Ketika Turunan Serdadu Belanda Bernostalgia di Purbalingga

Para serdadu atau bekas pegawai Belanda di wilayah Indonesia pun memelihara ingatan tentang Purbalingga.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 16 Sep 2018, 12:01 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2018, 12:01 WIB
Anak keturunan veteran perang Belanda berkunjung ke Purbalingga. (Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Anak keturunan veteran perang Belanda berkunjung ke Purbalingga. (Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purbalingga - Ingatan mengenai tuan dan nyonya Belanda masih membekas. Kerkhof atau makam orang Belanda dan bekas jalur rel tua menjadi artefak yang masih tersisa.

Pada masa kejayaan VOC, Purbalingga menjadi daerah penting produksi gula. Rel lori menjulur dari Purbalingga, Tidu, Kemangkon, Bukateja, dan Kecamatan Rakit untuk pengiriman tebu ke Pabrik Gula (Suikerfabriek) Klampok, Banjarnegara.

Purbalingga juga menjadi wilayah penting yang bersanding dengan Pabrik Gula Kalibagor di Banyumas, Banjarnegara, Kebumen, hingga Wonosobo.

Purbalingga sebagai kota dengan seribu kenangan rupanya tak hanya melekat pada pribumi. Serdadu atau bekas pegawai Belanda di wilayah Indonesia pun memelihara ingatan, yang lantas diwariskan ke anak keturunannya, dari generasi ke generasi.

"Hari ini juga begitu, mereka melakukan Trip selama satu bulan di Indonesia dan hari ini kebetulan trip ke Purbalingga," kata Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata (Dinporapar) Kabupaten Purbalingga, Yanuar Abidin, Jumat, 14 September 2018.

Puluhan tahun silam, orang-orang Belanda yang memiliki kisah di Indonesia mendirikan Yayasan Pikulan. Lewat wadah bersama ini, mereka menjalin satu demi satu cerita tentang daerah-daerah di Indonesia, termasuk Purbalingga.

Anggota yayasan pikulan sebagian besar merupakan generasi ke 2 veteran perang Belanda. Itu artinya, sebagian mereka mengalami masa kecil di Indonesia.

Sebanyak 19 anggota Yayasan Pikulan, tiba di Purbalingga sejak Jumat pekan lalu. Mereka hendak bernostalgia di wilayah yang dahulu sempat menjadi tempat tinggal orang tua, kakek, atau bahkan buyut-buyut mereka.

Yanuar mengatakan, tamu dari Belanda ini merupakan keturunan para tentara Belanda yang dulu pernah tinggal di Indonesia, khususnya Purbalingga. "Mereka berwisata dua tahun sekali," imbuh Yanuar yang menyambut para menir Belanda.

Sebenarnya, tamu dari Belanda ini hendak bertemu dengan Plt Bupati Purbalingga, Dyah Hayuning Pratiwi. Namun, bupati tak berada di tempat.

Produk Khas Purbalingga Pikat Wisatawan Belanda

Anak keturunan veteran perang Belanda berkunjung ke Pabrik Davos, permen mint pertama di Indonesia, di Purbalingga. (Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Anak keturunan veteran perang Belanda berkunjung ke Pabrik Davos, permen mint pertama di Indonesia, di Purbalingga. (Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Tak ingin kehilangan kesempatan, konsep penerimaan tamu ini dikemas sedemikian rupa untuk mengenalkan beragam potensi Purbalingga. Tamu dari Belanda ini diperkenalkan berbagai produk UMKM Purbalingga dengan sajian musik keroncong.

"Purbalingga juga mempunyai produk-produk unggulan seperti UMKM dan kita sambut dengan musik tradisional keroncong. Saya pikir mereka sangat tertarik dengan hal-hal yang sifatnya tradisional," Yanuar mengungkapkan.

Salah satu yang memikat hati wisatawan Belanda adalah batik tulis khas Purbalinngga. Motif dan desain tidak dapat dijumpai di tempat lain.

Motif batik yang banyak disukai yakni motif khas tumbuh-tumbuhan seperti pring sedapur dan lumbon. Motif tanaman khas Purbalingga ini tidak ditemui di tempat lain bahkan di negara mereka.

Mereka pun antusias. Tidak hanya melihat-lihat, beberapa wisatawan membeli batik khas Purbalingga untuk buah tangan ke negara asalnya. Selain batik, ada pula olahan makanan asli Purbalingga yang dipamerkan seperti kopi khas Kertanegara, setup nanas, dan aneka cemilan asli Purbalingga.

Kepala Bidang UMKM Dinkop dan UKM, Adi Purwanto mengatakan, wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Purbalingga menjadi pangsa pasar baik untuk memperkenalkan produk-produk unggulan. Harapannya, mereka juga mempromosikan di negaranya.

"Jadi mungkin teman-teman Belanda yang datang kesini sudah sering melihat batik tapi mereka melihat batik kan yang sifatnya nasional mungkin yang dari sentra-sentra batik yang lokal-lokal ini kan mereka jarang melihat," kata Adi.

Bantuan untuk Siswa Miskin

Anggota yayasan Pikulan mencermati detail produk khas Purbalingga. (Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Anggota yayasan Pikulan mencermati detail produk khas Purbalingga. (Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Usai seremonial di Pendopo Kabupaten, turis Belanda melanjutkan perjalanannya ke SD Kristen Bina Harapan Purbalingga. Setelah itu mengunjungi PT. Davos untuk mengenang masa lalu mereka.

PT Davos diklaim sebagai pabrik kembang gula atau permen mint tertua di Indonesia. Konon, rasanya tak berubah dari masa ke masa, melintasi zaman. Pabrik ini didirikan pada era 1930-an atau sebelum Indonesia merdeka.

Anggota Yayasan pikulan juga diajak berwisata ke Desa Jatisaba menggunakan dokar atau delman. Berangkat dari Alun-alun Selatan Purbalingga ke Kodim Purbalingga, kemudian mengitari Desa Jatisaba dan berakhir di Perempatan Bojong.

Rupanya, kedatangan Yayasan Pikulan Belanda ini tak melulu soal nostalgia dan wisata. Mereka juga memberi bantuan pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin. Bantuan dana pendidikan diberikan setiap enam bulan sekali, untuk jenjang SD, SMP hingga SMA.

Direktur Operasional Yayasan Pikulan, Baron mengatakan, sejak 34 tahun lalu sang pendiri Yayasan Pikulan, Great Folkerts telah membantu anak-anak putus sekolah yang berasal dari keluarga kurang mampu.

"Sampai saat ini project bantuan bukan hanya di Purbalingga saja namun ada 9, yakni 7 project di Jawa dan 2 diluar Jawa salah satunya ada di Bali. Project yang dilakukan di Purbalingga merupakan salah satu pilot project, yang paling berhasil," jelas Baron.

Koordinator Penerima Bantuan Yayasan Pikulan untuk wilayah Purbalingga, Sri Usdiningsih mengatakan, di wilayah Purbalingga penerima bantuan ada tujuh anak. Masing-masing anak menerima bantuan Rp 150 ribu per bulannya.

"Dana nantinya akan diterimakan 6 bulan sekali. Dari Tahun 1986 yayasan pikulan berdiri sudah banyak yang dibantu. Dan satu orang ada yang sampai dibantu sampai D3," kata Sri.

Penerima bantuan pikulan, Faizal Adi Nugroho, siswa kelas 10 SMA Muhamadiyah Purbalingga mengatakan, bantuan digunakan untuk membayar SPP dan membeli perlengkapan sekolah, seperti pakaian seragam, buku tulis, sepatu dan tas sekolah.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya