Liputan6.com, Garut Satu bulan usai penutupan Asian Games XVIII, atlet peraih media emas asal Garut, Jawa Barat, justru tampak murung. Mereka tidak mendapatkan uang kadeudeuh atau bonus dari Pemerintah Daerah (Pemda) Garut.
"Saya juga bingung menanyakan siapa, padahal saat di Jakarta waktu pengalungan medali emas, ada uang kadeudeuh Rp 100 juta," ujar Asep Yuldan Sani, kepada Liputan6.com, Senin (22/10/2018).
Menurut Asep, perhatian Pemda Garut dinilai sangat minim. Selain tidak ada upacara keberangkatan, layaknya atlet nasional yang membela negara, juga minim dukungan yang diberikan selama berada di pusat pelatihan rumah atlet Indonesia.
Advertisement
Bahkan dukungan Pemda Garut pun, baru diberikan saat para atlet sudah mencapai babak semifinal. "Kalau atlet lain pasti perwakilan dari daerahnya ada yang stand by," ujar salah satu anggota atlet pencak silat beregu putra peraih medali emas tersebut.
Saat pengalungan medali emas, Wakil Bupati Garut Helmi Budiman menjanjikan uang kadeudeuh Rp 100 juta buat dua regu putra-putri peraih emas. Namun, hingga kini belum ada sinyal pemberian.
"Teman-teman wartawan juga kan tahu janjinya mereka," ungkap dia.
Baca Juga
Ia mengaku uang kadeudeuh itu cukup berperan dalam menopang kebutuhannya, salah satunya untuk biaya pendidikan kuliah dan kebutuhan lainnya. "Meskipun Rp 100 juta buat semua tidak masalah, yang penting ada," kata dia.
Ia menyinggung besarnya biaya upacara penyambutan touch relay Asian Games hingga Rp 400 juta, tapi perhatian yang diberikan buat atlet justru sangat minim.
"Mendingan uangnya buat atlet, sudah jelas kok dapat emas dan mengharumkan Indonesia," ujar dia.
Untuk itu, ia pun berpikir ulang dan tengah mempertimbangkan menerima pinangan kabupaten atau daerah lain yang lebih menjanjikan. "Jadi mohon perhatiannya dari pemda, karena kami atlet daerahnya," kata dia.
Saat ini, pasca gelaran Asian Games, nasib para atlet pencak silat daerah lain peraih medali Asian Games seangkatannnya jauh lebih baik, mereka diberikan gelontoran bonus uang kadeudeuh dari pemerintah daerah asalnya.
Ia mencontohkan Pemerintah kota Belitung, kota Jepara, dan Denpasar Bali, memberikan uang kadeudeuh Rp 100 juta bagi peraih emas, Rp 50 juta peraih perak dan ofisial masing-masing Rp 10 juta.
Bahkan untuk kota Bogor, atlet peraih emas mendapatkan ganjaran 1 unit apartemen di samping uang cash Rp 100 juta. "Jadi kami berharap ada perhatian dari daerah seperti daerah lain yang memberikan perhatian kepada atletnya," ujar dia berharap.
Sementara itu, Bupati Garut Rudy Gunawan saat dikonfirmasi mengakui adanya keterlambatan itu. Namun lembaganya berjanji telah mengalokasian dana bonus atau uang kadeudeuh yang akan dibagikan buat para atlet peraih emas Asian Games.
"Kita sudah siapkan awal Januari, kan sesuai janji saya tahun depan, sebab anggaran tahun ini tidak ada," kata dia.
Rencananya anggaran yang akan diberikan berasal dari APBD murni, sehingga tidak mengurangi porsi belanja lainnya. "Soal angkanya mungkin bisa lebih besar (dari Rp 100 juta), lihat saja Januari kita sudah siapkan," ujar dia menegaskan.
Nama Padepokan pencak silat Putra Siliwangi semakin diperhitungkan dalam kancah pencak silat nasional saat ini. Sebab, ragam kejuaraan baik nasional hingga internasional telah mereka raih anak asuhan Taufik Maumud itu.
Terbaru dua tim beregu putra-putri pencak silat asal Garut itu berhasil menyumbangkan dua medali emas bagi kontingen Tanah Air, pada helatan Asian Games XVIII Agustus lalu. Guyuran bonus uang dan janji diangkat jadi CPNS dari pemerintah pusat pun langsung mereka kantongi.
Namun anehnya, tim putra yang digawangi Nunu Nugraha, Anggi Faisal, dan Asep Yuldan Sani, serta regu putri yang diisi trio Lutfi Nurhasanah, Gina Tri Lestari, Pramudyta Yuristya, hingga kini belum menerima uang 'kadeudeuh' dari Pemda Garut.