Lebah Madu Liar Berubah Jinak di Tangan Santri Cilacap

Ponpes Rubat Mbalong telah lama mengembangkan pertanian terpadu dan organik. Lebah madu menjadi salah satu mata rantai penting dalam pertanian dengan konsep mandiri

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 01 Jul 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2019, 10:00 WIB
Santri Ponpes Rubat Mbalong Ell Firdaus, Cilacap, mengecek keberadaan klutuk atau kandang lebah madu di pekarangan sekitar pondok. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Santri Ponpes Rubat Mbalong Ell Firdaus, Cilacap, mengecek keberadaan klutuk atau kandang lebah madu di pekarangan sekitar pondok. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Cilacap - Sejak berabad-abad lalu, madu sudah dikenal sebagai minuman spesial. Tak sekadar lezat, madu diyakini berkhasiat tinggi untuk kesehatan.

Madu dikonsumsi oleh anak-anak hingga orang dewasa. Tujuannya macam-macam, dari menjaga kesehatan, hingga pengobatan.

Ada madu hutan yang diunduh dari lebah-lebah liar. Ada pula madu yang dihasilkan dari lebah madu yang dibudidayakan.

Harganya sama-sama tinggi. Peminatnya pun berasal dari berbagai kalangan, mulai strata ekonomi menengah bawah hingga kalangan atas.

Melihat potensi itu, Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus, Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, Cilacap, Jawa Tengah mulai membudidayakan lebah madu. Selain nilai ekonomisnya yang tinggi, lebah merupakan hewan penyerbuk alami.

Ponpes Rubat Mbalong telah lama mengembangkan pertanian terpadu dan organik. Lebah madu menjadi salah satu mata rantai penting dalam pertanian dengan konsep mandiri.

Keberadaan penyerbuk alami sangat berpengaruh terhadap produktifitas. Lebih dari itu, lebah menghasilkan madu yang bernilai jual sangat tinggi.

Jumat, 28 Juni 2019 ini adalah hari ke-28, sejak pertama kali para santri menjinakkan satu koloni lebah madu liar di sekitar pesantren. Lebah itu lantas dipindah ke kandang berbentuk kotak yang dikenal dengan nama klutuk alias glodog.

Produktifitas Lebah Madu

Lebah madu penting sebagai penyerbuk alami. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Lebah madu penting sebagai penyerbuk alami. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kemudian, secara berturut-turut, para santri kembali menjinakkan kawanan-kawanan madu lain sehingga terkini, santri telah memiliki lima koloni lebah madu.

Yang menakjubkan, kecepatan produksi lebah madu ini sangat tinggi. Dari tiga koloni tertua, yakni, 21, 24 dan 28 hari, sudah diperoleh madu sebanyak tiga botol ukuran 600 mililiter.

Yang berusia 10 hari, sekarang sudah mulai memproduksi sarang sekitar 5x15 sentimeter. Adapun koloni yang termuda, yakni lima hari, baru memasuki periode adaptasi.

Produksi madu memang masih kecil. Karenanya, santri terus berburu lebah madu liar di alam untuk dijinakkan di lingkungan pesantren.

Satu botol madu berukuran 600 mililiter dijual dengan harga Rp 160 ribu. Pesantren juga menyediakan paket lebih kecil, berukuran 300 mililiter dengan harga separuhnya.

“Permintaan cukup tinggi. Kami menjualnya dengan jaringan pertemanan, juga media sosial,” kata Syamsul Wibowo, pengurus Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus.

Syamsul mengungkapkan, pesantren berupaya membekali santri dengan beragam keahlian. Harapannya, saat lulus pesantren kelak, mereka tak hanya mumpuni ilmu agamanya, namun juga sudah memiliki keahlian tertentu sesuai dengan bidang yang diminatinya.

Seorang santri, Irfan, mengatakan lebah madu itu merupakan tangkapan alam yang kemudian dijinakkan di lingkungan pesantren. Tak seperti yang ia bayangkan sebelumnya, budidaya madu ternyata mudah dengan cepat pula berproduksi.

Menjinakkan Lebah Madu

Kangsi atau sarang lebah madu siap diperas. (Foto: Liputan6.com/Ponpes Rubat Mbalong/Muhamad Ridlo)
Kangsi atau sarang lebah madu siap diperas. (Foto: Liputan6.com/Ponpes Rubat Mbalong/Muhamad Ridlo)

Namun begitu, ia mengaku masih belajar banyak tentang lebah madu. Ia belajar budidaya lebah madu itu dari warga Tambaksari yang sudah delapan tahun membudidayakan lebah madu.

“Setiap kandang nantinya bisa menghasilkan dua botol. Kalau jumlah lebahnya sudah bertambah dan tawonnya sudah betah,” Irfan menjelaskan.

Irfan menerangkan, lebah madu yang baru dipindah bakal melewati proses adaptasi. Saat adaptasi, sifat liar lebah biasanya masih tinggi. Tak aneh jika para pembudidaya kerap tersengat.

Setelah seminggu dipindah ke klutuk, lebah madu mulai membuat sarang yang berbentuk heksagonal. Lantas, pada pekan kedua dan ketiga, pertumbuhan sarang semakin cepat lantaran lebah pekerja sudah betah dan cukup mengenal lingkungannya.

“Minggu ketiga sampai pekan keempat madu sudah bisa dipanen. Tapi tidak semuanya dipanen, agar tetap betah,” dia mengungkapkan.

Irfan tertarik membudidayakan lebah karena madunya yang bernilai tinggi. Prospek pemasarannya pun bagus. Terbukti, peternak lebah di Desa Tambaksari tak pernah kelebihan produksi. Bahkan, semakin hari, jumlah permintaan semakin banyak.

Irfan dan santri lain yang tergabung dalam unit budidaya lebah madu kini masih berburu lebah madu liar untuk dijinakka. Semakin banyak koloni madu yang berhasil dijinakkan, maka pendapatan santri akan bertambah banyak.

“Sekarang menjualnya mudah. Tinggal dishare di Facebook, pembeli datang,” katanya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya