Liputan6.com, Bangkalan Perayaannya sama: Lebaran Ketupat. Tapi di Kabupaten Bangkalan, Madura, cara merayakannya berbeda-beda. Bisa dikata: beda kecamatan, beda pula tradisinya.
Di Desa Geger, sekitar 34 kilometer dari pusat kota Kabupaten Bangkalan, para lelaki merayakan lebaran ketupat dengan pembacaan Al-Fatihah keliling, dari rumah ke rumah, antar tetangga satu kampung.
Advertisement
Baca Juga
Tradisi ini dimulai sejak pagi. Satu rombongan Fatihah keliling biasanya terdiri antara 10 sampai 15 keluarga. Kegiatan ini baru rampung, bila semua keluarga dalam rombongan itu telah dikunjungi.
Sesuai namanya, tradisi ini hanya membacakan Fatihah yang dikhususkan kepada yang telah almarhum juga untuk yang masih hidup. Lalu kemudian ditutup dengan pembacaan doa makan bersama.
"Kami menyebutnya Tape Skadher Fatehah," Kata Mujib, warga Geger, Rabu (13/6). Kalau di-Indonesiakan tradisi ini bermakna 'sekedar surat alfatihah'.
Sementara para perempuan, mengisi lebaran ketupat dengan tradisi saling hantar hidangan ketupat, juga dari rumah ke rumah, namun sebatas rumah saudara dan tetangga terdekat saja.
"Yang kita masak, kita bagi ke orang, kita makan hidangan yang dihantar tetangga atau saudara, ke kita," Mujib menambahkan.
Pawai Dokar Hias
Lain lagi di Kecamatan Socah. di sana Lebaran Ketupat dirayakan dengan pawai dokar hias antar desa. Desa Jaddih, Parseh dan Bilaporah, tiga desa bertetangga ini, selalu ambil bagian dalam Pawai.
Namun karena Dokar mulai langka. Kendaraan bermotor pun kini ikut serta menyemarakkan pawai. Ada mobil pikap, sepeda motor hingga kendaraan roda tigat Dorkas, dengan satu syarat harus dihias. Hiasan paling bagus akan diberi hadiah oleh panitia.
Sebuah Dokar misalnya, dihias sedemikian rupa, sehingga mirip tank ampibi. Ada juga sepeda motor yang bodi ditutupi pelepah pohon salak. Hingga sebuah mobil pikap butut yang seluruh bodinya ditutupi kertas HVS. Hiburan orkes dangdut memungkasi tradisi pawai Dokar yang bermula dari Desa Jaddih ini.
Kamil, 50 tahun, yang selalu ambil bagian dalam pawai, menuturkan tradisi itu sudah ada sejak 1960an. Namun baru pada 1985, Pemerintah Desa Jaddih menata lagi pelaksanaan pawai, seperti membentuk panitia dan juga lomba untuk hiasan paling menarik dan unik.
Konon, perapian tradisi pawai muncul karena konon anak muda di Jaddih kurang hiburan. Sehingga kerap mencari hiburan ke desa lain. Aktivitas itu ternyata kerap berujung keributan dengan pemuda lain desa. Sehingga, dibuatlah perayaan dan para pemuda jadi panyelenggara.
Advertisement
Kuliner Khas Lebaran Ketupat
Namanya juga Lebaran Ketupat, maka tak afdal kalau tak ada ketupat. Di Bangkalan, ada kuliner khas berbahan dasar ketupat, namanya Topak Ladeh. Kudapan ini hanya ditemukan di Kota Bangkalan dan hanya dibuat pada hari ke 7 lebaran. Sesuai namanya, topak ladeh hanya terdiri dari dua bahan utama yaitu ketupat dan kuah ladeh.
Sayang, riwayat di balik penamaan kuah Ladeh sulit ditelusuri. Sebagai penemu, warga Bangkalan sendiri umumnya tak tahu asal usulnya. Satu versi menyebut ladeh adalah istilah gabungan racikan bumbu untuk membuat kuah ladeh.
Namun versi lain menerka, ladeh merupakan kata serapan dari lodeh, kuliner khas Indonesia yang kaya akan sayur mayur itu. Terkaan ini muncul karena kuah ladeh yang bersantan juga kaya sayur mayur seperti lodeh. Mulai dari irisan rebung, kacang panjang hingga labu siyam.
Bedanya dengan lodeh, ada cemplungan lauk seperti daging sapi, jeroan, babat hingga telur rebus dalam kuah ladeh. Maka citarasanya pun penuh warna, seporsi topak Ladeh seolah gabungan dari kuah soto daging khas Bangkalan dan sayur lodeh dengan warna kuah hitam kemerahan.
"Tapi kuliner ini terbilang langka. Sebab tidak semua ibu bisa memasaknya," kata Dedi Setiawan, warga Kemayoran.