Kebakaran Hebat Menghabiskan Kampung Adat Gurusina Flores

Warga tak bisa serta merta mengungsi meskipun rumah sudah habis. Mereka harus memastikan api benar-benar padam dan menggelar ritual untuk menentukan lokasi pengungsian. Bangunan adat ini juga butuh biaya besar tiap rumahnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Agu 2018, 21:51 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2018, 21:51 WIB
gurusina
Kampung adat Megalithicum Gurusina yang menjadi obyek wisata di Flores terbakar habis. (foto : Liputan6.com/nury sybli/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Flores - Kampung adat Gurusina yang terletak di Desa Watumanu, Kecamatan Jerebu, Kabupaten Ngada, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) terbakar pada Senin (13/8/2018) petang.

Pendiri Rumah Baca Akar, Nury Sybli mengabarkan bahwa kebakaran terjadi sekitar jam 16.00 WITA. Diawali api membakar rumah adat bagian bawah kampung Megalitikum Gurusina. Dalam hitungan detik api langsung menyambar puluhan rumah yang terbuat dari kayu dan beratapkan ilalang dan bambu.

"Data yang masuk ke saya ada 27 rumah adat, dan 6 rumah pendamping untuk upacara adat (3 baga + 3 ngadu) yang habis terbakar. Dari 33 rumah adat yang selamat hanya 6 ditambah rumah baca," kata Nury melalui pesan Whatsapp, Senin (13/8/2018) malam.

Hingga berita ini ditulis, kebakaran masih diselidiki penyebabnya.

Huber, seorang guru di kampung adat Gurusina menyebutkan tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.

"Barang-barang pusaka juga bisa terselamatkan," kata Nury menirukan Huber.

Meskipun habis terbakar, warga tidak serta merta bisa langsung mengungsi. Selain memastikan bahwa api benar-benar sudah padam, juga menunggu upacara adat untuk menggelar ritual guna menentukan lokasi pengungsian.

"Secara adat belum boleh mengungsi dulu sebelum benar-benar api padam," kata guru Huber kepada Nury.

Selain rumah, semua kebutuhan sekolah anak-anak juga ikut habis terbakar. Mulai dari pakaian hingga peralatan baca tulis, tak ada yang bisa diselamatkan.

"Berbicara kebutuhan, saat ini warga membutuhkan makanan, susu, pakaian dan terutama bagaimana membangun kembali rumah adat," kata guru Huber.

Menurut Guru Poly, rumah adat ini harus kembali terbangun, karena rumah adat itu bukan sekadar rumah tinggal, namun ada nilai yang harus dijaga.

"Mohon teman-teman bantu. Bukan saja soal membeli kayu dan paku tapi membangun nilai dari setiap rumah di kampung adat ini yang mahal. Semoga pemerintah memperhatiakan musibah ini," kata guru Poly.

Simak video menarik pilihan berikut di bawah : 

 

Tentang Kampung Gurusina

gurusina
Pendiri Rumah Baca Akar Nury Sybli berfoto bersama anak-anak kampung adat Gurusina. (foto : Liputan6.com/nury sybli/edhie prayitno ige)

Kampung Gurusina adalah salah satu kampung adat yang terletak di kaki gunung Inerie, sekitar 21 km dari Kota Bajawa tepatnya di Kecamatan Jerebu'u.

33 rumah berbaris melingkar mengelilingi batu-batu megalitikum dan di tengah lapangan terdapat 3 bangunan pondokan kecil bernama Baga dan tiga rumah adat mini bernama Ngadu.

Setiap rumah terbuat dari kayu dan bambu, beratapkan ilalang. Diatap rumah terdapat hiasan rumah sebagai tanda rumah utama dan pada bagian depan terdapat susunan tanduk kerbau seperti rumah-rumah Toraja. Tanduk Kerbau ini melambangkan kejayaan dan kebesaran akan harta dan kekayaan setiap warga penghuni rumah adat ini.

Dan pada setiap pintu rumah, terdapat ukiran kayu dengan nama rumah. Di semua bangunan tidak semen, melainkan menggunakan bambu dan kayu.

Warga kampung Gurusina rata-rata bertani kopi, kemiri dan padi. Sebagian perempuan menenun lawo bermotif jara.

Nury Sybli mengaku sudah beberapa kali ke Kampung Gurusina dan terakhir mengunjungi kampung itu pada Agustus 2017. Di Kampung inilah Nury mendirikan Rumah Baca Akar yang diberi nama Sao (rumah) Baca Akar.

"Saya bukan orang Flores, tapi membantu mereka dekat dengan buku adalah kebahagiaan," kata Nury kepada Liputan6.com.

Kebakaran kampung adat Gurusina itu membuat Nury sangat berduka. Ia kemudian menghubungi seluruh jejaring yang ada agar bisa membantu warga Gurusina.

"Boleh menghubungi saya di 081212721319," kata Nury.

Kebutuhan membangun rumah adat ini berbiaya tidak sedikit. Bukan soal membeli kayu dan paku tapi ritual setiap pendirian rumah biayanya tidak sedikit.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya