Ceria dengan Celentung, Alat Musik Baru dari Garut

Dengan nadanya yang khas, celentung bisa memberikan keceriaan bagi siapapun yang menggunakannya.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 28 Jun 2019, 13:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2019, 13:00 WIB
Salah seorang siswa dan pengajarnya tengah menunjukan salah satu contoh alat musik Celentung dari Selaawi, Garut
Salah seorang siswa dan pengajarnya tengah menunjukan salah satu contoh alat musik Celentung dari Selaawi, Garut (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Pernah mendengar alat musik celentung ? terdengar masih asing di banding seruling, angklung, karinding dan alat musik dari bambu lainnya.

Namun dalam tiga tahun terakhir, masyarakat Selaawi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mulai mengenalkan alat musik baru berbahan bambu tersebut.

Camat Selaawi Rahmat Effendi selaku penggagas dan pemilik ide celentung mengatakan, awal mula munculnya celentung berasal dari pemberian souvenir Upon Surajatnika, salah satu tokoh bambu masyarakat Selaawi.

“Ide awalnya itu mainan, selepas itu saya berfikir bagus sekali kalau dijadikan alat musik,” ujar dia, dalam obrolan hangatnya di kantornya, Rabu (26/6/2019).

Memiliki potensi bambu yang cukup melimpah. Akhirnya ide dan rencana itu mulai disampaikan kepada beberapa komunitas pengolah bambu, termasuk tokoh seni budaya di wilayah Selaawi.

“Kami ajak Kepala Desa, tokoh masyarakat, pengrajin, para seni budaya, kami bersasama-sama mendatangi berbagai daerah, termasuk saung angklung Ujo,” kata dia.

Mendapatkan ide dari kunjungan itu, ia bersama warga kemudian membuat inovasi sebuah alat musik berbahan bambu, di luar beberapa alat musik yang sudah lebih dulu mendunia, seperti seruling, angklung dan karinding.

”Berawal dari gagasan 2016 itu akhirnya jadilah celentung ini,” kata dia.

Beberapa kali menemui kegagalan, namun hal itu tidak menghentikan semangat Ridwan dan komunitas seni lainnya di wilayah Selaawi untuk menghasilkan alat music ikon masyarakat.

“Saya hubungi pak Oman dan terus berupaya menjadikan alat musik ini bernada diatonik, solmisasi,” kata dia.

‘Man jada wajada’, siapa yang bersungguh-sungguh akhirnya bakal sukses, demikian filsafah arab mengatakan, akhirnya dengan dukungan seluruh masyarakat plus para ahli alat musik dari bambu, celentung pun tercipta sebagai alat musik baru.

“Saya juga ketemu Pak Agus yang menyempurnakan alat musik ini, dan inilah celentung yang saat ini dinikmati,” kata dia.

 

 

 

Proses Pembuatan

Beberepa contoh Celentung, alat musik baru dari bambu yang diperkenalkan masyarakat Selaawi, Garut, Jawa Barat
Beberepa contoh Celentung, alat musik baru dari bambu yang diperkenalkan masyarakat Selaawi, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Proses pembuatan celentung terbilang mudah, meskipun terlihat sulit karena bentuknya yang tak biasa dengan menyertakan bandul, namun dalam kenyataannya lebih efisien dibanding pembuatan angklung sekalipun. “Bambunya khusus bambu temen atau bambu hitam,” kata dia.

Rata-rata bambu temen yang akan dipakai sebagai bahan berusia 3-4 tahun dengan diameter tidak lebih dari 3 centimeter. “Tapi tergantung kebutuhan juga,” kata dia.

Selain itu, bambu kemudian dilubangi untuk menghasilkan nada yang diinginkan, tak ketinggalan dua bandul siap menyertai potongan bambu yang telah disiapkan untuk celentung.

“Terlihat memang rumit, padahal jika sudah tahu polanya mudah sekali, lebih mudah dari Angklung sekalipun,” kata dia.

Dibanding angklung yang telah mendunia, Ridwan mengklaim proses pembuatan celentung memiliki banyak keuntungan dan kelebihan. “Pertama bahan baku relatif lebih efisien kalau perbandingkan dengan angklung,” kata dia.

Dalam praktenya pembuatan satu nada dari alat music angklung, bisa menghabiskan beberapa bilah bambu untuk dipotong. “Bisa dua tiga bahkan empat untuk satu nada, kalau ini cukup satu,” kata dia.

Kemudian proses pembuatan yang terbilang mudah dan gampang. “Di beberapa bagian memang ada kesulitan, namun secara umum lebih mudah dikerjakan, kemudian lebih efisien, dan cara memainkan lebih praktis dan dinamis,” papar dia.

Rekor Dunia Versi RHR

Sekitar 206 siswa dari kecamatan Selaawi saat pemecahan rekor RHR sebagai pemain Celentung terbanyak di dunia
Sekitar 206 siswa dari kecamatan Selaawi saat pemecahan rekor RHR sebagai pemain Celentung terbanyak di dunia (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Dalam perayaan hari ulang tahun Garut April lalu, pementasan alat musik celentung dengan melibatkan 206 peserta, diakui sebagai rekor dunia versi Record Holder Republic (RHR).

“Itu (penghargaan) menjadi awal spirit kami untuk terus maju dan berkembang,” kata dia.

Tak lama setelah pengakuan itu, ajakan manggung dan undangan pementasan pun terus bertambah, hingga bisa dijadikan sarana mengenalkan alat musik celentung lebih luas kepada masyarakat.

”Untuk ke depan sudah menjadi rencana kami tampil di beberapa tempat,” kata dia.

Dalam keterangan resminya Vice President of RHR, Lia Mutisari mengatakan, jenis alat musik ini tidak pernah ada dan masuk kategori unik menurut dunia.

"Semoga menjadi inspirasi gerakan kebudayaan dalam mengharumkan nama Indonesia di mata dunia,” ujarnya saat itu.

Celentung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu dengan panjang sekitar 30 cm. Dua bandul yang terpasang di sisi bulatan bambu berfungsi sebagai penabuh bagian bamboo. Sementara cara memainkannya dengan cara dikecrek menggunakan satu tangan.

Nada yang dihasilkan pun cukup beragam seperti halnya solmisasi nada do, re, mi, fa, sol, la, si. Sekilas memang hampir sama dengan angklung, namun dalam prakteknya memang berbeda.

Suaranya yang unik menjadi daya tarik tersendiri bagi yang memainkannya. Apalagi jika dikolaborasikan dengan alat musik lain seperti kecapi dan kendang.

Proses Paten Produk

Sekitar 206 siswa dari kecamatan Selaawi saat pemecahan rekor RHR sebagai pemain Celentung terbanyak di dunia
Sekitar 206 siswa dari kecamatan Selaawi saat pemecahan rekor RHR sebagai pemain Celentung terbanyak di dunia (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Untuk menghindari munculnya plagiat yang merugikan masyarakat, Lembaganya ujar Ridwan telah mendaftarkan celentung, sebagai produk asli warga Selaawi Garut, ke badan Badan Hak Karya Intelektual (Haki) di Kementerian Hukum dan HAM.

“Sudah proses, kami tinggal nunggu resinya,” kata dia.

Upaya itu dinilai penting di tengah ancaman masifnya plagiat dan jiplak massal, yang dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab. “Insyaalloh jika sudah keluar akan kami segera publikasikan segera kepada masyarakat,” kata dia.

Rencannya dalam waktu dekat, Kabupaten Kuningan berencana menggelar event serupa untuk memecahkan rekor yang telah dipegang Garut, pada saat perayaan Hari Jadi Garut beberapa waktu lalu.

“Kemarin kami hanya 206 orang, sekarang di Kuningan direncanakan sampai 1000 celentung,” kata dia.

Ridwan mengatakan, pemakaian alat musik celentung terbilang gampang, tidak mesti harus melibatkan banyak pemain untuk memainkan alat musis bamboo tersebut. “Oleh satu orang pun bisa,” kata dia.

Bahkan seiring meningkatnya kebutuhan pementasan, komunitas kesenian Selaawi telah membuat celentung renteng atau celentung toel, yang sudah memiliki solmisasi atau diatonik nada yang khas.

“Nah itu kala ada celentung toel di luar (Selaawi) saya rasa itu sudah plagiat,” ujar Ridwan menegaskan.

Untuk satu set celentung toel (sentuh), yang sudah mulai memiliki banyak penggemar di kalangan penikmat musik dari bahan bambu, harga yang ditawarkan berada di kisaran angka Rp 1,5 juta. “Sesuai dengan tingkat kerumitan,” kata dia.

Ridwan menambahkan, penamaan celentung, berupakan ungkapan spontanitas yang berasal di kalangan pelaku seni budaya pengguna alat musik bambu tersebut.

“Bunyinya kan tung tung, kemudian dari bunyi itu menimbulkan ceria, dengan bunyi tung tung dan memiliki keceriaan itu akhirnya keluar Celentung, logika sederhananya seperti itu,” ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya