Pitutur Ibu Antarkan Peracik Teh Asal Lombok ke Ajang Tea Master Cup International

Tidak terbesit bagi laki-laki asal Lombok, yaitu Cakra Virajati, menjadi peracik teh bahkan memenangi Tea Masters Cup Indonesia 2019 yang digelar 24-25 Juli 2019 di JIExpo Kemayoran, Jakarta.

oleh Yanuar H diperbarui 29 Jul 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2019, 14:00 WIB
Teh Pitutur Ibu Antarkan Cakra Jadi Master Tea
Teh Pitutur Ibu menjadi kunci kemenangan Cakra Virajati Tea Mixology di ajang Master Tea 2019. Ajang ini mengantarkan Cakra ke tingkat international mewakili Indonesia (Foto : Panitia Master tea cup 2019)

Liputan6.com, Yogyakarta - Tidak terbesit bagi laki-laki asal Lombok, yaitu Cakra Virajati, menjadi peracik teh, bahkan memenangi Tea Masters Cup Indonesia 2019 yang digelar 24-25 Juli 2019 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Menggunakan Teh Pitutur Ibu, yaitu teh racikannya, Cakra akan ke Tea Masters Cup International mewakili Indonesia pada akhir tahun ini.

"Nama teh yang saya buat Pitutur Ibu. Terinspirasi dari minuman tradisional khas Indonesia, yakni jamu beras kencur," katanya saat ditemui di Yogyakarta, Minggu (28/7/2019).

Pitutur Ibu ini mengantarkannya menjadi juara kategori Tea Mixologi. Teh Pitutur Ibu yang dibuatnya terinspirasi dari jamu beras kencur sebagai minuman khas Indonesia. Dia campur menggunakan bahan dasar green tea dari Pekalongan sehingga tidak menghilangkan rasa dari teh itu sendiri.

"Campuran teh green tea Pekalongan dan beberapa bahan tradisional seperti beras, kencur, kunyit, jahe, gula," katanya.

Menurutnya Tea Mocktail ini juga mengingatkannya saat masa kecil ketika sang ibu memberikan jamu beras kencur sebagai penambah nafsu makan dan minuman untuk daya tahan tubuh. Pitutur Ibu ini bisa diminum saat siang maupun sore.

"Bisa juga disajikan secara panas maupun dingin," katanya.

Ia mengikuti dua kategori dari tiga kategori yang diperlombakan, yakni mempersiapkan teh (tea preparation) serta tea mixology di mana peserta meracik teh dengan minuman lain. Kategori yang tidak ia ikuti yaitu mencocokkan teh (tea pairing) dengan makanan.

"Saat Tea Preparation saya mengenalkan tradisi minum teh asli Jogja yakni Patehan. Tapi yang Tea Preparation tidak menang," katanya.

Owner Kedai Teh Dialog ini mengaku racikan Pitutur Ibu ini merupakan bukti ia mencintai budaya Indonesia. Sebab, ia juga menggabungkan minuman tradisional lainnya yaitu jamu.

"Selain teh, saya ingin mengangkat kuliner tradisional semacam jamu. Makanya saya buat teh yang dipadukan dengan bahan-bahan jamu yaitu beras kencur," katanya.

Pria lulusan perguruan tinggi di Yogyakarta ini juga mengenalkan tradisi Indonesia saat mempresentasikan karyanya. Saat presentasi, ia memperkenalkan dua budaya Indonesia, yakni Jawa Tengah dan Lombok dengan menggunakan baju adat Surakarta dan juga membawa replika patung Gendang Beleq serta rumah adat lumbung sebagai hiasan di meja bar.

"Saya juga menggunakan pakaian adat Jawa Tengah, karena ingin mengenalkan Indonesia ke dunia yang memiliki banyak budaya. Sekaligus memperkenalkan destinasi wisata seperti Lombok," katanya.

Cakra menjelaskan dengan mengenalkan budaya tradisional di ajang kompetisi ini, ia berharap para juri Tea Masters Cup Indonesia berasal dari Srilanka, Indonesia, Australia tahu pesannya. Selain itu, memperkenalkan ke dunia bahwa Indonesia memiliki tradisi minum teh.

"Yang penting bisa mengenalkan kepada dunia. Terutama mengenalkan Teh Pitutur Ibu karyanya," ujar Cakra.

Belajar dari Angkringan Yogya

Teh Pitutur Ibu Antarkan Cakra Jadi Master Tea
Teh Pitutur Ibu menjadi kunci kemenangan Cakra Virajati Tea Mixology di ajang Master Tea 2019. Ajang ini mengantarkan Cakra ke tingkat international mewakili Indonesia.

Banyak yang ia pelajari dari kota budaya Yogyakarta ini. Seperti halnya angkringan yang sering jadi langganan kuliner para mahasiswa di Yogya.

"Sampai kuliah di Jogja pun sering menyambangi angkringan," katanya.

Menurutnya soal teh setiap angkringan memiliki rahasia dan ciri khas sendiri. Ia pun belajar banyak dari angkringan yang ada di Yogya hingga membuka kedai Teh Dialog di Lombok.

"Karena angkringan punya rasa teh yang beda-beda. Tergantung oplosan dari merek teh rahasia angkringan itu sendiri," katanya.

Cakra mengatakan angkringan di Yogya berjumlah ribuan, sehingga begitu banyak ilmu yang ia serap selama ia di Yogyakarta.

"Ini yang buat saya semakin ingin mendalami teh Indonesia dan terus mencoba mixology teh," katanya.

Berawal dari angkringan inilah yang mengantarkannya menjadi master teh seperti saat ini. Menjadi master teh di bidang Tea Mixology ia menemukan bagaimana mempertahankan teh sebagai minuman.

"Bagi saya tea mixology bukan membuat rasa baru dari minuman teh itu sendiri, tetapi memperkaya rasa teh itu sendiri," katanya.

Ia berharap anak muda Indonesia mau minum tea asli dalam negeri. Ada White Tea, Green Tea, Oolong, Black Tea, dan lainnya.

"Jadi teh itu bisa dicampur apa saja untuk bisa menjadikannya lebih nikmat. Bukan hanya Bubble Tea maupun Thai Tea," katanya.

Ia menambahkan, sebelumnya ia juga ikut Tea Mixology Competition yang dilangsungkan oleh Sila Tea House di Bandung pada 17 Juli 2019. Ia pun menjadi juara pertama di ajang itu.

"Itu adalah ajang kerja sama antara pemprov Jabar, Sila Tea House Bogor, dan asosiasi teh dari Korea Selatan. Jurinya pun asal Korea Selatan langsung," katanya.

Perlu diketahui ajang Tea Masters Cup telah diselenggarakan sejak 2013 di lebih dari 20 negara di dunia, seperti Latvia, Vietnam, China, Korea Selatan, dan Turki.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya