Liputan6.com, Cilacap - Di Provinsi Jawa Tengah, Cilacap adalah kabupaten dengan tingkat risiko tertinggi bencana alam. Bahkan, ada yang menyebut Cilacap sebagai etalase bencana alam.
Berbatasan dengan Samudera Hindia, Cilacap rawan gempa bumi sekaligus tsunami. Tahun 2006 lalu misalnya, tsunami Pangandaran menerjang pesisir selatan Cilacap. Korban mencapai seratusan lebih, dengan puluhan lainnya dinyatakan hilang.
Pada musim hujan, Cilacap rawan bencana alam berupa banjir dan longsor. Sebaliknya, di musim kemarau Cilacap rawan kekeringan dan krisis air bersih.
Advertisement
Baca Juga
Bahkan, dataran rendah sekali pun tak lepas dari cekaman kemarau panjang. Tercatat pada 15 Juli 2019 ini misalnya, sebanyak 25 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Cilacap sudah mengalami krisis air bersih.
Tentu saja, warga berharap uluran tangan pemerintah. Di sisi lain, ada keterbatasan pemerintah untuk menyediakan seluruh bantuan air bersih.
Diprediksi dampak kemarau akan lebih parah pada Agustus, September dan kemungkinan, Oktober. Kekeringan dan krisis air bersih bakal melanda lebih banyak desa.
Sebab itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap Jawa Tengah mengajak pelaku usaha untuk turut membantu masyarakat yang mengalami krisis air bersih seturut meluasnya dampak kemarau panjang.
Saksikan video pilihan berikut ini:
BPBD Ajak Pengusaha Turut Bantu Warga di Musim Kemarau
Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy mengatakan hingga Senin, 15 Juli 2019 kemarin, BPBD telah mengirimkan 83 tangki bantuan air bersih. 83 tangki itu didistribusikan ke 28 desa di 11 kecamatan yang kini sudah mengalami krisis air bersih.
11 kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Kampung Laut, Batarsari, Patimuan, Kawunganten, Gandrungmangu, Jeruklegi, Karangpucung, cimenggu, Kesugihan, Cipari dan Kecamatan Sidareja.
Selasa, 16 Juli 2019, BPBD bersama dengan Pemkab Cilacap bertemu dengan para pengusaha swasta, pimpinan BUMN dan BUMD, serta instansi lain untuk berkoordinasi penanganan krisis air bersih.
“Kita rapat di kabupaten, yang memimpin Pak Sekda, terkait kekeringan, dan ada dunia usaha yang kita undang,” ucapnya.
Tahun 2018 lalu, kemarau berdampak di 48 desa di Cilacap. Sebanyak 512 tangki air bersih dikirimkan ke desa-desa yang terdampak. Ada kemungkinan, tahun ini dampak kemarau akan lebih besar. Sebab, kemarau tiba lebih cepat dari biasanya.
BPBD Cilacap memperkirakan sebanyak 64 desa di 18 kecamatan bakal mengalami krisis air bersih pada kemarau 2019. Karenanya, dibutuhkan bantuan dari semua elemen masyarakat untuk mengatasi krisis air bersih ini.
“Menurut perkiraan BMKG Cilacap, kekeringan sampai Agustus sampai September. Kalau tahun kemarin sampai November, sehingga kita mengirimkan 512 tangki. (sekarang) Sudah 83 tangki untuk 28 desa di 11 kecamatan,” dia mengungkapkan.
Krisis air bersih di Cilacap terjadi menyeluruh di semua kawasan, baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Di dataran tinggi, sumber air kering. Adapun di dataran rendah, air tak layak konsumsi.
“Yang sudah diberi bantuan air bersih sebanyak 11.553 keluarga, 34.357 jiwa,” ucap Komara.
Advertisement