Lingkaran Setan Penyelundupan Narkoba Lewat Perairan Riau

Narkoba asal negara segitiga emas, Thailand, Laos dan Myanmar, tak henti-hentinya masuk ke Indonesia, nelayan di sepanjang pantai perbatasan ada yang dimanfaatkan jadi kurir.

oleh M Syukur diperbarui 29 Apr 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2019, 20:00 WIB
Barang bukti 52 kilogram sabu hasil tangkapan BNN di Provinsi Riau.
Barang bukti 52 kilogram sabu hasil tangkapan BNN di Provinsi Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru- Narkoba asal negara segitiga emas, Thailand, Laos, dan Myanmar, tak henti-hentinya masuk ke Indonesia. Seperti pengungkapan 52 kilogram sabu baru-baru ini, di mana Riau menjadi jalur masuk favorit karena punya garis pantai panjang.

Dalam kasus ini, dua orang kurir, Rusman dan Firdaus, serta pengendali bernama Piara ditangkap. Selain sabu, turut disita sebuah speedboat, mobil, beberapa telepon genggam dan buku bank sebagai penampung hasil transaksi peredaran gelap narkoba.

Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari menerangkan, peredaran sabu ini dikendalikan sindikat internasional yang berhubungan dengan sindikat lokal di Indonesia. Transaksi disepakati di tengah laut menggunakan speedboat setelah memanfaatkan nelayan setempat.

Speedboat dari perairan Riau menjemput ke kapal di tengah laut, lalu membawanya ke pelabuhan di Kabupaten Indragiri Hilir. Di lokasi itu, Rusman menjemput memakai Toyota Avanza.

"Saat ditangkap, petugas menemukan tiga buah karung dalam mobil. Namun pembawa speedboat Firdaus berhasil melarikan diri, beberapa hari kemudian dia ditangkap di Batam bersama Piara," jelas Arman.

Arman menyebutkan, iming-iming besar membuat Rusman dan Firdaus menerima tawaran jadi kurir. Untuk setiap transaksi, keduanya diberikan uang Rp 100 juta dari pengendali.

Sementara untuk Piara sebagai pengendali, Arman menyebut akan dikenakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Setiap aset seperti uang, rumah dan kendaraan yang patut diduga sebagai hasil transaksi narkoba akan disita.

"Jadi setelah pidana awal selesai, akan dilanjutkan TPPU. Sudah menjadi komitmen BNN untuk memiskinkan sindikat narkoba," tegas Arman.

Manfaatkan Kelengahan Petugas

Deputi BNN Irjen Arman Depari membuka bungkusan sabu hasil tangkapan anggotanya di Provinsi Riau.
Deputi BNN Irjen Arman Depari membuka bungkusan sabu hasil tangkapan anggotanya di Provinsi Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Mantan Kapolda Kepulauan Riau ini memaparkan, dulunya Aceh dan Sumatera Utara menjadi jalur favorit narkoba dari Malaysia masuk ke Indonesia. Karena di dua wilayah itu sudah diawasi ketat, jalur peredarannya mulai beralih ke Riau dan Kalimantan Barat.

Secara geografis, Riau sangat dekat dengan Johor, Malaysia, sebagai tempat transit. Ditambah lagi kurangnya armada, pos dan personel yang mengawasi jalur pantai sehingga memudahkan sindikat internasional mencari kesempatan.

"Bisa dilihat, berapa armada yang kita punya, pos yang menjaga, ini dimanfaatkan sindikat," terang Arman.

Salah satu kesempatan itu, tambah Arman, adalah pelaksanaan pemilihan umum. Sindikat internasional beranggapan petugas di Indonesia, baik BNN, polisi dan bea cukai, disibukkan dengan pengamanan pesta demokrasi itu.

"Jadi setiap ada kesempatan dan melihat petugas lengah, sindikat ini langsung memasok barangnya dari Malaysia," sebut Arman.

Dengan banyaknya sabu asal Malaysia masuk ke Indonesia, timbul anggapan negara serumpun itu punya pabrik. Namun hal itu tidak bisa dibuktikan setelah BNN menjalin kerjasama dengan kepolisian setempat.

Dugaan sementara, sabu itu masuk dari negara seperti Thailand, Laos dan Kamboja. Sindikat di negara-negara itu aktif memasok narkoba yang jumlahnya sampai ribuan kilo.

"Beberapa waktu lalu, kami menggagalkan 1,2 ton sabu masuk ke Indonesia, berikutnya 600 kilogram. Ini kalau sempat masuk berapa generasi muda yang rusak," kata Arman.

 

Nelayan Sewakan Rumah

Tiga tersangka peredaran sabu dari Malaysia yang ditangkap BNN di Provinsi Riau.
Tiga tersangka peredaran sabu dari Malaysia yang ditangkap BNN di Provinsi Riau. (Liputan6.com/M Syukur)

Selain itu, kebutuhan ekonomi beberapa warga di perairan Riau membuat mudah tergoda menjadi kaki tangan sindikat internasional dan lokal. Hasil penelusuran BNN, beberapa nelayan ada yang menjual kapalnya kepada sindikat.

Beberapa di antaranya ada yang menyewakan kapal dan rumah untuk dijadikan gudang penampungan. Kapal ini biasanya dibawa ke tengah laut menunggu kapal pembawa dari Selat Malaka.

"Transaksi dari kapal ke kapal, lalu dibawa ke Indonesia, uang ditransfer melalui rekening," ucap Arman.

Selain itu, kebutuhan sabu di Riau disebut Arman tergolong sangat tinggi. Masih banyak tempat hiburan malam yang kurang dikontrol menjadi lokasi empuk mengedarkan sabu.

Oleh karena itu, Arman memperingatkan pengelola hiburan di Riau agar segera membersihkan lokasinya dari peredaran narkoba. Kalau belum berubah, Arman menyatakan akan memimpin langsung pembersihan narkoba di tempat hiburan.

"Kalau belum bersih-bersih, saya akan turun langsung," tegas Arman.

Lebih jauh Arman menyebutkan, peredaran narkoba tidak hanya soal bisnis atau sindikat internasional memperkaya diri. Ada unsur perang candu untuk melumpuhkan generasi muda dengan ketergantungan narkoba.

Oleh karena itu, Arman menghimbau anggotanya agar senjata yang diberikan untuk dielus-elus saja. Tembak di tempat bagi bandar narkoba yang melawan saat ditangkap dan membahayakan petugas adalah prioritas.

"Senjata jangan untuk menembak burung di sawah saja, kalau melawan dan membahayakan lakukan tindakan tegas terukur," tegas Arman.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya