Taktik Baru Kejati Sulsel Memburu Jentang, Buronan Dugaan Korupsi Buloa

Berbagai upaya dilakukan Kejati Sulsel agar DPO kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Makassar ini menyerah.

oleh Eka Hakim diperbarui 05 Des 2018, 22:00 WIB
Diterbitkan 05 Des 2018, 22:00 WIB
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Tarmizi (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulsel, Tarmizi (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terus berupaya menggunakan berbagai taktik agar dapat menangkap Soedirjo Aliman alias Jentang. Jentang telah memasuki setahun jadi buron sejak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar yang disertai dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Selain berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Kejati Sulsel juga menggandeng jajaran kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya pengejaran Jentang.

Tak sebatas itu, Kejati Sulsel juga mulai mendalami riwayat Jentang yang diketahui terlibat dalam sejumlah perkara pidana umum (Pidum) dan diantaranya diketahui tengah berproses di Mahkamah Agung (MA).

"Yang bersangkutan (Jentang) ini kan banyak juga memiliki perkara-perkara pidum dan itu akan kami dalami. Ini bukan menzallmi dengan tujuan tidak baik. Tapi kami pastikan berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku," terang Tarmizi, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang ditemui usai menunaikan salat zuhur di Masjid Kejati Sulsel, Selasa (4/12/2018).

Kasus Jentang, beber dia, masuk dalam salah satu pembahasan rapat kerja nasioal (rakernas) Kejagung yang berlangsung di Bali kemarin. Di mana salah satunya membahas strategi bagaimana menemukan keberadaan buronan kelas kakap di Sulsel tersebut.

Ia juga berharap masyarakat dan media berperan membantu dalam memberikan informasi jika mengetahui keberadaan pengusaha ternama di Sulsel yang kerap terlibat dalam perkara-perkara sengketa lahan itu.

"Kami mengimbau kepada masyarakat Sulsel khususnya jika mengetahui keberadaan yang bersangkutan tolong diinformasikan," pinta Tarmizi.

Dalam hal ini, Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung juga telah menyebarkan surat edaran yang isinya memerintahkan seluruh jajaran Kejaksaan yang ada di Indonesia agar turut membantu dalam proses pengejaran dan penangkapan Jentang.

"Surat dari Jam Pidsus sudah tersebar ke seluruh Kejaksaan di Indonesia. Sehingga kita tunggu saja hasilnya karena Indonesia juga sangat luas. Seluruh Kejaksaan sudah bergerak," ungkap Tarmizi.

Ia mengaku tetap optimistis bisa membawa kasus dugaan korupsi buloa yang menjerat Jentang hingga ke persidangan. Meski hingga saat ini atau tepatnya sudah setahun belum juga mendapatkan titik terang terkait keberadaan Jentang.

"Yah kita tentu harapkan semuanya yang terbaik lah," Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) itu menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Mahasiswa Desak Kejati Sulsel Sebar Surat DPO Jentang

Mahasiswa Desak Kejati Sulsel Sebar Surat DPO Jentang (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Mahasiswa Desak Kejati Sulsel Sebar Surat DPO Jentang (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Sebelumnya, unjuk rasa dilakukan oleh Pengurus Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Teknik (Pema FT) Universitas Bosowa Makassar (Unibos Makassar).di Kantor Kejati Sulsel.

Mereka tak hanya menuntut pihak Kejati Sulsel segera menangkap Jentang yang sudah setahun lamanya buron. Melainkan, juga menuntut Kejati Sulsel tidak mengulur-ulur waktu untuk segera menyebar luaskan surat edaran resmi keterangan Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dilekatkan kepada Jentang ke seluruh daerah yang ada di Indonesia khususnya di Sulsel.

Tak sampai disitu, massa Pema FT Unibos Makassar bahkan menuntut dan mendesak Kejati Sulsel untuk segera menyeret anak Jentang yang bernama Edy Aliman sebagai tersangka karena dinilai telah menginjak-injak penegakan hukum diantaranya berkali-kali mangkir dan memberi alamat palsu penyidik guna kepentingan penyidikan.

"Kajati Sulsel gagal dalam menjalankan amanah. Bahkan tidak berani menjemput paksa anak Jentang, Edy Aliman yang jelas-jelas permainkan penegakan hukum. Kami desak Kajati mundur saja dari jabatannya segera," tegas Ary Jaustam, Kordinator aksi Pema FT Unibos Makassar dalam orasinya di depan Kantor Kejati Sulsel, Kamis 22 November 2018.

Menurutnya, sikap Kejati terhadap Edy Aliman, tak hanya dapat dinilai sebagai sikap yang melanggar azas before the law (persamaan hak seseorang dimata hukum). Bahkan kata Ary, sikap Kejati sudah sangat patut diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan tidak menerapkan Pasal 122 ayat (2) KUHAP yakni memanggil paksa Edy Aliman yang sudah dipanggil secara patut 3 kali namun tetap mangkir.

Pasal 122 ayat (2) diketahui berbunyi bahwa orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya," tegas Ary.

"Harusnya Kejati segera meningkatkan status Edy Aliman menjadi tersangka karena sudah memenuhi unsur menghalang-halangi penyidikan. Buktinya selain memberikan alamat palsu, dia juga mangkir dalam panggilan yang telah dilayangkan penyidik secara patut sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)," jelas Ary.

 

Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Buloa Makassar

Mahasiswa Himpunan Islam (HMI) menuntut kasus Jentang dituntaskan (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Mahasiswa Himpunan Islam (HMI) menuntut kasus Jentang dituntaskan (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Diketahui, pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar, Jentang dikabarkan minggat bersama istri ke Jakarta, tepatnya Kamis 2 November 2017 dan hingga saat ini memilih buron dan tak memenuhi panggilan penyidik Kejati Sulsel.

Jentang dinilai berperan sebagai aktor utama dibalik terjadinya kerugian negara dalam pelaksanaan kegiatan penyewaan lahan negara yang terdapat di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Makassar.

Penetapan dirinya sebagai tersangka telah dikuatkan oleh beberapa bukti diantaranya bukti yang didapatkan dari hasil pengembangan fakta persidangan atas tiga terdakwa dalam kasus korupsi penyewaan lahan negara buloa yang hingga saat ini perkaranya bergulir di tingkat kasasi. Ketiga terdakwa masing-masing M. Sabri, Rusdin dan Jayanti.

Selain itu, bukti lainnya yakni hasil penelusuran tim penyidik dengan Pusat Pelatihan dan Aliran Transaksi Keuangan (PPATK). Dimana dana sewa lahan diambil oleh Jentang melalui keterlibatan pihak lain terlebih dahulu.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Jan Maringka kala itu mengatakan Jentang diduga turut serta bersama dengan terdakwa Sabri, Rusdin dan Jayanti secara tanpa hak menguasai tanah negara seolah-olah miliknya sehingga PT. Pembangunan Perumahan (PP) Persero selaku Pelaksana Proyek Makassar New Port terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 500 Juta untuk biaya penyewaan tanah.

"Nah dana tersebut diduga diterima oleh tersangka melalui rekening pihak ketiga untuk menyamarkan asal usulnya ,"kata Jan dalam konferensi persnya di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 1 November 2017.

Penetapan Jentang sebagai tersangka juga merupakan tindak lanjut dari langkah Kejati Sulsel dalam mengungkap secara tuntas dugaan penyimpangan lain di seputar lokasi proyek pembangunan Makassar New Port untuk mendukung percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional di Sulsel.

"Kejati Sulsel segera melakukan langkah langkah pengamanan aset untuk mencegah terjadinya kerugian negara yang lebih besar dari upaya klaim-klaim sepihak atas tanah negara di wilayah tersebut ,"tegas Jan yang saat ini menjabat Jaksa Agung Muda Intelkam (JAM Intelkam) Kejagung itu.

Atas penetapan tersangka dalam penyidikan jilid dua kasus buloa ini, Kejati Sulsel juga langsung mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka koordinasi penegakan hukum.

"Tersangka (Jentang) disangkakan dengan Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ," Jan menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya