5 Hal yang perlu Dilakukan Bukit Soeharto Jika Ingin Jadi Ibu Kota Negara

Aji Sofyan Effendi, seorang pengamat ekonomi mengatakan, Bukit Soeharto berpeluang besar menjadi ibu kota menggantikan Jakarta.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Mei 2019, 15:00 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2019, 15:00 WIB
Bukit Soeharto
Presiden Joko Widodo meninjau lokasi calon ibu kota di Bukit Soeharto Kutai Kartanegara Kaltim. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Liputan6.com, Samarinda - Aji Sofyan Effendi, pengamat ekonomi yang juga Ketua Pusat Kajian Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, Universitas Mulawarman Samarinda mengatakan, Provinsi Kaltim berpeluang besar menjadi ibu kota negara menggantikan Jakarta.

"Sekarang alternatifnya sudah mengerucut pada dua lokasi, yakni di Kaltim atau di Kalteng. Namun pusat akan menentukan pilihannya di Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, jika Pemprov Kaltim melakukan lima langkah strategis," ujar Aji Sofyan dikutip Antara, Senin (27/5/2019).

Lima langkah yang perlu dilakukan itu adalah, pertama, melengkapi kajian yang telah dilakukan pemerintah pusat dengan kajian versi Pemprov Kaltim.

Sebagai akademisi, ia menilai sampai saat ini Kaltim belum melakukan diskusi publik yang menampilkan kajian internal Kaltim. Kajian ini sifatnya melengkapi dari kajian yang sudah dilakukan Bappenas dan Kementerian terkait.

Ia mengatakan bisa jadi ada hal-hal penting yang terlewatkan dari kajian pemerintah pusat yang ditemukan oleh Pemprov Kaltim. Dalam hal ini, analisis dan kajian dari Bappenas tidak perlu dilakukan Bappeda Kaltim.

Untuk itu, Bappeda Kaltim harus melakukan analisis tajam bahwa kajian versi Kaltim akan menjadi pendukung dan layak menjadi lampiran dalam kajian Bappenas.

"Hal yang juga perlu ditampilkan dalam kajian adalah, jika Kaltim dipilih sebagai pusat pemerintahan baru, dapat dipastikan kesenjangan Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan KawasanTimur Indonesia (KTI) semakin mengecil," katanya.

Ini berarti bahwa dengan dipindahkannya pusat pemerintahan, maka esensi penting dari pemindahan pusat pemerintahan adalah dalam rangka “Menjaga Keutuhan NKRI” sehingga isu KBI vs KTI menjadi hilang dan dapat dieliminir.

Kedua, masih dalam konteks dokumen kajian, yakni Kaltim mengidentifikasi dan menghitung cermat efek ikutan dari pemindahan pusat pemerintahan secara makro-mikro, seperti peluang aktivitas ekonomi terkait tenaga kerja yang terserap untuk konstruksi bangunan kementerian dalam 5-7 tahun mendatang.

Kemudian peluang sektor properti dan perumahan untuk memindahkan sekitar 1,5 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) beserta keluarganya, yakni lokasi terdekat dari Bukit Soeharto yang digadang-gadang sebagai lokasi strategis untuk ibukota.

Ketiga, setelah dokumen kajian internal Kaltim yang menjadi "strategi marketing" siap, langkah selanjutnya adalah membangun komunikasi dan melakukan presentasi yang berbeda dengan presentasi kajian Bappenas.

Keempat, Kaltim harus melibatkan perguruan tinggi dalam pembahasan internal kesiapan sebagai pusat pemerintahan baru. Apalagi sampai sekarang belum ada FGD yang digagas Kaltim untuk menjaring aspirasi warga guna menyambut rencana ini.

"Minimal dengan dilibatkannya warga, maka secara moral dan psikologis warga merasa dihargai dalam berpartisipasi membangun rencana pemindahan pusat pemerintahan, karena pada prinsipnya semua masyarakat mendukung Kaltim menjadi pusat pemerintahan baru," katanya.

Sedangkan kelima, PLN dan PDAM dilibatkan penuh menjadi bagian penting dalam setiap pembahasan rencana dan presentasi, yakni memberikan kesempatan pada mereka untuk membeberkan rencana menyambut Bukit Soeharto sebagai lokasi pusat pemerintah. 

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya