Bencana Hidrometeorologi Intai Warga di Nusa Tenggara Timur

BMKG Stasiun EL Tari mengimbau masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk tetap siaga dan waspada.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Feb 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2019, 11:00 WIB
Ilustrasi – Penampakan awan (diduga) Comulonimbus di Cingebul Kecamatan Lumbir, sebelum hujan lebat disertai angin kencang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi – Penampakan awan (diduga) Comulonimbus di Cingebul Kecamatan Lumbir, sebelum hujan lebat disertai angin kencang. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Kupang - Potensi bencana hidrometeorologi masih mengintai masyarakat di kawasan Nusa Tenggara Timur. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun EL Tari bahkan mengimbau masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk tetap siaga dan waspada terhadap bencana alam yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Kepala Seksi Observasi dan Informasi BMKG Stasiun El Tari Kupang, Ota Welly Jenni Thalo, seperti dikutip laman Antara, Rabu (6/2/2019) mengatakan, kewaspadaan menjadi penting mengingat potensi bencana hidrometeorologi masih terjadi di provinsi berbasis kepulauan itu hingga akhir Februari 2019.

Terkait kondisi cuaca ekstrem di daerah itu dan dampaknya terhadap bencana, Ota mengatakan, pada bulan Januari-Februari 2019, sebagian wilayah di Nusa Tengara Timur, berada di puncak musim hujan, di mana pertumbuhan awan Cumulonimbus sangat signifikan.

Kondisi ini, sering terjadi pada siang, sore, dan malam hari, mengakibatkan terjadinya cuaca buruk seperti hujan deras disertai petir dan angin kencang sesat dengan kecepatan mencapai 20-30 knot atau 40-60 km per jam.

Selain hujan deras dan angin kencang, juga gelombang tinggi di wilayah Nusa Tenggara Timur masih berpotensi terjadi hingga akhir bulan Februari 2019, katanya.

Dalam hubungan dengan itu, BMKG mengimbau kepada seluruh masyarakat Nusa Tenggara Timur, agar tetap waspada dan siaga terhadap dampak bencana hidrometeorologi.

Dampak bencana hidrometeorologi yang dapat terjadi seperti hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi yang menyebabkan banjir, genangan air, jalan licin, tanah longsor, abrasi pantai, bangunan roboh, pohon dan baliho tumbang.

Gagi masyarakat pengguna transportasi laut waspada terhadap terjadinya gelombang tinggi, dan selalu mengupdate informasi cuaca yang dikeluarkan BMKG, katanya menambahkan.

Sementara itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat, hingga saat ini sudah terdapat 29 orang meninggal dunia akibat bencana alam di daerah itu.

"Dalam catatan kami, sudah 29 orang yang meninggal akibat bencana dari Desember 2019 sampai Januari 2019. Korban bencana alam ada 13 orang dan bencana non-alam 16 orang," kata Kepala BPBD Provinsi NTT Tini Tadeus.

Korban yang meninggal akibat bencana alam didominasi akibat banjir dan tanah longsor seperti tiga orang di Kabupaten Nagekeo akibat bencana tanah longsor dan satu orang akibat terseret banjir. Di Kabupaten Sikka tercatat sebanyak tiga orang meninggal akibat tanah longsor, sedangkan tiga orang di Kabupaten Timor Tengah Selatan akibat terseret banjir.

"Untuk korban bencana alam ini kami lakukan penanggulangan melalui BPBD di masih-masing daerah terdampak bencana," katanya.

Sedangkan, lanjutnya, untuk korban yang meninggal akibat bencana non-alam, yakni akibat serangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) sudah mencapai sebanyak 16 orang.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya