Liputan6.com, Yogyakarta - Dua mahasiswi UGM yang juga kakak beradik, Chaieydha Noer Hafiezha (S2 Fakultas Pertanian) dan Fadhiela Noer Hafiezha (S1 Teknik Mesin), berinovasi mengembangkan inovasi lampu darurat (emergency lamp) hemat energi yang ramah lingkungan. Produk ini diberi nama La Helist, kependekan dari Lampu Hemat Listrik.
Lampu ini mampu menjadi solusi bagi masyarakat dalam situasi darurat saat terjadi pemadaman listrik pada malam hari.
"Di Blora sering mati listrik, karena hujan atau pada malam hari, dan warga di sana masih banyak yang menggunakan lilin untuk menerangi rumahnya," ujar Fadhiela yang menceritakan kondisi kampung halamannya, dalam jumpa pers di UGM, Jumat, 1 Februari 2019.
Advertisement
Baca Juga
Pemakaian lilin sebagai lampu ketika mati listrik sering membahayakan. Kebanyakan lilin membakar kasur, bahkan rumah. Hal itu membuat mereka berdua memiliki ide menciptakan La Helist.
Lampu darurat ini dibuat menggunakan material lokal dan mudah diperoleh di pasaran. Komponen penyusun La Helist diantaranya lampu led, fitting lampu, trafo ferit, kumparan email, resistor, tarnsistor, saklar, serta batu baterai.
"Bahkan, khusus ferit dari limbah lampu yang tidak terpakai," ucapnya.
Keberanian mereka berinovasi didukung oleh sang ayah yang memiliki bengkel di Blora dan suka bereksperimen. Lampu ini memiliki desain minimalis yang dilengkapi dengan saklar, sehingga mudah dibawa dan dihidupkan kapan saja tanpa tergantung aliran listrik PLN.
Â
Diproduksi Massal di Blora
La Helist mulai diperkenalkan sejak satu tahun lalu dan sudah dipasarkan ke wilayah Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Lampu yang diproduksi secara massal ini dijual dengan harga terjangkau.
Lampu ini dikembangkan dalam dua jenis, yakni berdaya tiga watt dan sembilan watt. Harga La Helist tiga watt harganya Rp 50Â ribu dan sembilan watt dibanderol Rp 60Â ribu.
Mereka juga dibantu empat karyawan saat memproduksi penemuannya ini. Kapasitas produksi La Helist berkisar 50 sampai 100 unit per bulan.
"Dengan adanya lampu darurat hemat listrik ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk mengatasi penerangan pada saat pemadaman listrik yang lebih aman dan irit," kata Dhiela.
Untuk menghidupkan lampu ini menggunakan energi dari baterai kecil tipe AA 1,5 volt yang biasa dipakai untuk baterai jam dinding. Mereka memakai intiferit sebagai induktor yang menghasilkan energi yang lebih lama dan besar.
Mereka juga berencana mengembangkan lampu ini, salah satunya menaikkan tegangan dari 1,5 volt menjadi 3 volt dengan baterai recharge agar dapat dipakai untuk penerangan rumah tangga.
Advertisement