Liputan6.com, Purwokerto - Tahun 2018 ini pemerintah kembali merekrut CPNS atau Calon Pegawai Negeri Sipil. Diperkirakan jutaan orang akan mengikuti rekrutmen CPNS untuk berbagai formasi di pusat dan daerah.
Besaran gaji, tunjangan fungsional, dan jaminan hari tua atau pensiun membuat PNS menjadi primadona sebagian kalangan. Salah satunya, guru. Karenanya, perguruan tinggi yang menyediakan jurusan kependidikan pun selalu penuh tiap penerimaan mahasiswa baru.
Pendaftar untuk formasi guru pun melimpah. Pun, ratusan ribu guru honorer menunggu diangkat menjadi PNS.
Advertisement
Baca Juga
Sebagaimana di instansi lain, guru mengenal jenjang karir, mulai golongan kepegawaian hingga jabatan. Setelah beberapa lama menjadi guru, tentu seseorang bermimpi menjabat sebagai kepala sekolah.
Namun, di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah jabatan Kepala Sekolah (Kepsek) justru tak terlampau diminati. Terutama bagi guru PNS sekolah dasar.
Padahal pada 2018 ini, ada 38 SD tanpa Kepsek definitif. Jangka dua tahun ke depan malah mencapai 64 SD.
Kepala Bidang Pembinaan dan Ketenagaan Kependidikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Purbalingga, Sarjono mengatakan dari 64 jabatan tersebut setidaknya dibutuhkan calon kepala sekolah paling tidak dua kali lipat.
Pada seleksi awal, ditargetkan 150 tenaga kependidikan mengikuti seleksi administrasi. Angka ini lantas diciutkan menjadi 120 orang untuk seleksi substansi.
Dari target 150 pendaftar calon Kepala SD, hanya 60 guru PNS yang mendaftar, atau kurang dari 50 persen. Padahal, rekrutmen ini bersifat segera karena untuk memenuhi kekosongan kepala SD pada 2018 sebanyak 38 sekolah dan 2019 sebanyak 26 SD.
Â
Apa Penyebabnya?
Dia menduga, guru PNS SD tak tertarik menjadi Kepsek lantaran menanggung tanggung jawab besar. Sebagian lainnya, khawatir ditempatkan di Kecamatan lain usai dilantik jadi kepala sekolah.
"Kemudian problem penyesuaian lingkungan disekolahnya, di kecamatannya. Selain itu juga jarak tempuh juga menjadi problem," dia menambahkan, Kamis, 6 September 2018.
Disisi lain, tunjangan yang diterima kepala sekolah sangat minim, yakni sebesar Rp 125 ribu per bulan. Kepala SD kerap mengeluh besaran tunjangan ini tak seimbang dengan beban kerjanya.
"Kepala sekolah sering tombok untuk biaya transportasi, juga biaya operasional," dia mengungkapkan.
Namun begitu, Pemkab Purbalingga tak bisa berbuat banyak. Sebabnya, besaran tunjangan ditetapkan oleh pemerintah pusat. Karenanya, Dindikbud pun hanya bisa berharap ada kebijakan lebih baik.
"Sedangkan pemakaian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hanya untuk membiayai operasional sekolah saja, sehingga di SD tidak ada anggaran untuk tunjangan kepala sekolah," dia menambahkan.
Sarjono mengemukakan, meski hanya ada 60 pendaftar calon kepala SD, Dindikbud Purbalingga tetap memulai prosedur seleksi, mulai seleksi administrasi hingga tahap kedua, substansi.
Dari 60 pendaftar hingga batas akhir 18 Agustus 2018, seluruhnya lolos administrasi. Namun saat seleksi substansi, ada satu peserta yang sakit. Dengan demikian, hanya 59 orang yang mengikuti seleksi substansi. Seleksi substansi terdiri dari indikator kepemimpinan dan wawancara tentang kepemimpinan serta manajemen sekolah.
Dari hasil seleksi tersebut akan dibuat peringkat dari yang sangat layak, layak dan tidak layak sebanyak 40 orang. Kemudian dari yang sangat layak dan layak akan diikutsertakan pada diklat calon kepala sekolah pada 2018 ini.
"Bagi yang lulus diklat, akan diusulkan ke bupati untuk diajukan sebagai kepala sekolah, dan bagi yang belum lulus akan diberi kesempatan diklat ulang sebanyak dua kali," ujarnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement