Kasus Suap Kalapas Sukamiskin, Ini Pleidoi Suami Inneke Koesherawati

Kasus suap Klapas Sukamiskin, suami Inneke Koesherawati itu, berisi penyesalannya karena harus kembali terlibat kasus suap.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 06 Mar 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2019, 16:00 WIB
20170131-Suami-Inneke-Koesherawati-Jakarta-HA
Tersangka Fahmi Darmawansyah tertunduk lesu usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (31/1). Direktur Utama PT. MTI tersebut diperiksa sebagai tersangka kasus suap proyek pengadaan alat satelit monitoring di Bakamla. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Bandung - Terdakwa pemberian suap kepada Kepala Lapas Sukamiskin, Fahmi Darmawansyah, menyampaikan pleidoi atas tuntutan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (6/3/2019).

Dalam nota pembelaan yang dibacakan, suami Inneke Koesherawati itu menyesali perbuatannya karena harus kembali terlibat kasus suap.

"Saya sungguh tidak menyangka apa yang awalnya dimulai dengan niat baik yang tulus ikhlas untuk membantu tamping (tahanan pendamping) saya, saudara Andri, untuk mencari nafkah kehidupan di dalam lapas, dan juga demi kemudahan para sahabat sesama warga binaan untuk mendapatkan fasilitas yang lebih layak dan nyaman, ternyata berbuah malapetaka," kata Fahmi.

Sebelumnya, Fahmi yang merupakan terpidana 2,5 tahun terkait kasus suap proyek di Bakamla ini dituntut hukuman lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dari KPK. Fahmi dianggap terbukti bersalah sesuai dakwaan primair Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Selain pidana penjara, ia juga diharuskan membayar denda sebesar Rp200 juta, subsider enam bulan kurungan. Fahmi terbukti telah memberikan satu unit mobil double cabin Mitsubishi Truton, sepasang sepatu boot, sepasang sendal merek Kenzo, tas merek Louis Vuitton dan uang Rp39,5 juta kepada Wahid Husen. Semua fasilitas itu diberikan lewat Andri Rahmat, terpidana kasus pembunuhan yang menjadi "kaki tangan" Fahmi selama menghuni Lapas Sukamiskin.

Sedangkan Andri dituntut hukuman empat tahun bui, denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam pleidoinya, Fahmi mengaku menyesal dan kapok. Di hadapan majelis, ia berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi. Namun menurut dia, tuntutan lima tahun penjara terasa amat berat.

"Di keluarga besar kami, saya adalah adalah tulang punggung keluarga untuk mencari nafkah," ujar Fahmi.

"Saya hanya berani meminta leniency (keringanan) hukuman dari Yang Mulia majelis," tambahnya.

Ia juga berharap agar majelis hakim bisa mempertimbangkan permohonannya soal justice collaborator (JC) yang diajukannya.

"Melalui pleidoi ini saya juga ingin pastikan permohonan kepada majelis agar memutuskan JC pada diri saya. Saya sejak awal telah kooperatif baik saat OTT, penyidikan hingga persidangan," tuturnya.

Fahmi menjelaskan, selama persidangan dirinya tidak menyembunyikan satupun fakta. Selain bukan pelaku utama, Fahmi juga mengklaim dirinya kooperatif dan ikut mengungkap pelaku lainnya.

"Kami akui kami khilaf. Dan ini semua menurut kami sudah memenuhi syarat memenuhi JC. Bahkan, saya izinkan istri saya menjadi saksi memberatkan, walaupun itu bertentangan dengan KUHAP. Tapi apa daya, ternyata dalam tuntutan penuntut umum KPK tidak ajukan JC dan malah menyerahkan sepenuhnya pada pertimbangan dan kearifan majelis hakim," ujarnya.

Dalam pembelaannya, Fahmi juga menegaskan, pemberian ke Wahid Husen sama sekali tidak terkait dengan fasilitas kamar, saung dan lainnya. Ia menyebut semua fasilitas telah diperolehnya jauh sebelum Wahid menjadi Kalapas Sukamiskin.

"Untuk soal ini saya harus menerima pelajaran yang teramat mahal. Saya tidak boleh lagi sembarangan memberikan apa pun kepada pejabat negara. Karena saya menyadari sekarang, niat baik selalu jadi duka bila diberikan ke orang yang salah," kata Fahmi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya