Cerita Kopi dan Tradisi Turun-temurun Suku Sasak Lombok

Tradisi mengopi bagi masyarakat Suku Sasak Lombok telah turun-temurun dari generasi ke generasi, dalam setiap kegiatan maupun acara apa pun.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Feb 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2019, 17:00 WIB
Biji Kopi
Ilustrasi Foto Biji Kopi (iStockphoto)

Liputan6.com, Mataram - Kopi kini sudah menjadi minuman wajib bagi kaum urban khususnya di kota-kota besar. Kopi yang awal mulanya hanya sebuah trend sekarang berubah menjadi gaya hidup terlebih lagi budaya kumpul-kumpul atau nongkrong dengan segelas kopi juga semakin berkembang.

Hal ini menjadikan bisnis kedai kopi meningkat dan terlihat menjanjikan. Kedai-kedai kopi mulai bermunculan di berbagai penjuru Indonesia termasuk di Kota Mataram.

Beberapa kedai kopi didirikan dengan tujuan awal untuk tempat nongkrong yang santai dan cocok untuk berbincang-bincang.

"Dulu tempat ini untuk komunitas kumpul-kumpul saja, ternyata pas lagi kumpul-kumpul ada orang masuk dan mengira bahwa ini kedai kopi. Dari situlah kami memulai kedai ini yang awalnya memang sudah menjadi tempat nongkrong, kenapa tidak sekalian nongkrong yang menghasilkan uang," kata Arwadi, salah seorang karyawan di salah satu kedai kopi daerah Gomong, dilansir Antara.

Hal yang sama diungkapkan oleh Yudis, salah satu pendiri kedai kopi di daerah Kekalik. Ia mengatakan alasannya mendirikan kedai kopi adalah agar teman-temannya mempunyai tempat yang nyaman untuk berkumpul.

"Saya sering keliling Mataram dan belum menemukan tempat yang cocok maka dari itu saya bersama teman saya memutuskan untuk mendirikan kedai kopi ini," katanya.

Menurutnya, sebuah kedai kopi harus mempunyai identitas agar tahu apa yang akan ditunjukkan dari kedai kopi tersebut, apakah kedai tersebut beridentitas milenial dengan tempatnya yang instagramable atau beridentitas klasik yang simpel.

Apapun identitas kedai kopi tersebut, hal yang penting adalah bagaima pengunjung merasa nyaman dan betah berlama-lama untuk sekadar duduk atau ngobrol.

Selain itu, kedai kopi sekarang tidak hanya menjadi tempat ngopi tetapi lebih dari itu, banyak kegiatan yang digelar di kedai kopi. Mulai dari bedah buku, nonton bareng, hingga temu komunitas diadakan di beberapa kedai kopi.

Bahkan, beberapa kedai kopi mengadakan live music beberapa kali dalam seminggu untuk menarik pengunjung. Hal ini membuktikan bahwa peran kedai kopi sekarang tidak hanya sekadar tempat ngopi.

 

Kebiasaan Turun-temurun dari Suku Sasak

[Fimela] Kopi
Ilustrasi kopi | unsplash.com

Pengulangan trend yang sudah ada Menurut Paox Iben, salah seorang pendiri kedai kopi, trend ngopi ini hanyalah sebuah trend yang terulang karena kopi sendiri sudah ada sejak 1000 tahun sebelum masehi.

Dan munculnya kedai kopi karena orang-orang sekarang lebih memilih tempat yang santai untuk berkumpul, dan kedai kopi adalah tempat yang identik dengan itu.

"Kopi ini sudah ada sejak 1000 tahun sebelum masehi, jadi orang ngopi itu sudah lama dan yang membuat kedai kopi banyak bermunculan karena orang membutuhkan tempat yang santai untuk sekadar ngopi dan ngobrol," katanya.

Ia juga mengatakan bisnis kopi ini akan tetap stabil dalam waktu yang lama karena bagaimana pun juga, orang di seluruh dunia akan tetap membutuhkan kopi.

Namun, yang dibutuhkan sebuah kedai kopi agar tetap bertahan adalah kreativitas pengelola kedai tersebut. Karena dengan kreativitas, akan lahir banyak karya dari sebuah biji kopi.

Seperti layaknya beras yang dapat diolah menjadi berbagai macam makanan begitu pun dengan kopi. Sebenarnya budaya ngopi sudah menjadi tradisi turun-temurun bagi Suku Sasak yang tinggal di Pulau Lombok. Jauh hari sebelum bermunculannya kedai kopi bak jamur.

Tradisi mengopi bagi masyarakat Suku Sasak Lombok telah turun-temurun dari generasi ke generasi, dalam setiap kegiatan maupun acara apa pun. Bahkan, dalam kunjungan bertamu, minuman kopi selalu menjadi suguhan yang wajib menemani hidangan makanan.

"Terutama bagi kaum laki-laki," kata Ahmad Jaba`i yang telah menikmati kopi sejak 40 tahun lalu.

Kebiasaan turun temurun ini, ia miliki sejak berusia belia hingga sekarang. "Sekarang kalau tidak minum kopi ia akan merasa pusing dan hampa," katanya.

Ketika menjajaki setiap pedesaan di seluruh wilayah Pulau Lombok dari Lombok Barat hingga Lombok Timur, dari ujung selatan Lombok sampai ujung utara, pasti akan dijumpai tradisi masyarakat yang fanatik terhadap kopi.

Kalaulah kunjungan ke setiap desa, harus singgah di 10 rumah, maka akan dijumpai suguhan 10 cangkir kopi hangat.

Jaba`i yang juga tokoh masyarakat Lingkungan Pagutan itu, menambahkan setiap kali berkunjung ke rumah warga pasti tuan rumah akan mengeluarkan secangkir kopi. "Sekiranya kita mendatangi 10 rumah maka 10 cangkir kopi yang akan kita minum," katanya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya