Kabar Duka dari Lereng Gunung Slamet pada Hari Natal

Tepat pada hari Natal, gerakan tanah atau longsor kembali terjadi di Desa Melung, Banyumas, sebuah desa di lereng Gunung Slamet sisi selatan.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 26 Des 2018, 11:02 WIB
Diterbitkan 26 Des 2018, 11:02 WIB
Tubuh raksasa Gunung Slamet tertutup kabut tebal, dilihat dari lereng selatan. (Foto: Liputan6.com/BPBD BMS/Muhamad Ridlo)
Tubuh raksasa Gunung Slamet tertutup kabut tebal, dilihat dari lereng selatan. (Foto: Liputan6.com/BPBD BMS/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Selasa, 25 Desember 2018, umat Kristiani di berbagai belahan dunia bersukacita merayakan Natal. Mereka pun larut dalam kehikmatan peribadatan hari besar ini.

Di sisi lain, liburan Natal dan tahun baru dimanfaatkan oleh masyarakat untuk bergembira ria. Banyak di antaranya, yang berkunjung ke tempat wisata.

Salah satu yang dikunjungi adalah Lokawisata Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah. Di wilayah lereng Gunung Slamet sisi selatan ini, ribuan pengunjung menyerbu destinasi wisata yang telah melegenda itu.

Nun di sisi barat Baturraden, tersebut lah Desa Melung Kecamatan Kedungbanteng. Dari Baturraden, jaraknya tak terlampau jauh, hanya kisaran 15 menit perjalanan.

Berbeda dari Baturraden yang dipenuhi sukacita. Aroma kesedihan justru meruak dari desa ini.

Tepat pada hari Natal, gerakan tanah atau longsor kembali terjadi di wilayah ini. Akibatnya, tiga rumah rusak berat dan tak lagi bisa ditempati.

Komandan Tim Reaksi cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas, Kusworo mengatakan tiga rumah itu adalah milik keluarga Wasim Akhmad Sahri (53 th), Agus Supriyanto (48 th), dan Siam Darmanto (50 th).

Menurut Kusworo, gerakan tanah yang terjadi di RT 02/1 Desa Melung ini sudah terjadi sejak setengah tahun lalu. Secara perlahan, tanah bergerak dan mengancam rumah warga desa lereng Gunung Slamet sisi selatan ini.

Rumah Terdampak Gerakan Tanah Bakal Direlokasi

Ilustrasi – Longsor di Dusun Jatiluhur Desa Padangjaya, Majenang, Cilacap, sedikitnya merusak 24 rumah pada 2016 dan 2017. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Longsor di Dusun Jatiluhur Desa Padangjaya, Majenang, Cilacap, sedikitnya merusak 24 rumah pada 2016 dan 2017. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Bahkan, dua keluarga, Wasim dan Agus telah memilih hengkang dari lokasi ini. Dua kepala rumah tangga ini terpaksa pindah lantaran gerakan tanah semakin mengancam.

Karenanya, hanya satu rumah yang berpenghuni. Adapun rumah pertama milik Wasim dan Agus sudah dalam keadaan kosong karena penghuninya telah direlokasi ke tempat yang lebih aman dari gerakan tanah sebelumnya.

"Sudah lama. Merusaknya perlahan, tapi semakin bahaya," ucap Kusworo.

Selasa pagi ini, tanah kembali bergerak lantaran dipicu hujan lebat yang terjadi beberapa hari terakhir. Satu rumah berpenghuni yang tersisa pun rusak berat.

Jalan satu-satunya, keluarga Siam yang berjumlah enam jiwa mesti direlokasi. Karenanya, BPBD menyiapkan bantuan bahan bangunan rumah untuk keluarga Siam di lokasi yang baru.

Tentu membangun dan merelokasi rumah tak semudah membalikkan tangan. BPBD dan masyarakat telah bersepakat akan merelokasi rumah Siam pada Kamis, 27 Desember 2018.

"Hari ini kami mulai mengirimkan bantuan material bangunan rumah," kata Kusworo.

Beberapa bahan bangunan yang didistribusikan itu antara lain seng 25 lembar dan Calsiboth 20 lembar. Adapun bahan bangunan lainnya, diambil dari sisa rumah yang dibongkar dan pengadaan oleh keluarga Siam.

"Lokasinya di tanah milik orangtuanya. Mungkin akan diwariskan ke dia (Siam). Ya, jelas lebih aman," dia menjelaskan.

Selain bahan bangunan, BPBD juga membantu logistik untuk relawan dan warga yang membantu proses relokasi. BPBD juga bakal mengerahkan petugas dan relawan gabungan untuk merelokasi rumah Siam.

Mempertimbangkan risiko bencana longsor yang sewaktu-waktu bisa membahayakan, sementara waktu keluarga korban longsor, Siam Darmanto, yang terdiri dari enam jiwa diungsikan ke rumah saudara yang lokasinya relatif aman.

"Di samping tanah labil di sini juga kondisi geografis ini lereng pegunungan, curah hujannya berbeda dari daerah bawah. Intensitas hujannya lebih tinggi," Kusworo menambahkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya