Air, Juru Terang Warga Pakuluran Pekalongan

Listrik mikro hidro sangat membantu warga Pekalongan yang awalnya pasokan listrik tidak kuat untuk mengisi daya handphone.

diperbarui 29 Agu 2018, 08:30 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2018, 08:30 WIB
Air, Juru Terang Warga Pakuluran
Casmirah mencetak gula aren diterangi lampu pijar yang bersumber dari kincir tradisional. (foto: Liputan6.com/suaramerdeka.com/Isnawati)

Pekalongan - Wangi aroma air nira yang telah mendidih menyeruak memenuhi rumah Casmirah (55) di RT 05/ RW 02 Dusun Pakuluran, Desa Sidoarjo, Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, Sabtu, 25 Agustus 2018. 

Di bawah sorot lampu pijar, Casmirah memasak air nira dengan kayu bakar. Air nira terus diaduk hingga mengental, kemudian dimasukkan ke dalam cetakan kayu berbentuk setengah bola. Kurang dari 15 menit, air nira membeku dan gula aren siap dijual ke pasar.  

Casmirah tinggal di rumah berdinding papan dan beralaskan tanah. Tidak ada televisi ataupun alat penanak nasi. Yang ada hanya tiga lampu pijar 5 watt untuk menerangi dapur, kamar dan ruang tamu. Keberadaan lampu pijar itu menjadi barang mewah bagi keluarga ini.

"Dulu pakai lampu tempel minyak tanah," kata Casmirah.  

Lampu yang menerangi rumah Casmirah bersumber dari kincir tradisional pembangkit listrik yang dipasang di Sungai Sorosido, tak jauh dari rumahnya. Lebih dari 20 tahun, keluarga Casmirah mengandalkan pembangkit listrik kincir air untuk menerangi rumahnya.  

Dukuh Pakuluran berada pada ketinggian 800-1.050 meter di atas permukaan laut dan  merupakan salah satu daerah terpencil di Kabupaten Pekalongan. Dukuh ini berjarak sekitar 25 kilometer dari ibu kota Kabupaten Pekalongan. Akses masuk menuju dusun ini masih berupa tanah dan batu.  

Kepala Dusun Pakuluran Sayo mengatakan, Dusun Pakuluran dihuni 90 kepala keluarga (KK) yang tinggal di 74 rumah. Mereka tersebar di RT 05/ RW 02 dan RT 06/ RW 02. Selama puluhan tahun, warga menerangi rumahnya dari kincir air yang dibuat dengan biaya sekitar Rp 2 juta.  

Saat itu, ada 50 kincir air. Dusun Pakuluran juga mendapat bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah. Namun, dari 50 kincir air, saat ini tersisa beberapa saja setelah listrik PLN masuk ke dusun ini pada September 2017.

Meskipun listrik PLN sudah masuk, namun belum semua warga bisa menikmatinya. Dari 74 rumah, delapan di antaranya belum teraliri listrik dari PLN. Mereka bertahan menggunakan kincir air. Salah satunya keluarga Casmirah.  

Casmirah mengaku biaya pemasangan listrik PLN Rp 3.050.000 terlampau mahal. Ia dan suaminya tidak punya cukup uang. Casmirah sehari-hari membuat gula aren. Ia menjual gula aren Rp 10.000 per kilogram. Sementara suaminya, Casyono (60) menyadap aren dan mencari kayu di hutan.  Selain rumah Casmirah, rumah Rakiban juga belum teraliri listrik dari PLN.

"Suami saya sakit-sakitan. Saya sendiri sehari-hari hanya mencari rumput untuk pakan ternak. Sehingga belum mampu pasang listrik dari PLN Pekalongan. Kalau pakai kincir kan tidak perlu membayar," kata Daini (57), istri Rakiban.  

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

Ikuti berita menarik lainnya dari suaramerdeka.com di tautan ini. 

Jual Sapi, Bangun Kincir

Kincir-Air
(Liputan 6 TV)

Kondisi yang sama juga pernah dirasakan warga Dusun Totogan, Desa Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan. Selama puluhan tahun, warga di sana juga memanfaatkan kincir air sebagai pembangkit listrik untuk menerangi rumah.  

"Dulu, saya jual sapi untuk membuat kincir," kenang Kepala Dusun Totogan, Dasari.

Dusun Totogan juga termasuk daerah terpencil di Kabupaten Pekalongan. Desa ini berada di ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut dan berjarak 46 kilometer dari ibu kota Kabupaten Pekalongan.  

Kehidupan warga Totogan mulai berubah sejak Pemprov Jawa Tengah membangun PLTMH di Desa Tlogopakis, sembilan tahun lalu. PLTMH memanfaatkan Sungai Sengkarang, dan menerangi 70 rumah. Setiap bulan, warga membayar antara Rp 20.000 hingga Rp 35.000. Menurut Dasari, sejak adanya PLTMH, kehidupan warga menjadi lebih baik. 

"Di bidang pendidikan, anak-anak bisa belajar pakai laptop. Tukang kayu, pekerjaannya juga lebih ringan karena alat-alat pertukangan yang dulunya manual bisa menggunakan listrik. Kadang, kalau ada kegiatan atau hajatan, yang punya kulkas bisa dititipi untuk mengawetkan makanan," paparnya.

Senada disampaikan Dwi Papundi (25), warga RT 11/ RW 06 Dusun Totogan. Sebelum ada PLTMH, warga merasa terisolir karena akses informasi terbatas. Warga tidak bisa menggunakan handphone untuk memperluas informasi karena pasokan listrik tidak kuat untuk mengisi daya handphone.

"Nge-charge handphone lama. Kadang sampai berjam-jam nggak penuh juga," kata Dwi.  

Meskipun warga sudah beralih dari kincir air ke PLTMH, namun tidak menjamin pasokan listrik lancar sepanjang masa. Pada musim kemarau seperti ini, kemampuan PLTMH  menurun karena debit air berkurang.

"Lampunya harus dikurangi, nggak bisa nyala semua," tambah Dwi.  

Simak video pilihan berikut di bawah:

 

Rasio Kelistrikan

mikro hidro
Ngadianto, seorang penyandang cacat, menata kincir air buatannya untuk menyirami lahan wortel di desa Tulungrejo, Jatim. Ngadianto memerlukan 20 buah kincir untuk lahan seluas 1,4 hektare.(Antara)

Rasio Elektrifikasi  Berdasarkan data Bagian Perekonomian Setda Kabupaten Pekalongan, saat ini rasio elektrifikasi ketenagalistrikan Kabupaten Pekalongan mencapai 97,92 persen. Pemerintah memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sehingga mencapai 97,92 persen. Salah satunya pemanfaatan sumber daya alam berupa air.  

Energi air dimanfaatkan sebagai sumber tenaga pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan listrik skala desa, khususnya di daerah-daerah terpencil yang belum terjangkau pelayanan PLN melalui pembangunan PLTMH.  

Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Setda Kabupaten Pekalongan Abdul Baqi menjelaskan, pembangunan PLTMH di Kabupaten Pekalongan dimulai sejak tahun 2005.

"Sampai tahun 2015, telah dibangun 17 unit PLTMH dengan kapasitas total 436 kilowatt," kata Abdul Baqi.

Energi listrik dari 17 unit PLTMH tersebut digunakan untuk mengalirkan listrik ke 1.808 rumah, termasuk fasilitas umum. Pembangunan PLTMH tersebar di tiga kecamatan. Satu unit di Kecamatan Doro, sebelas unit di Kecamatan Lebakbarang dan lima unit di Kecamatan Petungkriyono. PLTMH pertama dibangun di Desa Sidoarjo, Kecamatan Doro dengan kapasitas 22 kilowatt. Sementara di Kecamatan Lebakbarang, PLTMH dibangun di Desa Bantarkulon dan Mendolo, masing-masing berkapasitas 20 kilowatt. Selain itu di Desa Kapundutan berkapasitas 2x20 kilowatt, di Desa Sidomulyo 25 kilowatt, serta di Desa Timbangsari 20 kilowatt dan 30 kilowatt.

PLTMH lainnya dibangun di Desa Depok berkapasitas 15 kilowatt dan 25 kilowatt, serta di Desa Wonosido berkapasitas 25 kilowatt.  Adapun di Kecamatan Petungkriyono, PLTMH dibangun di  Desa Curugmuncar berkapasitas 50 kilowatt, Desa Kayupuring berkapasitas 20 kilowatt dan di Desa Songgodadi berkapasitas 50 kilowatt. Selain itu, di Desa Tlogopakis, di Dukuh Sawangan dan Dukuh Totogan masing-masing berkapasitas 12 kilowatt.

Pemanfaatan energi air sebagai sumber tenaga pembangkit listrik di sejumlah lokasi tersebut, selain meningkatkan rasio elektrifikasi, juga turut berkontribusi menyumbang target bauran energi. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, pemerintah menargetkan peran energi baru dan terbarukan (EBT) paling sedikit 23 persen pada tahun 2025 dan paling sedikit 31 persen pada tahun 2050.  

 

Jaga Hutan

Kawasan Amazon
Rekaman drone menangkap suku langka di hutan Amazon, yang hidupnya masih terisolasi. (Foto: Mauro Pimentel / AFP)

Pemanfaatan energi air melalui pembangunan PLTMH juga akan mendorong masyarakat untuk  menjaga lingkungan hutan, di antaranya dengan tidak menebang hutan sembarangan. Karena tanpa cadangan air yang disimpan di hutan, PLTMH tidak bisa beroperasi maksimal.  

Potensi energi air yang telah dimanfaatkan tersebut baru sebagian dari potensi yang ada di Kabupaten Pekalongan. Berdasarkan inventarisasi potensi energi terbarukan, Kabupaten Pekalongan menyimpan potensi alam yang melimpah yang bisa dikembangkan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) klasifikasi PLTA kecil dan PLTMH.  

Di antaranya Sungai Welo di Desa Yosorejo, Kecamatan Petungkriyono. Potensi daya yang dihasilkan turbin maksimal mencapai 4.666 kilowatt dan rata-rata 1.484 kilowatt. Selain itu Sungai Sengkarang di Desa Timbangsari-Tlogopakis, Kecamatan Petungkriyono. Potensi daya yang dihasilkan turbin maksimal mencapai 1.954 kilowatt dan rata-rata 300 kilowatt.  

Potensi lainnya Sungai Paingan di Desa Lebanggelun-Linggoasri, Kecamatan Kajen. Potensi daya yang dihasilkan turbin maksimal mencapai 2.395 kilowatt dan rata-rata 724 kilowatt, serta Sungai Genteng Desa Bubak-Notogiwang, Kecamatan Paninggaran. Potensi daya yang dihasilkan turbin maksimal mencapai 1.061 kilowatt dan rata-rata 198 kilowatt. Selain itu Sungai Kumenyep dan Sungai Wisnu di Kecamatan Lebakbarang serta Sungai Kupang di Kecamatan Talun.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya