Liputan6.com, Bandung Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG Badan Geologi, Gede Suantika memastikan, erupsi yang terjadi di Gunung Tangkuban Parahu tidak akan berpengaruh pada Sesar Lembang.
Diketahui, Gunung Tangkuban Parahu mengalami erupsi pada Jumat (26/7/2019) sore pukul 15.48 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 200 meter di atas puncak atau sekitar 2.284 meter di atas permukaan laut.
Advertisement
Baca Juga
Gede mengatakan, erupsi tersebut masih bersifat freatik atau masih melibatkan aktivitas air pada bagian atas gunungnya. Belum memperlihatkan indikasi pengaruh kenaikan magma.
"Sesar Lembang itu memang berdekatan dengan Gunung Tangkuban Parahu. Tapi erupsinya tidak akan berdampak pada pergerakan Sesar Lembang," ujar Gede di Ruang Monitoring PVMBG, Kota Bandung, Sabtu (27/7/2019).
Selain tidak berpengaruh pada Sesar Lembang, aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu juga tidak berdampak pada aktivitas gunung di sekitarnya di Jawa Barat seperti Gunung Papandayan atau Gunung Galunggung.
Sesar Lembang adalah patahan di dalam bumi yang melintang di utara cekungan Bandung, Jawa Barat. Menurut Peneliti Geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mudrik R Daryono, total panjang Sesar Lembang mencapai 29 kilometer. Kilometer 0 berada di daerah Padalarang dan kilometer 29 di Ci Meta.
"Terus bagaimana dia bergerak? Simple sekali, jadi ini permainan anak saya gitu. Kita main puzzle kita potong kemudian kita kembalikan ke kondisi semula. Kemudian kita cocokan sungainya yang match sebelah mana utara sama selatan," kata Mudrik pada 28 April 2019 lalu.
Sepanjang penelitian timnya, kata Mudrik, Sesar Lembang telah bergerak secara terus menerus dan pergerakan terbesar sepanjang 460 meter.
"Satu event gempa bumi, satu event gempa bumi. Terus-menerus sampai sekarang," kata Mudrik.
Erupsi Freatik
Sementara itu, Kepala Sub Bidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Timur Devy K. Syahbana menjelaskan, kecil kemungkinan erupsi Gunung Tangkuban Parahu memicu gempa di kawasan Sesar Lembang.
"Di dunia, ada kemungkinan satu erupsi yang mentrigger gempa bumi tapi itu untuk erupsi yang besar sekali. Nah, sementara Gunung Tangkuban Perahu erupsinya kecil sekali. Jadi sangat kecil sekali kemungkinan bahkan mungkin bisa diabaikan anggapan reaktivasi Sesar Lembang," kata Devy.
Kedua, lanjut Devy, erupsi freaktif yang keluar dari Gunung Tangkuban Parahu tidak memunculkan reaksi magma secara besar-besaran ke permukaan.
"Sehingga kalau tidak ada magma yang naik ke permukaan, maka sesar itu posisinya yang berada di luar gunung api tidak terganggu," ujarnya.
Erupsi freaktif, lanjut Devy, tidak melibatkan magma segar dalam proses terjadinya erupsi. Erupsi ini terjadi karena uap magma yang berinteraksi dengan hidrotermal yang ada di bawah kawah kemudian karena dipanaskan terjadi perubahan sehingga terjadi erupsi.
"Kalau dilihat abu yang keluar bukan dari magma yang baru. Kondisi ini bisa terjadi di beberapa gunung, tidak hanya Tangkuban Parahu saja seperti Papandayan dan Dieng dan ini biasanya diawali tanpa tanda-tanda yang jelas dan bisa terjadi kapanpun," kata Devy.
Dari segi ancaman bahaya, abu vulkanik hasil erupsi freatik Gunung Tangkuban Parahu hanya tersebar di sekitar kawah sementara di luar kawah hujan abu tidak akan menyebabkan kematian langsung. Masyarakat sekitar cukup menyiapkan masker untuk terhindar dari dampak menghirup abu vulkaniknya.
Soal kemungkinan Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan erupsi tipe freatomagmatik yang  biasanya ditunjukkan dengan magma yang meletus, Devy menilai hal itu sangat tipis kemungkinan terjadinya.
"Sampai saat ini data belum menunjukkan adanya tren ke sana (freatomagmatik). Bahkan erupsinya sekarang cenderung menurun," kata Devy.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement