Liputan6.com, Pekanbaru - Enam gajah liar dari Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) masih berkeliaran di Desa Sungai Kuning dan Kelurahan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Satwa bongsor berbelalai itu terpantau berendam di belakang pasar tradisional dan mencari makan di belakang warung milik warga.
Untuk mengembalikannya ke TNTN yang berjarak 15 kilometer dari pemukiman serta kebun masyarakat, dikerahkan dua gajah jinak terlatih dengan bobot lebih besar dari gajah liar itu. Dua gajah latih ini bernama Indro dan Rahman.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Kepala Bidang Wilayah I Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Andri Hansen Siregar, Rahman berusia 40 tahun dengan bobot empat ton kurang lebih. Sementara Indro berusia 35 tahun dengan bobot tiga setengah ton.
Kehadiran gajah lebih besar ini diyakini bisa membuat gajah liar bisa patuh ketika digiring. Hal ini penting agar tak membahayakan pawang gajah dan petugas BBKSDA Riau yang turut menggiring gajah liar.
"Biasanya gajah kalau melihat yang lebih besar akan patuh," ungkap Andri, Kamis (13/6/2019).
Andri menjelaskan, Rahman dan Indro merupakan gajah latih dari Elephant Flying Squad binaan World Wide Fund for Nature (WWF) dan BBKSDA Riau di TNTN. Keduanya sering diturunkan mengatasi konflik gajah dengan manusia di Riau.
Keduanya tiba di Peranap pada Rabu petang, 12 Juni 2019. Kehadirannya mencuri perhatian masyarakat sekitar dan melihat dari dekat ketika keduanya turun dari truk serta memakan makanan yang disediakan.
"Pagi Kamis sudah mulai dilakukan penggiringan gajah liar, kemarin belum bisa karena keduanya dehidrasi dalam perjalanan ke sini," sebut Andri.
Jadi Tontonan Warga
Sebelumnya, ada enam gajah liar dari TNTN masuk ke kebun di Peranap. Kelompok ini terpecah ketika masyarakat berusaha menghalau dengan peralatan seadanya.
Dua gajah kemudian mengarah ke Sungai Kuning, Kecamatan Kelayang dan empat gajah menetap di Kelurahan Peranap, Kecamatan Peranap. Kehadiran gajah liar ini membuat masyarakat khawatir.
"Banyak kebun sawit warga yang dimakan, warga rugi dan takut juga beraktivitas ke kebun," kata Sekretaris Camat Peranap Yusri Edy.
Dia pun berharap BBKSDA Riau, kepolisian, dan WWF serta pihak terkait segera mengatasi konflik ini. Tidak hanya menggiring ke habitat asalnya, dia berharap gajah ini tak kembali lagi ke kebun dan permukiman.
Hal serupa juga disampaikan warga sekitar Budi. Dia ingin kembali beraktivitas di kebunnya tanpa rasa takut dengan kehadiran gajah liar dan ingin bekerja dengan aman.
Di sisi lain, warga sekitar juga menjadikan penggiringan gajah liar oleh gajah latih ini sebagai tontonan. Warga menyebut kegiatan jarang sekali terjadi, apalagi bisa melihat dan berdekatan dengan dua gajah berukuran besar.
"Biasanya cuman bisa dilihat di kebun binatang yang seperti ini," ucap warga lainnya.
Advertisement
Tentukan Titik Kumpul
Sementara, untuk mengembalikan gajah liar tersebut ke habitatnya, BBKSDA Riau akan menentukan titik kumpul agar kawanan terpecah ini berkumpul lagi. Kecamatan Peranap menjadi pilihan karena jaraknya lebih dekat dengan TNTN.
"Yang pertama digiring (ke titik kumpul) adalah gajah di Peranap, nanti digiring satu gajah latih," kata Andri.
Satu gajah latih lainnya lalu dikerahkan ke Kelayang yang berjarak 10 kilometer dari Peranap. Gajah di Kelayang ini terlebih dahulu digiring menjauh dari pemukiman dan diarahkan ke titik kumpul yang telah ditentukan.
Menurut Andri, penggiringan dilakukan dari pagi hingga petang. Petugas harus menghindari malam karena tidak ada penerangan dan bisa saja membahayakan petugas.
"Nantinya juga ketika melewati kebun yang ada pondoknya, petugas lain berada di sana lebih dahulu, mengawal agar gajah liar tak masuk," sebut Andri.
Andri berharap penggiringan gajah ini tidak berlangsung lama. Selain menguras tenaga petugas, gajah latih juga perlu istirahat dan makan agar bisa mengatasi gajah liar dengan maksimal.
Â
Simak video pilihan berikut ini: