calon siswa yang berasal dari desa-desa tanpa SMP negeri.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 05 Jul 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2018, 13:00 WIB
Anak-anak di Desa Citepus, Jeruklegi, Cilacap harus berdesakan dan menaiki atap angkutan pedesaan untuk sampai ke sekolahnya. (Foto: Liputan6.com Muhamad Ridlo)
Anak-anak di Desa Citepus, Jeruklegi, Cilacap harus berdesakan dan menaiki atap angkutan pedesaan untuk sampai ke sekolahnya. (Foto: Liputan6.com Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas- Hujan protes orang tua mewarnai penerimaan siswa baru atau PPDB SMP di Banyumas, Jawa Tengah. Bagaimana tidak, anak-anak berprestasi dengan nilai di atas rata-rata tak bisa masuk ke sekolah negeri.

Beberapa anak tersebut bahkan bernilai Ujian Nasional (UN) nyaris sempurna, 9,5 dan lebih tinggi. Namun, mereka kalah oleh siswa biasa-biasa saja, dengan nilai rata-rata 6 poin, atau kurang dari itu.

Pangkal soalnya, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud nomor 14 tahun 2018 mengamanatkan bahwa PPDB mulai tahun ini menerapkan sistem zonasi. Siswa yang diterima di sekolah negeri adalah anak-anak diutamakan berasal dari lingkar terdekat sekolah.

Persentasi zona terdekat adalah 90 persen. Anak-anak luar daerah dan perpindahan domisili lima persen. Anak berprestasi hanya memperoleh jatah sisanya, juga lima persen.

Sekretaris Komisi D DPRD Banyumas, Yoga Sugama, menilai di satu sisi PPDB Zonasi menguntungkan anak-anak yang berada di daerah yang berdekatan dengan sekolah. Sistem zonasi juga memastikan tak ada pengkutuban sekolah unggulan dan non-unggulan.

Sebaliknya, PPDB Zonasi SMP Banyumas sangat merugikan daerah-daerah tanpa sekolah negeri. Padahal, di Kabupaten Banyumas, masih banyak kecamatan yang hanya memiliki dua atau bahkan satu sekolah negeri. Bahkan di daerah perkotaan, ada zona yang tanpa SMP Negeri.

Di sisi lainnya, anak-anak berpretasi juga tak bisa masuk ke sekolah yang diinginkan. Sebabnya, nilai tak diperhitungkan. Anak berprestasi hanya memperoleh jatah lima persen dan harus bersaing dengan ratusan calon siswa pintar lainnya.

"Unsur nilai sama sekali tidak menjadi hal yang dipertimbangkan diterima atau tidak siswa ini. Padalah, tujuan Permen itu kan pemerataan daya tampung dan pemerataan nilai," dia menerangkan saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 5 Juli 2018.

Yoga mengaku hingga Kamis pagi menerima ratusan protes orang tua siswa. Sebanyak 60 di antaranya bahkan menemuinya untuk mengungkapkan kekecewaan akibat sistem PPDB Zonasi ini.

Saksikan video tentang sekolah alam menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


PPDB Zonasi, Bagaimana dengan Daerah Tanpa SMP Negeri?

Puluhan siswa SMP pulang sekolah bersepeda di Purworejo, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Puluhan siswa SMP pulang sekolah bersepeda di Purworejo, Jawa Tengah. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Dia mencontohkan, salah satu orang siswa yang datang ke rumahnya mengeluh lantaran anaknya tidak bisa masuk ke sekolah A. Padahal, si anak bernilai 9,5. Anaknya kalah oleh anak-anak yang bernilai rata-rata hanya 6 lantaran dekat dengan sekolah.

Pasalnya, jarak sekolah dengan rumahnya adalah 6 kilometer. Adapun anak yang bernilai 6 berada di jarak 1,5 kilometer.

"Sangat disayangkan. Dinas ini tidak mempertimbangkan hal ini, atau tidak komprehensif-lah. Akibatnya ini, anak yang nilainya 9,5 atau 9, tidak dipertimbangan, karena jaraknya jauh dari sekolah," ujarnya.

Yoga menilai, Dinas Pendidikan Banyumas terlalu kaku dalam menerapkan Permendikbud 14 tahun 2018 ini. Ia menyarankan agar penerapannya dilakukan fleksibel.

Pasalnya, banyak daerah tanpa sekolah negeri di jarak beberapa kilometer. Banyak pula kecamatan di Banyumas yang hanya memiliki satu atau dua sekolah negeri. Di sisi lain, di Kota Purwokerto, seperti kelurahan Sokanegara, ada tiga sekolah SMP negeri.

Menurut Yoga, sistem zonasi SMA dianggap sebagai contoh terbaik. Sistem zonasi tetap diterapkan, tapi bukan berdasarkan jarak, melainkan kawasan. Beberapa kecamatan menjadi zona utama SMA tersebut.

"Di dalam zona, tetap terjadi kompetisi nilai. Sistem ini menguntungkan dari sisi siswa, baik berdasarkan jarak maupun kompetisi," dia menjelaskan.

Menanggapi banjir protes PPDB zonasi ini, Dinas Pendidikan Banyumas berjanji bakal memperluas kesempatan pada anak-anak berprestasi dan calon siswa yang berasal dari desa-desa yang berada di zona tanpa sekolah SMP negeri.


Solusi untuk Carut Marut PPDB Zonasi

Sekolah alam MTS Pakis, Cilongok, Banyumas mengombinasikan pendidikan akademik dengan pendidikan berbasis agroforestry. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Sekolah alam MTS Pakis, Cilongok, Banyumas mengombinasikan pendidikan akademik dengan pendidikan berbasis agroforestry. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kepala Dinas Pendidikan Banyumas, Purwadi Santosa mengakui, di Banyumas masih terdapat desa atau kelurahan yang jaraknya jauh dari SMP negeri. Bahkan, di sekitar Purwokerto ada dua zona tanpa SMP negeri, yakni area Leduk, Kelurahan Mersi, dan Arcawinangun serta zona Kalikidang, Wiradadi dan Karangnangka.

"Calon siswa SMP di dua zona ini tak tertampung di sekolah negeri lantaran tak ada SMP terdekat. Semuanya berada di luar area wilayah," ucap Purwadi.

Dalam gelombang kedua PPDB Banyumas, sebanyak 71 sekolah diinstruksikan untuk menambah kuota rombongan belajar (rombel) dari 32 siswa per kelas yang sudah diumumkan menjadi 36 siswa per kelas. Harapannya, anak-anak berprestasi bisa tertampung di sekolah-sekolah negeri terdekat.

"Sebanyak 13 sekolah di Banyumas ini akan membuka gelombang kedua PPDB dengan jumlah siswa yang ditingkatkan," dia menerangkan.

Khusus untuk daerah zona tanpa sekolah negeri, Disdik Banyumas bakal melakukan rapat dengan camat, kepala desa, tokoh masyarakat dan seluruh kepala SMP Negeri, SMP Swasta maupun MTs untuk mencari soluasi terbaik.

"Ya kalau mengikuti yang sudah daftar, kelemahannya desa-desa yang belum tercover itu belum mandaftar, kan? Ini juga akan kita pertimbangkan. Harapannya, desa-desa itu tercover itu. Kemudian, yang jumlah rombel itu kita maksimalkan," dia mengemukakan.

Purwadi menerangkan, Permendikbud Nomor 14 tahun 2018 tentang PPDB sebenarnya bertujuan memberikan kesempatan kepada seluruh calon siswa. Diharapkan tidak ada istilah sekolah unggulan dan non-unggulan.

Hal itu bertujuan untuk memberi kesempatan yang sama kepada anak-anak untuk memperoleh pendidikan yang dinginkan dan tanpa diskriminasi.

Namun, menurut dia, Permendikbud tersebut terlalu detail mengatur teknis penerimaan siswa. Antara lain dengan sistem zonasi yang ditetapkan terdekat hingga terjauh. Aturan PPDB Online juga tak bisa dikombinasikan dengan offline.

Sementara, tak semua orang tua siswa memiliki cukup pengetahuan untuk mendaftar secara online. Hal ini, menurut dia, berlawanan dengan semangat otonomi daerah yang memberi kesempatan seluas-luasnya dalam penerapan sebuah regulasi.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya