Bocah yang Dianiaya Ibu Tirinya Mulai Tersenyum

Ia belum pernah makan es krim. Ia kini banyak tersenyum, asal tak ditanya tentang luka di tubuhnya.

oleh Galoeh Widura diperbarui 31 Agu 2018, 10:31 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2018, 10:31 WIB
penganiayaan anak
I, bocah tujuh tahun yang dianiaya ibu tirinya memamerkan senyum gembiranya mendapat kunjungan Bhayangkari Purbalingga. (foto: Liputan6.com/Galoeh Widura)

Liputan6.com, Purbalingga - Tak ada sedih yang tak sudah. Tak ada kesedihan tanpa kesudahan. Inilah yang berlaku bagi I, gadis kecil 7 tahun yang dianiaya ibu tirinya. Paras gembira mulai memancar sejak tinggal bersama keluarga kandung ayahnya di Desa/Kecamatan Pengadegan, RT 09 RW 15, Purbalingga, Jawa Tengah.

Disana I dirawat oleh kakek-nenek serta paman-bibinya. Tentu saja, kasih sayang yang diterima gadis kecil itu jauh berbeda dari hari-hari penuh luka sebelumnya.

Energi gembira semakin memancar saat Bhayangkari Cabang Purbalingga, Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Purbalingga, serta Dinas Sosial memberikan hadiah. Sedikit malu-malu, senyumnya manis tersimpul selama pendampingan pemulihan trauma, Kamis 30 Agustus 2018.

"Tadi waktu ditanya, ternyata selama ini belum pernah  makan es krim, anggur. Kita bawakan, dia senang sekali," kata Wakil Ketua Bhayangkari Cabang Purbalingga, Inung Sigit Martanto.

Pendamping dari Dinas Sosial Purbalingga, Nursyafah Fajar menuturkan, selama pendampingan, I terlihat ceria, mau berinteraksi, dan bercerita. Kondisinya sangat berbeda dengan beberapa hari lalu yang pendiam dan seperti tertekan.

Kondisinya itu penanda bahwa ia merasa aman dan nyaman. Faktor utama perubahan itu,  karena putusnya interaksi dengan ibu tirinya. 

"Tanpa ada perjumpaan langsung, tekanan batin yang terekam dalam alam bawah sadar bisa pelan-pelan terkikis. Gurunya yang mengamati setiap hari juga kaget, kok bisa ceria seperti itu," kata Nursyafah Fajar.

Untuk menjaga perubahan positif gadis kecil itu, Nursyafah meminta keluarga dan masyarakat lainnya tidak mengungkit penganiayaan yang diderita I. Sebab, saat ada pihak yang bertanya tentang luka fisik, I hanya bisa terdiam.

Perhatian yang serius dan kehati-hatian dari keluarga dalam menjaga I sangat diperlukan. Dalam jangka panjang, kemungkinan kembalinya trauma bisa saja terjadi, meski telah berselang tahun.

"Intinya, jangan membawa kembali ingatan buruk anak saat dianiaya ibu tirinya," kata Nursyafah.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini.

Simak video menarik di bawah ini;

 

Lama Menderita

Kasus Penganiayaan Bocah 7 Tahun oleh Ibu Tiri di Purbalingga
Sekretaris Desa Pagerandong, Muhamad Mahduk dan Kepala SDN 1 Pagerandong, Geriatri memberikan keterangan tentang luka disekujur tubuj Indah Mukaromah. (Liputan6.com/Galoeh Widura)

Keluarga gadis kecil itu berupaya mengganti luka fisik dan mental yang diterima I bertahun-tahun. Mereka berharap candaan-candaan ringan dan tutur kata penuh senyum bisa mengganti masa lalunya yang bertumpuk omelan dan pukulan.

Aminoto, sang paman menduga keponakannya menderita sejak lama. Saat bayi, ibu kandungnya meninggal dunia. Kemudian pada usia dua tahun, ayah kandungnya, Sugiat (40), menikah dengan Aminah. Perawatannya diserahkan kepada ibu tiri karena Sugiat bekerja sebagai buruh perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dengan waktu pulang yang tak tentu.

"Berarti sudah sekitar lima tahun bareng ibu tirinya," kata Aminoto.

Menurut Aminoto, Sugiat sudah tahu sifat keras Amanah dalam memperlakukan anak. Namun, ia tidak menduga sifat keras itu menjurus penganiayaan.

"Dianggapnya hanya membentak wajar sebagai orang tua," kata Aminoto.

Sesungguhnya, keluarga mengaku telah lama menaruh curiga  terhadap sifat Amanah. Sebab, selama tinggal bersama, ibu tiri itu melarang I menginap di rumah neneknya. Setiap diminta menginap oleh bibi atau neneknya, I menoleh kepada ibu tirinya. Sebuah isyarat meminta ijin. Namun, begitu memandang wajah Amanah, gadis kecil itu langsung menunduk dan diam.

"Mungkin takut dia cerita atau ketahuan ada luka di tubuhnya," katanya.

Saat keluarga mengetahui kecurigaan itu benar berwujud nyata. Penyesalan timbul di dalam benak karena lepas pengawasan dalam merawat I.

Matori, sang kakek lebih banyak diam nelangsa ketika diperlihatkan video pemeriksaan luka I di ruang kepala SDN 1 Pagerandong. Matanya berkaca-kaca. Ada bendungan air yang siap meluap di mata tua itu.

"Saya tidak tega, saya sedih bisa seperti itu," katanya.

Kini, Matori dan istri berjanji mengganti penyesalan dengan kasih sayang melimpah untuk cucunya. Tak ada kerisauan lagi, I kini tinggal di rumah kakeknya dengan penjagaan dan perawatan terbaik bersama paman dan bibinya.

Tak ada sedih yang tak sudah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya